[Empat Tahun Lalu]
Arun terlena dengan permainan lidah perempuan yang tengah ia remas pinggangnya di atas sofa ruang VIP sebuah klub malam terbesar di Indonesia. Gairah yang menggebu membuatnya mendesah hebat ketika perempuan lain di sisinya menyambar kerah dan menarik wajahnya untuk meminta jatah kuluman maut Arun.
Tak mau kalah, perempuan yang tadinya sempat menguasai tubuh Arun menangkup paksa rahang pria itu lalu kembali menciumnya. Perebutan itu terjadi beberapa kali sehingga Arun harus bergantian mencumbu perempuan di kiri dan kanannya agar mereka tidak saling cemburu.
"That is disgusting." Tahu-tahu Utami sudah berdiri sambil bertolak pinggang di hadapannya. Melihat perempuan berpakaian kantor yang serba tertutup dengan blazer tebal dan celana warna senadanya saja sudah membuat Arun sakit mata. Ditambah ucapan tadi, Utami benar-benar sukses merusak suasana menyenangkan yang baru terjadi selama sepuluh menit tadi.
Perempuan-perempuan itu menatap Utami jijik karena dianggap salah kostum.
"Mbak, Mbak, ruang sebelah sendirian tuh. Coba temenin, syukur-syukur dijajanin tas. Mas yang ini sibuk, seminggu ini kalian pasti dicuekin. Nggak prospek," ujar Utami, berusaha mengusir dua perempuan itu agar dapat berdiskusi serius dengan Arun.
Ia tak menyangka bahwa kedua perempuan itu dengan mudah percaya dan meninggalkan Arun meskipun pria itu sudah mencoba menahan dengan tatapan sayu karena terbakar gairah tanggung.
"Heeey... that was fun until you ruin it!" protes Arun terhadap Utami. Perempuan yang ditegurnya menatap Arun sambil memasang ekspresi seperti tengah menahan napas. Ia pun duduk di depan Arun dan meletakan sebuah berkas di atasnya.
"Lo harus tanda tangan ini," Utami memutuskan untuk tidak membahas kesenangan Arun tadi. Ini adalah pertama kalinya ia ke klub. Ini juga adalah pertama kalinya ia melihat tiga manusia bercumbu dan hal itu membuat perutnya mual serta wajahnya kepanasan.
Berhubungan dengan Gun sekian lama telah membuatnya menjauhi hal-hal liar sehingga pemandangan Arun dan perempuan-perempuan tadi nyaris tak sanggup diterima akal sehatnya. Kini, Utami mencoba menetralisir perasaannya agar dapat berdiskusi serius dengan si atasan. Untungnya ia masih punya waktu untuk menenangkan diri sementara Arun membaca dokumen yang ia bawa.
"It's a huge project, Tam." Arun menutup berkas yang Utami berikan dan menatap perempuan itu dengan raut wajah yang jauh berbeda dari satu menit sebelumnya.
"I know," ujar Utami sambil menahan helaan leganya melihat Arun versi CEO telah kembali.
"Then you know we should discuss it with all business departement before you could get my sign," kata Arun sambil merebahkan tubuhnya ke sofa. Belum pernah ada anak buah yang menantang dirinya seberani ini selama lima belas tahun, apalagi dengan sebuah proyek yang sangat menarik baginya.
"Why should I? Gini lebih cepet," balas Utami tanpa ragu. Arun memajukan tubuhnya perlahan dan menatap Utami tajam.
"Don't play around with my company. Mas Taru nggak bakal suka ini."
"Mas, gue mau kejar proyek ini," Utami mencoba membujuk atasannya dengan antusias.
"Why?" Arun begitu tertarik dengan binar semangat Utami untuk perkembangan Pandoraverse. Ia sedikit merasa bodoh sempat meragukannya dulu.
"Karena udah saatnya Pandoraverse punya serial eksklusif-nya sendiri. Come on, apa artinya TV-ON-DEMAND kalo isinya kebanyakan bisa ditonton di tempat lain juga?"
Arun tersenyum melihat kegigihan di hadapannya. Perempuan itu bahkan mengejarnya sampai ke dalam klub untuk ini semua. Tanpa tantangan lebih lanjut, ia menandatangani berkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Free-Trial Love [DIHAPUS SEBAGIAN]
RomanceArundaya Caraka, seorang co-owner sebuah perusahaan TV-On-Demand lokal terbesar di Indonesia bernama "Pandoraverse" menghabiskan waktu luangnya dengan berpetualang cinta. Tiap tiga bulan sekali, bisa dipastikan dia akan berganti pacar. Hanya satu pe...