BAB 6

4.3K 655 44
                                    

Hari ini Renjun ditatar habis-habisan oleh Chenle. Iyalah, Chenle tidak terima kalau Renjun langsung luluh begitu saja hanya karena melihat Marm bercermin di kaca depan kamar mandi. Padahal sama sekali tidak ada ganteng-gantengnya, mukanya lebih mirip kaya air kobokan warteg. Terlalu nyepam.

"Renjun, lo nggak boleh langsung luluh sama Mark. Manusia itu bakalan makin sombong kalau lo dengan gampangnya luluh sama dia," Chenle memulai penjelasannya dengan gaya sok berwibawanya.

Renjun hanya menatap Chenle dengan pandangan bingung. Mau semanis apapun Renjun, kalau sudah menyangkut dengan Mark pasti dia akan berubah. Yang tadinya malu-malu kucing, jadi malu-maluin. Tidak berbeda jauh dengan Mark.

"Terus aku harus gimana?" tanya Renjun bingung.

"Lu manis kok. Mark juga pasti suka sama lu. Tenang aja Mark itu bukan tipe cowok yang mudah menclok ke rumput tetangga kok, dia selalu setia sama satu produk," balas Chenle.

"Ya terus aku harus gimana, Le?" tanya Renjun yang semakin bingung.

"Imej lu harus sama kaya pas awal masuk sekolah. Tetep ramah, polos dan lo nggak boleh langsung kejerat sama pesona manusia itu. Dia itu narsisnya amit-amit," balas Chenle sambil bergidik ngeri membayangkan wajah Mark yang sok ganteng.

"Kayanya dia hina banget ya," celetuk Renjun.

"NAH! ITU LO TAU! DIA EMANG HINA, HINA BANGET!" Chenle berseru heboh, ia sampai bangun dari duduknya hanya untuk menghina Mark di depan Renjun.

Renjun hanya mengangguk-angguk saja, "Tapi aku baru pertama kali ngerasain jatuh cinta loh, Le. Langsung pada pandangan pertama lagi," ujar Renjun lagi.

"Justru itu, kita pakai gerakan bawah tanah aja. Diam-diam menghanyutkan. Jangan kaya serangan subuh, yang langsung hajar aja sampai mampus," saran Chenle. "Lo harus profesional ngedeketin cowok. Eh tapi menurut gue kali ini biarin Mark aja yang ngejar lo. Jangan lo ngejar dia, makin sombong dia pasti," lanjut Chenle.

Renjun mengerutlan keningnya "Ayahku juga pasti nggak akan setuju sama orang kaya Mark. Ayahku overprotective," celetuk Renjun santai.

Chenle menatap Renjun dengan heran, "Kok lo santai banget sih, Ren?" tanya Chenle.

Renjun hanya angkat bahu, "Dari kecil aku udah dididik keras sama ayah. Aku nggak boleh inilah, aku nggak boleh itulah tapi aku ngerti kalau ayah itu sayang sama aku dan dia mau yang terbaik buatku. Makanya aku bisa sampai kaya sekarang ini berkat ayah sama bunda. Setelah bunda nggak ada, sandaranku cuma ayah dan abang. Nggak ada lagi yang bisa aku lakuin selain nurutin semua perintah, larangan dan permintaan ayah. Aku... Aku terlalu sayang sama ayah. Tapi baru kemarin malam aku akhirnya nyoba buat berontak. aku bilang kalau aku jatuh cinta sama seseorang," jelas Renjun sambil menatap lurus.

Chenle merasa hidup sebagai seorang Renjun tidak enak. Terlalu banyak larangan dan tidak bisa bebas berekspresi. Chenle merasa beruntung bisa hidup bebas tanpa kekangan dari kedua orangtuanya.

"Mungkin lo menganggap hidupku menyedihkan banget ya? Hampir semua orang bilang gitu. Kadang aku suka mikir gitu sih, kenapa aku nggak dibebasin kaya anak-anak remaja pada umumnya? Tapi aku tau, pergaulan zaman sekarang nggak baik buatku. Sepintar apapun aku ngejaga diri kalau emang takdirnya aku bakalan dirusak sama orang yang nggak bertanggung jawab, ya aku bisa apa? Mending aku nurutin apa perintah ayah," lanjut Renjun lagi sambil tersenyum kecil.

Laki-laki itu bangkit dari duduknya lalu berbalik menatap Chenle, "Makasih, Le, udah mau bantuin aku ngedeketin Mark tapi setelah aku pikir-pikir lagi, aku nggak akan ngelanggar apa yang dilarang sama ayah. Aku mundur dan matuhin semua perintah ayah."

Siap Jendral! 📌 Markren ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang