"Pak!!! Bukain dong gerbangnya..." seorang pemuda yang baru saja datang terlambat, memelas sembari memasang wajah kasihannya.
"Boleh masuk tapi langsung ke meja piket" pak Winata menjawab dengan tegas dan menatap jengkel murid yang sering telat itu.
"Yah, Saya udah dapat surat peringatan, pak"
"Gini ya Bara, kalau kamu mau masuk harus ke meja piket. Kalau gak ya sudah sana bolos. Tapi nanti saya laporin ke guru konseling" Bara yang mendengarnya langsung membalikkan badan, tiba-tiba di pikirannya terlintas ide untuk memanjat tembok belakang sekolah.
"Lah Bara?" Deva yang baru ingin memanjat melihat Bara yang nampaknya telat juga, sama seperti dirinya.
"Lo mau manjat juga?" Deva menganggukkan kepala dengan sangat yakin.
Setelah itu Deva langsung memanjat dalam sekali loncatan. Bara yang melihatnya dibuat kagum karena Deva meloncat dalam sekali percobaan.
Mereka berdua beriringan jalan menuju kelas. Sesekali juga berbincang hal-hal tidak jelas.
"Lo punya pacar, Bar?" yang di tanya pun menggeleng, tanpa menatap lawan bicaranya. Jelas sekali kalau Bara berbohong, semalam Deva sudah bertanya ke Runa, dan dia bilang kalau dia adalah pacar Bara. Deva yang kesal setengah mati, lantas berlari menuju kelas, masa bodo dengan pemuda di belakangnya.
Beberapa menit setelahnya...
"Dramanya di undur jadi akhir bulan ya. Soalnya biar bareng sama kelas lain juga" ucapan pak Jinan membuat seisi kelas bersorak hore dalam hati. Tak lama, guru bahasa itu pun keluar dari kelas yang semulanya sepi. Namun sekarang menjadi gaduh, dan Langit yang menjabat sebagai ketua kelas hanya diam tak memberi instruksi. Ya bagaimana ia bisa menenangkan teman-temannya, kalau dia sendiri baru mulai tertidur di susunan tiga kursi.
"Heh, Langit!!" Nara melempar sepatu ke arah pemuda itu.
"Apa sih? Ganggu aja lu" Pemuda itu pun lantas melanjutkan hibernasinya. Tak peduli pada anak kelas yang sudah berantakan kemana-mana.
"Tagihin duit, rumah Nares kebakaran tuh" Sekelas mendadak hening, suara Nara memang lumayan kencang.
"Kok bisa? Terus dia tinggal dimana?" Jingga membuka suara, memecah keheningan.
"Nares nginap di rumah Fana, makanya mereka berdua gak masuk sekarang" setelah mendapat perintah dari Langit, mereka mulai mengumpulkan uang, berencana membawa makanan juga menyumbangkan pakaian.
"Bolos kuy" Bara mengusulkan ide yang lantas di balas setuju oleh teman-temannya.
"Enak aja main bolos-bolos aja. Gak boleh" Langit mengancam tegas, biar bagaimana pun dia harus menjalankan kewajibannya.
"Arrrggghhhhh" sekelas mendadak heboh dengan salah satu siswa yang kesurupan. Semua murid di kelas itu keluar, ada juga beberapa yang ikut ketempelan.
Beberapa guru bantu menenangkan, ada juga yang menyuruh satpam membuka gerbang. Mempersilakan murid kelas sebelas mipa 1 untuk bergegas pulang.
Tujuan mereka sekarang adalah ke rumah Fana. Ada yang kesana bawa kendaraan pribadi, dan lain sebagainya. Apapun kendaraannya yang penting sampai ke sana pikirnya.
"Assalamualaikum, Fana!!!" tak lama waktu berselang, Fana pun keluar untuk membukakan gerbang. Teman-temannya memang sudah bilang akan datang. Tapi tak bilang kalau datangnya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐫𝐢𝐛𝐮 𝐑𝐚𝐠𝐮『√』
Teen Fiction❝𝙺𝚗𝚘𝚠𝚒𝚗𝚐 𝚢𝚘𝚞, 𝚖𝚊𝚢𝚋𝚎 𝚒𝚝 𝚒𝚜 𝚘𝚗𝚎 𝚘𝚏 𝙶𝚘𝚍'𝚜 𝚜𝚌𝚎𝚗𝚊𝚛𝚒𝚘𝚜 𝚝𝚘 𝚖𝚎𝚎𝚝 𝚊 𝚖𝚊𝚝𝚎 𝚒𝚗 𝚊 𝚍𝚒𝚏𝚏𝚎𝚛𝚎𝚗𝚝 𝚠𝚊𝚢.❞ °𝙱𝚊𝚎 𝚓𝚒𝚗𝚢𝚘𝚞𝚗𝚐° °𝙾𝙾𝚕° 𝚜𝚝𝚊𝚛𝚝 : 𝟷𝟸/𝙾𝟷/𝟸𝙾𝟸𝙾 𝚏𝚒𝚗𝚒𝚜𝚑 : 𝙾𝟹/𝙾𝟺/𝟸𝙾𝟸𝙾