"Tam, work in progress exclusive series ya. Udah ditunggu Arun."
"Oke, udah beres kok." Utami menutup telepon dari Olive. Ia segera menyiapkan berkas yang Arun inginkan. Proyek ini sudah berjalan lima puluh persen dan sudah menyelesaikan masa syuting. Sisanya tinggal menggencarkan promosi sembari bagian produksi menyelesaikan proses editing.
Kerjasama dengan WinatArt Vision berjalan sangat lancar dan nyaris tanpa kendala. Jika timeline proyek ini berjalan dengan baik, maka dalam dua bulan lagi, mereka sudah dapat launching serial eksklusif pertama dari Pandoraverse.
Dengan perasaan puas, Utami menuju ruangan Arun dengan cepat. Ia bahkan tak sempat mendengar suara Olive yang menahannya. Setelah membuka pintu itu, ia kembali dikejutkan dengan adegan bergelayutan yang di luar batas kewajaran.
Seorang perempuan bergerak ke bawah, perlahan berlutut di depan Arun yang duduk di atas sofa. Mata pria itu bertemu dengan Utami dan sang anak buah tak menunggu lama untuk menutup pintu ruangan itu dengan keras.
"Orang gila..." bisik Utami dengan wajah syok sambil berjalan ke arah Olive.
"Masih aja lo, Tam. Nih, permen cokelat," Olive menyodorkan permen andalannya untuk menenangkan jiwa Utami yang terguncang.
"Setiap gue pikir nih cowok udah baik, udah insyaf, selalu deh. Emang gue harus expect the worst ya tentang dia."
"Emang lo pernah expect the best ke dia?"
"He helped me a lot through difficult time, Liv. Gue sering percaya kalo dia itu sebenernya cowok yang lebih baik dari sekadar penjahat kelamin, tapi dia gini terus sih."
"Hmm... untung dia bukan cowok lo ya?" Olive memancing pendapat Utami.
"Iya. Amit-amit deh, tekanan batin pasti dapet modelan Mas Arun gitu," jawab Utami dengan emosi yang begitu polos.
Tak lama, pintu ruangan Arun terbuka.
"Aku tunggu ya, Sayanghhh..." ucap perempuan yang tadi Utami lihat punggungnya. Desahan yang panjang di akhir kalimat itu membuat Utami berjengit. Arun hanya tersenyum kepada perempuan itu sebelum menginstruksikan Utami masuk keruangannya.
"She miss me, udah sebulan jarang ketemu," tanpa diminta, Arun memberi penjelasan kepada Utami.
"I don't care, just don't do it in the office. Nih, laporan yang lo minta. Gue cabut," ucap Utami. Ia meletakkan berkas laporannya di atas meja Arun ketika pemiliknya justru masih berada di belakangnya. Setelah itu, Utami berbalik dan dengan cepat melewati Arun.
"Tam, what's your problem," Arun menggenggam lengan Utami dengan cepat. Utami yang dingin selalu membuat perasaannya kalut.
"Lo kan tahu gue nggak suka lihat yang begituan di kantor. Kalo lo emang sibuk, kenapa minta laporan WIP ke gue?"
"Sorry, maksud gue tadi sebenarnya minta dikirim by email aja."
"Tapi kan lo tahu report itu butuh tandatangan lo, jadi pasti selalu gue kasih hardcopy-nya juga."
"Iya, sorry ya, Tam. Gue nggak bermaksud."
"Lo nggak perlu minta maaf sama gue, Mas," ucap Utami sambil tertawa sinis. Ia merasa sikap Arun begitu konyol. Bukankah dirinya selalu memperlihatkan ketidaknyamanannya dalam menghadapi Arun yang selalu bermesraan tanpa kenal tempat dan waktu? Mengapa sekarang pria ini malah merasa bersalah?
"Perlu. Lo terganggu, gue ngerasa bersalah. Sorry, please?"
"It just..." Utami menghadap ke arah Arun dan menatapnya serius, "I know you are better than this."
KAMU SEDANG MEMBACA
Free-Trial Love [DIHAPUS SEBAGIAN]
RomanceArundaya Caraka, seorang co-owner sebuah perusahaan TV-On-Demand lokal terbesar di Indonesia bernama "Pandoraverse" menghabiskan waktu luangnya dengan berpetualang cinta. Tiap tiga bulan sekali, bisa dipastikan dia akan berganti pacar. Hanya satu pe...