18. Emotional Ripple

12.4K 1.6K 244
                                    

"Tam, kamu sakit?" tanya Yoga. Tami yang tadinya tengah melamun langsung menggeleng dan tersenyum.

Tidak seperti tiga pertemuan sebelumnya, makan bersama Yoga menjadi terasa begitu hambar.

Pantes banyak cewek yang suka, emang seru sih jalan sama dia...

Utami langsung menggelengkan kepalanya setelah batinnya berkata tanpa berpikir. Ia tak rela mengakui apa yang terjadi kemarin malam sebagai 'jalan bersama'. Ia pasti sudah gila karena tak bisa berhenti memikirkan Arun sejak saat itu. Beruntung hari ini keduanya sibuk dengan urusan masing-masing sehingga tidak bertemu. Utami masih dapat menghindari Arun dengan puta-pura tidak membaca pesan dari pria itu.

"Kamu bengong lagi tuh. Are you okay?" tanya Yoga lembut. Ia menggenggam lembut tangan Utami dan perempuan itu mengutuk dirinya dalam hati karena malah mengingat sentuhan Arun di bahunya kemarin.

"Saya nggak apa-apa, Yog."

"Padahal saat ini, aku mau ngomongin sesuatu yang serius," kata Yoga. Utami menjadi kembali fokus pada makan malam  itu setelah mendengarnya.

Teman kencannya saat ini begitu tampan, cerdas, dan karismatik. Nyaris seperti Arun, tapi terlihat lebih kaku dan serius. Sudah pasti tidak genit. Setelah bertemu dan mengobrol beberapa kali, Utami merasakan kecocokan. Mungkin jika dijalani lebih lanjut, ia bisa melabuhkan kepercayaannya pada pria ini.

"Mau ngomong apa?" tanya Utami.

"Tam, You're a very special woman. Aku nggak nyangka kalau aku bisa merasa se-passionate ini sama seorang perempuan. Setiap hari aku bener-bener jadi bersemangat, karena aku menunggu waktu untuk bisa ngobrol sama kamu," ucapan Yoga terdengar begitu tulus dan manis di telinga Utami. Ia merasakan kembali debaran-debaran seperti ketika Gun memintanya untuk menjadi kekasih saat SMP dulu.

"Aku bahkan nggak pernah ngerasa begini ke istriku sendiri." Senyum Utami menghilang.

"Ke siapa? Istri kamu??" tanya Utami yang telah berharap ia salah dengar. Perasaannya seketika keruh, apalagi melihat Yoga yang kini seperti tak sabar untuk menjelaskan.

"Tam, dengar aku dulu ya..." kata Yoga berusaha menenangkan Utami.

"Ya saya dengar, kamu buruan jelasinnya," ucap Utami tegas. Yoga menghela napas.

"Betul. Aku memiliki istri dan dua orang anak di luar kota. Di kota asalku, Jember. Tap- Tam, denger dulu ya." Yoga semakin sulit menjelaskan ketika melihat Utami bergerak cepat untuk pergi. Tangannya pun ditepis dengan wajah jijik.

"Yoga, yang bener aja deh! Kamu jadiin saya selingkuhan gitu?!" Utami memelotot. Ia benar-benar marah. Kalau bukan karena mereka sedang berada di restoran mahal dan ternama seibukota, ia tak mungkin menahan diri untuk tidak berteriak dan memukuli pria berengsek di hadapannya.

"Nggak, Tam. Aku serius, aku benar-benar jatuh hati sama kamu," ucap Yoga.

"Terus?! Kamu mau menceraikan istri kamu?!" bisik Utami tajam. Ia tak percaya kepada laki-laki yang berada di hadapannya. Bagaimana bisa ada orang yang begitu tak tahu malu seperti Yoga ini.

"Nggak," Yoga menggeleng dan menatap Utami dalam, "Aku mau kamu menjadi istri keduaku"

Mulut Utami menganga. Tak pernah ia sangka bahwa dirinya bisa berada dalam situasi seperti ini. Ia merasa harga dirinya sedang ditawar serendah mungkin oleh orang asing. Kesal, jijik, dan sedih bercampur sampai ia tak tahu bahwa Yoga sungguh-sungguh atau tidak.

"You're kidding, right?" tanya Utami.

"I'm serious, Tam." jawab Yoga tanpa ragu.

"Kamu mikir perempuan tuh apa sih? Koleksi buat di rumah?" suara Utami sudah bergetar. Ia merinding membayangkan bahwa beberapa menit yang lalu dirinya sempat berpikir untuk bersama laki-laki di hadapannya itu.

Free-Trial Love [DIHAPUS SEBAGIAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang