1. Free-Trial Strategy

46.2K 2.6K 60
                                    

"Mas, tolong di-weits!" Utami yang tadinya masuk tanpa mengetuk dengan sigap balik badan dan menutup pintu. Ia tak menyangka akan menemukan adegan super panas di hari Senin pukul sepuluh pagi saat ia berada di kantor. Tapi memang tidak ada yang tidak mungkin, apalagi kalau tentang Arun dan kegiatan cintanya.

Tak berapa lama, seorang perempuan berbaju ketat berwarna merah muda dan rok pensil bernuansa senada keluar dari ruangan itu. Wajahnya cantik, terlihat cukup muda meskipun memakai lipstik merah menyala. Ia menatap kesal Utami sebelum beranjak pergi.

"Kelas berapa tuh? Hati-hati lo dituntut pelecehan terhadap anak di bawah umur  sama orangtuanya," kata Utami cuek sambil masuk dan mendatangi Arun di mejanya. CEO merangkap Co-owner itu sibuk membetulkan kerah kemejanya yang sudah agak kusut karena diremas saat bercumbu dengan perempuan tadi.

"Calon karyawan kok, udah lewat tujuh belas tahun," kata Arun sambil berdeham. Sikapnya tetap santai, tidak gelagapan seperti baru tertangkap basah melakukan kesalahan. Begitulah, saking sudah biasa dipergoki Utami.

"Interview anak baru seru amat," sindir Utami sambil meletakkan beberapa map dan duduk di hadapan Arun.

"Lain kali ketuk," kata Arun dengan nada malas. Entah kenapa sindiran dan ucapan sarkas Utami selalu membuatnya sedikit terganggu. Ia membuka map yang berisi beberapa laporan dari bawahannya itu.

"Buru-buru gue."

"Tetep aja."

Utami mendesah, "Baru dua puluh satu tahun itu anaknya. Jangan aneh-aneh dulu deh, Mas."

"Tsk, it was just kissing, okay?" Arun menatap gemas Utami, si perempuan kolot yang penampilannya selalu sama. Heels hitam, setelan celana dan blazer kelabu, serta make up tegas dan tidak terlalu menor.

Sama seperti penampilannya, pemikiran Utami tentang hubungan romantis begitu kuno dan membosankan. Ia tidak pernah bisa mengerti konsep hubungan bersenang-senang ala laki-laki yang sebenarnya sudah sangat matang itu.

"Tapi jangan gituan di kantor lah, Mas. Nggak enak sama anak-anak. Ini kan tempat kerja," entah sudah berapa kali Utami berusaha menyampaikan bahwa mendapati atasan sendiri bercumbu -- bahkan nyaris berhubungan badan -- di kantor itu rasanya luar biasa tidak menyenangkan. Meskipun hubungan mereka sudah seperti sahabat, tetap saja canggung dan risih itu ada.

Kegiatan itu terlalu personal untuk didapati berkali-kali di kantor.  

"Dia kok yang tiba-tiba ngedatengin."

"Ya jangan disosor."

"Masa' iya nggak nyosor kalo udah ditawarin?"

"Ish, dasar piala bergilir lo, Mas! Mentang-mentang masa free-trial sama cewek sebelumnya udah mau abis," ujar Utami geregetan. Ia mengingat bahwa hubungan Arun dengan perempuan yang sedang dipacarinya akan genap tiga bulan di akhir minggu.

Berani taruhan, Arun pasti sudah berencana untuk memutuskan perempuan itu akhir pekan ini.

Bukannya marah, kali ini Arun malah tertawa, "Cuma lo anak buah paling kurang ajar di kantor ini, Tam!"

"Cuma gue juga anak buah yang paling bisa ngerti lo, Mas. Makanya dengerin saran gue."

Arun mendesah sambil tersenyum lebar. Perempuan yang satu itu sering mengatainya macam-macam, seperti "Om-om labil" atau "Cowok free-trial". Tapi Arun tak bisa pungkiri, Memiliki General Manager seperti Utami memang keberuntungan tersendiri bagi Arun.

"Hasil meeting sama rumah produksi WinatArt itu gimana?" Arun memutuskan untuk membuka map yang Utami berikan.

"Kita dapet tiga serial eksklusif, dengan aktor-aktor dari talent agency mereka."

Free-Trial Love [DIHAPUS SEBAGIAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang