21. Awesome Lonesome

12.7K 1.7K 154
                                    

Utami mengetuk-ketuk mejanya dengan gelisah. Pekerjaannya sudah selesai. Kalaupun ada pekerjaan untuk besok, ia sudah tak mampu menggunakan kepalanya untuk itu. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam dan ia bertanya-tanya apakah Arun sudah pulang atau belum.

Ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk.

"BuayArun: nggak usah belagak lembur. Buruan sini ke parkiran."

"Aaarggghh!! Nih orang ngeselin banget sih!" seru Utami sambil mengacak-acak rambutnya. Tebakan Arun begitu tepat sasaran sampai-sampai Utami jadi segan sendiri untuk melakukan hal yang tidak pria itu harapkan.

Utami tidak ingin bertengkar dengan Arun. Maka ia pun mengikuti ucapan pria itu. Ia tahu parkiran khusus Arun di satu lorong basement satu di gedung perkantorannya. 

Arun menyewa satu lorong tersebut agar hanya mobilnya yang berada di sana dan pihak gedung pun menyetujui. Utami menutup mata akan berapa biaya yang Arun keluarkan karena pria itu bersikeras dan membayar lewat uang pribadinya, bukan uang perusahaan. Tapi setiap melihat lorong kosong dengan satu mobil di sana, Utami selalu merasa kesal.

Arun tidak pernah mau memahami kebutuhan karyawan lain yang mengendarakan kendaraan pribadi. Seandainya ia membuka lorong tersebut untuk umum, sekitar enam mobil lain bisa masuk dan itu cukup meringankan beban HRD yang didera-dera protes karyawan untuk pengadaan lahan parkir.

"Udah sok sibuknya?" kata Arun ketika Utami sudah masuk ke dalam mobilnya. Setelah memikirkan betapa mubazirnya lorong parkir tersebut, perkataan itu begitu memancing emosi Utami.

"Bisa nggak ngeselin nggak, Mas?! Sekaliii... aja," keluh Utami.

Tidak disangka, Arun bergerak cepat menangkup pipi Utami dan mendekatkan wajah mereka. Utami menahan napas saking terkejutnya. Tatapan mata Arun membuatnya berdebar hebat.

"Nanti aja berisiknya di tempat aku," kata Arun pelan. Embusan napasnya menerpa hangat ke wajah Utami. Seperti terkena sihir, perempuan itu menurut dan diam.

Utami tak lepas menatap Arun meskipun pria itu telah melepaskannya dan melajukan mobil. Arun saat itu terlihat begitu beda. Tatapannya, suaranya, tak ada satupun tanda dari sahabatnya itu yang muncul. Situasi sudah semakin serius bagi mereka berdua dan Utami tak habis pikir tentang bagaimana mereka bisa berakhir dalam keadaan seperti ini.

Seperti laki-laki dan perempuan yang kerap berdebar tiap berdekatan.

***

Ruang tamu apartemen Arun tak berbeda dari ruang tamu rumah orang kayak yang sangat luas. Hanya saja, ruangan itu tergabung dengan kitchen bar dan ruang makan sekaligus. Dalam apartemen itu terdapat dua kamar tamu, satu kamar utama, dan tiga kamar mandi. Dibandingkan dengan apartemen Utami, tempat Arun jauh lebih luas dan nyaman.

Hal inilah yang selalu membuat Utami bingung jika Arun lebih sering memilih ke tempatnya untuk bekerja.

"Now, let's talk," kata Arun tanpa basa-basi.

"Ngomong... apa?" tanya Utami ragu. Arun bertolak pinggang.

"Apa yang ada di pikiran kamu? Kenapa kamu kesel tapi nggak mau kasih tahu kasih tahu alasannya kayak anak sekolah baru puber?" tanya Arun. Wajah Utami spontan panas mendengarnya.

"Kenapa Mas Arun juga ngeselin banget nanyainnya?" tanya Utami sewot.

"Kamu lebih ngeselin. Aku males ribet, sekarang jelasin aja apa yang ganggu pikiran dan perasaan kamu waktu ketemu Alyssa tadi."

Utami memanyunkan bibirnya, berpikir keras. Anehnya, ia malah lebih memikirkan bagaimana bicara menggunakan 'aku-kamu' dengan Arun dibanding bagaimana menjelaskan perasaannya. Ia duduk di atas sofa dan melepaskan tas-nya.

Free-Trial Love [DIHAPUS SEBAGIAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang