BAB 8

3.5K 533 21
                                    

Pagi-pagi sekali di kelas 12 MIPA 3 sudah terjadi keributan yang benar-benar membuat sakit telinga. Terlihat Lucas yang tengah serius menyalin sesuatu di buku tulisnya sambil menungging, Changbin yang sibuk bermain pesawat kertas yang baru saja ia terbangkan dan berakhir tersangkut di rambut Mina, lalu ada Mark yang baru saja datang dengan wajah polosnya saat melihat keadaan kelas yang sudah seperti kapal pecah, padahal masih pagi.

Parah banget. Masih pagi saja, meja sudah ada yang terguling di depan kelas, meja guru sudah miring sana sini, taplak meja sudah jatuh ke lantai, kursi sudah ada yang terbalik di samping meja.

"Astagfirullah! Ini apaan sih? Kelas apa kandang ayam?" gumam Mark sambil menggelengkan kepalanya.

Kakinya terus melangkah menuju tempat duduknya yang bersebelahan dengan Lucas untuk meletakkan tasnya. Matanya menatap sosok seorang laki-laki yang menarik perhatiannya selama satu minggu lebih ini. Renjun.

Renjun duduk diam ditempatnya sambil membaca novel tapi yang membuat Mark takjud adalah laki-laki itu sama sekali tidak terganggu dengan aktivitas teman-teman sekelasnya yang bisa dibilang seperti hewan lepas dari kandang. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang terlintas di benak Mark, perihal seseorang yang kemarin pulang bersama dengan Renjun.

Nggak ada salahnya kan kalau gue nanya?batin Mark sambil berpikir untuk menanyakan soal laki-laki yang kemarin jalan dengannya atau tidak.

"Hai Ren," sapa Mark yang membuat Renjun mendongak untuk menatap sang lawan bicara.

"Hai Mark. Udah datang ya? Aku pikir kamu belum datang," balas Renjun seraya tersenyum tipis.

"Baru aja kok gue dateng," ujar Mark sambil berusaha menghilangkan rasa gugup yang mendadak melandanya.

"Duduk sini, Mark. Jangan berdiri mulu, nggak enak aku lihatnya," ajak Renjun sambil menepuk kursi yang berada disebelahnya.

Fyi, Renjun saat ini duduk di kursi Chenle yang berada di pojok dekat dengan dinding. Mark menurut lalu duduk di kursi Renjun. Tangannya terlipat dan kepalanya menunduk, ia menggigit bibirnya dengan perasaan gelisah. Sebenarnya dia juga ragu untuk menanyakan hal ini, lebih tepatnya gengsi.

Renjun yang sejak tadi agak risih melihat Mark diam saja akhirnya menatap laki-laki itu dari samping. Tidak biasanya Mark jadi pendiam seperti ini. Niatnya, Renjun ingin menanyakan ada apa dengan Mark sebenarnya, tapi tidak jadi dan memilih untuk pura-pura sibuk memperhatikan side profile dari seorang Mark Stevan Lee, Si Pede Kelas Berat.

Renjun juga baru sadar kalau Mark punya hidung yang benar-benar mancung, ya walaupun tidak semancung Lucas dan rahangnya benar-benar tegas dan tajam. Duh! Tegas banget rahangnya, jadi mau aku pegang.

Tapi dia sadari, sekarang bukan waktunya untuk berpikir macam-macam. Lama-lama otak Renjun ikutan rusak juga nih, karena kemarin dia tidak sengaja melihat Hangyul dan Yohan menonton video dewasa di belakang kelas.

"Mark," panggil Renjun.

Mark hanya berdeham.

Renjun menaikkan sebelah alisnya, "Kamu nggak apa-apa?" tanya Renjun yang mencoba meyakinkan.

Mark menipiskan bibirnya, "Gue nggak apa-apa sih, cuma ada hal yang pengen gue tanyain dan gue agak ragu aja mau nanyanya," balas Mark seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mark itu imut kalau ia sedang gugup. Matanya bergerak kesana kemari dan bibirnya selalu ia gigit.

"Tanya aja, nggak usah ragu. Dari pada kamu penasaran," titah Renjun yang kemudian menutup novelnya.

Mark yang tadinya pura-pura melihat ke arah papan tulis akhirnya menoleh untuk menatap Renjun, "Nggak apa-apa?" tanya Mark.

Renju  hanya mengangguk lalu menghadapkan tubuhnya ke arah Mark. Posisi mereka jadi saling berhadap-hadapan sekarang.

"Kemarin gue ngeliat lo pulang bareng cowok. Kalau boleh tau itu siapa ya?" tanya Mark seraya meringis.

Renjun menaikkan sebelah alisnya, "Emangnya kenapa?" tanya Renjun balik.

Laki-laki keturunan Kanada itu mendadak jadi semakin gugup dan kikuk bahkan dia menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

"Jujur aja, Mark. Nggak apa-apa."

Mark menghela napasnya pelan lalu mengalihkan pandangannya.

"Gue cemburu sama cowok itu."

Hening...






Duh! Anjir kenapa gue ngomong sih! Mau di taro dimana muka gue?! Batin Mark dengan panik. Ia mengambil jaket milik Lucas lalu menutupi kepalanya dengan jaket. Rasanya ia ingin tenggelam sekarang juga. Malu banget, dan mereka juga tidak ada hubungan apapun tapi kenapa ia harus bilang cemburu?! KENAPA?!

Sial! Mau dikata apaan gue sama Renjun. Batin Mark yang masih sibuk merutuki kebodohannya barusan. Banyak persepsi muncul diotaknya. Mulai dari Renjun akan bilang kalau itu adalah pacarnya, Renjun yang akan bertanya apa urusannya dan sebagainya. Saking sibuknya memikirkan persepsi yang ada diotaknya, ia sampai lupa kalau disampingnya ini adalah Renjun.

Si Mungil melongo sambil memperhatikan Mark dengan pandangan polosnya seraya mengerjap beberapa kali. Dia sedikit tidak percaya juga kalau Mark akan cemburu dengannya. Lebih tepatnya laki-laki yang pulang bersamanya kemarin.

"Mark," panggil Renjun sambil menepuk pundak laki-laki itu pelan.

"Hm?" deham Mark tanpa melepaskan jaket yang menutupi kepalanya.

"Buka dulu jaketnya, gimana aku bisa ngomong kalau kamu kaya gitu," jengkel Renjun.

Terdengar suara helaan nafas dari Mark lalu ia melepaskan jaket yang menutupi kepalanya.

"Kenapa?" tanya Mark lalu menatap Renjun.

Renjun berhedam canggung, "Jadi... Kamu cemburu sama cowok yang kemarin pulang bareng aku?" tanya Renjun lagi.

"Iya."

"Sebenernya kamu nggak perlu cemburu sih, dia itu cuma kakakku. Bang Kun, yang dulu pernah aku ceritain," jelas Renjun seraya mengangkat kedua bahunya.

Wajah Mark masih datar-datar saja walaupun hatinya sudah teramat lega dan plong saat tau kalau itu hanya kakak Renjun.

"Jadi kecemburuanmu agak nggak masuk akal," lanjut Renjun.

"Nggak masuk akal? Kata siapa?" balas Mark yang masih dengan wajah datarnya.

"Y-ya, kamu ng-ngapain coba cemburu sama abangku sendiri. Nggak masuk akal banget itu," ujar Renjun dengan alis berkerut.

Mark menatap Renjun tepat di kedua bola matanya. Jarang-jarang Mark mau serius dengan seseorang, bisa dibilang Mark ini hampir tidak pernah mau serius dengan siapapun. Maka dari itu, selama 17 tahun hidupnya dia selalu jomblo. Sekali pun dekat dengan seseorang, Mark tidak pernah ada perasaan lebih. Hanya sebatas teman.

Tetapi berbeda dengan Renjun, dengan mudahnya Si Mungil masuk ke dalam hati Mark yang selama ini suram dan penuh dengan sarang laba-laba. Untungnya Mark bukan tipe orang yang keras dan susah untuk didekati dan baru kali ini Mark bisa merasakan suatu perasaan lain pada seseorang.

"Menurut gue cemburunya gue masuk akal kok," ujar Mark datar.

"Hah?"











"Kenapa dia bisa deket sama lo, sedangkan gue nggak bisa? Gue juga pengen kenal lo lebih jauh, Ren."

Kali ini Renjun yang terkejut. Bahkan dia sampai membuka mulut lebar-lebar.

"Ma-maksudnya?" lirinya.

"Gue suka sama lo. Tau istilah love at first sight? Nah! Itu yang terjadi sama gue dan akhirnya gue tau itu nyata," ujar Mark seraya menunduk lalu tersenyum kecil. "Gue berterima kasih sama lo. Karena gue akhirnya bisa ngerasain jatuh cinta untuk yang pertama kalinya," lanjut Mark lagi.

Renjun diam tak berkutik.

***

22th January, 2020

Jangan lupa vote dan komentarnya.

Siap Jendral! 📌 Markren ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang