☾ꜱᴘᴇꜱɪᴀʟ ᴇɴᴅɪɴɢ

70 15 18
                                    

Kesebelas insan tengah melingkari sebuah gundukan tanah. Empat di antaranya menangis, meratapi nisan yang kian menua seiring berjalannya waktu.

Kesebelas orang itu adalah Nares, Nana, Deva, Nara, Jingga, Langit, Bara, Jay, Leo, Rega dan Esa. Sudah bisa menebak kan siapa saja yang menangis?

"Lu sih pergi duluan, tau gak? Adek lu yang nyumbangin suara pas gua nikah tau, nyanyi lagu favorite kalian. Apa itu judulnya? Oh, beautiful in white. Nj*r, kenapa gua jadi cengeng" gumam Nares sembari mengelus nisan di hadapannya.

"Lu kan emang cengeng, bambank!!" sahut Nara yang sudah menutupi wajahnya yang basah akibat air mata.

"Kangen banget ngefanchat bareng kamu, Fan" monolog Deva, yang juga menangis sesegukan.

"Kakak apa kabar? Kalau ketemu Jenderal, tolong sampaikan ya. Kalau aku berterima kasih banget. Karena dia, aku masih bisa menjalani kehidupan sampai saat ini. Andai kakak masih ada, mungkin kakak yang akan nikah sama Langit. Terus aku mungkin akan jadi perawan tua, karena terlalu menyibukkan diri dengan sesuatu yang kurang penting. Oh iya, maaf juga waktu itu aku nolak perjodohannya, terus kabur ke Jerman. Malah kak Fana deh yang jadi korban. Bahagia disana ya, kak" tak lama kemudian, mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Tanpa ada yang sadar, kalau Fana melihat semua yang mereka lakukan juga katakan, lalu tersenyum.


 Tanpa ada yang sadar, kalau Fana melihat semua yang mereka lakukan juga katakan, lalu tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hingga setibanya di rumah, Nares masih dengan tatapan kosongnya. Membuat mata Rega ikut berkaca-kaca.

"Buna nanan nangis, ntal abang uda sedih"

"Bunda gak nangis kok, sayang. Makan yuk, bang Rega laper kan?" ucap Nares sembari menghapus jejak sisa air mata di pipinya.

Mereka bertiga duduk di meja makan yang terlampau besar untuk keluarga kecil. Meja makan yang seperti orang marahan, duduknya jauh-jauhan. Seperti pada umumnya, kepala keluarga yang duduk di paling ujung.

"Katanya bang Rega usilin Nilla lagi ya?" ucap Jingga, membuka obrolan di meja makan.

"Nda, yah. Abang nda usil, Nilla tuh yang bikin kesel" ucap anak itu sembari mempoutkan bibir mungilnya.

Jingga dan Nares tertawa melihat tingkah anaknya, persis seperti bundanya yang suka menjahili orang. Dasar mak anak, sebelas dua belas.

Merasa perutnya tak enak, Nares segera ke kamar mandi. Mencoba mengeluarkan sesuatu yang menganjal dari dalam perutnya. Mendengar suara orang ingin muntah itu, Jingga segera beranjak. Meninggalkan Rega yang asik sendiri dengan makanannya.

"Sayang. Kamu kenapa, hm?" Jingga mengambil karet gelang, lalu mengikat rambut Nares, agar tak kena muntahannya.

"Gak tau. Mual banget aku"

"Rega mau punya adek lagi kali" asal Jingga.

"Ya udah yuk, kita lanjut makan" lanjut Jingga.

"Aku udah deh makannya, mau istirahat aja di kamar"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐒𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮 𝐑𝐚𝐠𝐮『√』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang