17. Wonder Wander

12.7K 1.6K 93
                                    

Arun melamun nyaris sepanjang rapat bersama jajaran direktur Tarundaya Group. Tentu saja tidak ada yang mempermasalahkan sikap pemilik perusahaan tersebut sehingga rapat di kantor Taru itu tetap berlangsung lancar. Tapi wajah minim ekspresi Arun yang menatap kosong sepanjang rapat membuat Taru penasaran.

"Gue tahu lo nggak dengerin. What's in your head right now?" tanya Taru pada Arun yang duduk di sebelahnya setelah direktur-direktur lain keluar.

"Nothing." Jawab Arun cepat sambil memperbaiki lengan kemejanya yang sebenarnya tidak terlipat ataupun lecek.

"Cewek nih pasti," kata Taru. Arun langsung menatap wajah partnernya itu dengan tatapan terkejut. Tatapan yang begitu rumit dan berbeda untuk pria yang biasa sekadar memikirkan malam ini ingin tidur dengan siapa.

"Utami? Udah nyadar lo?" Taru seketika memahami makna tatapan Arun.

"Nyadar apa sih?" reaksi antara risih dan penasaran itu pun muncul.

"That you like her." Taru menyelipkan tawa dalam ucapannya, seolah pertanyaan Arun tadi begitu bodoh.

"Why is everyone telling me this?" Arun berdiri, menghindari tatapan mata Taru.

"Siapa lagi yang ngasih tahu lo?"

"...Olive." Meskipun ragu, Arun tetap bicara.

"She's a smart girl, you should heard her."

Taru sangat menikmati momen ini, dimana dia duduk mengamati Arun yang entah masih ingin bicara atau pergi karena malu. Tapi setelah berpikir keras, Arun menghadapkan tubuhnya ke arah Taru.

"Seriously, Mas. Emang gue keliatan suka sama Utami?" tanya Arun. Taru tersenyum, akhirnya Arun berhenti berpura-pura berteman dengan perempuan itu dan menghadapi pertanyaan yang satu ini.

"Seriously, Run. Stop pretending. Semakin sering lo denial dengan jalan sama cewek lain, semakin susah lo ngejar dia. Mending sekarang fokusin effort lo buat dia aja, I guess she's a hard catch." Taru memberi pendapatnya.

"Hard... but good one," kata Arun sambil menunduk dan menahan senyum.

"Of course," Taru menepuk meja, "Makanya gue selalu bilang ke lo. Kejar Utami."

Arun tidak bisa membayangkan bahwa ia akan berada di posisi ini, menjadi pria yang ingin mendapatkan hati Utami. Mereka bertemu dan kenal lama dalam emosi, berkembang menjadi sahabat.

Dulu, keberadaan Gun mendesaknya untuk puas dalam status itu. Sekarang ia hanya takut hubungannya menjadi terlalu rumit.

Tapi tak seharusnya Arun takut. Tidak saat ini, saat dimana Utami butuh seseorang agar selalu dekat dan menemaninya.

Seharusnya Arunlah yang menjadi orang itu.

***

"Tam, sibuk nggak?" Pukul setengah tujuh malam, Arun mendatangi ruangan Utami.

"Lumayan. Kenapa?" jawab Utami sambil mengetik.

"Temenin gue dong." Utami berhenti mengetik dan menatap pria yang sedang berjalan ke arahnya.

"Ke mana?" Tanya Utami.

"Ke mini theatre di daerah pusat."

"Ngapain?"

"Mau tahu aja kayak gimana experience-nya. Yuk ah, buruan."

"Hah?" Utami menatap pasrah ekerjaannya yang belum selesai. Tapi di sisi lain Arun sudah beranjak dan harus segera diikuti. Perempuan itu mendesah, ia harus bergadang lagi malam ini.

Free-Trial Love [DIHAPUS SEBAGIAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang