5

2.7K 267 10
                                    


HAPPY READING

Beberapa hari kemudian Sakura perlu berdiskusi dengan Sasuke karena ini menyangkut hubungan rumah tangga dan tentu sebagai kepala keluarga Sasuke harus memutuskan persetujuan atau tidak. Benarkan? Walaupun seorang Raja yang mengayomi tanah air yang luas, Rumah utama pun harus diperhatikan. Itulah kenapa Sakura nekat datang sebelum dipanggil, apalagi jika harus mengingat pertengkaran mereka.

"Saya menghadap Baginda Yang Agung." Sakura membungkuk sopan.

"Katakan!"

"Saya hanya akan melaporkan jika persiapan pernikahan Anda hampir selesai, Kastil Lavender juga sudah disiapkan sesuai deskripsi yang Anda minta, jika ada waktu Anda bisa memantaunya, dan katakan apa saja yang kurang, jika masih ada waktu akan segera diperbaiki atau ditambahkan." Sakura menjeda penjelasan saat dirasa ternyata Sasuke terlihat tak perduli. Menelan ludah berat, Sakura melanjutkan. "Ano~ itu, untuk paska pernikahan, kali ini selir Anda sudah tiga, apakah Selir Karin dan Selir Ino masih akan memiliki jadwal?" Tanya Sakura ragu-ragu. Bukan tanpa alasan Sakura bertanya, kedua selir itu pasti akan merecokinya jika sampai Sasuke hanya perduli dengan selir ketiga yang sudah jelas sangat dicintai Sasuke, dan Sakura ingin meluruskannya sekarang sebelum masa itu datang.

"Bukankah ini terlalu dini, tidak seperti saat kau menjadwalkannya dulu?"

"Hamba hanya merasa, pertanyaan itu akan merecoki saya dikemudian hari, dan saya akan menyampaikannya pada saat pertemuan rutin tepat pada hari pertama bagi Selir Ketiga, ini semata-mata untuk menghindari konflik dalam Harem Raja. Karena untuk masalah pembagian nafkah lainnya sudah selesai disusun sesuai pembagian dan sudah disesuaikan dengan anggaran."

"Bagaimana jika aku mengunjungi mereka berdua hanya karena ingin, biar bagaimana pun Hinata sudah menjadi prioritas?" Sasuke mencoba untuk menguji Sakura, oh jangan lupakan Sasuke yang masih marah karena Sakura berani berbohong dan sampai saat ini masih belum tahu kemana dan untuk apa saat itu Sakura menghilang.

Sakura hanya memejamkan mata berat. Hari-harinya akan dipenuhi rengekan mulai sekarang. "Itu hak Anda, saya hanya perlu menyampaikan kepada kedua selir jika begitu, ini berarti jadwal rutin kunjungan murni dihapuskan."

"Kau menyerah?"

"Saya tak bisa memaksa kehendak. Segala upaya akan diusahakan untuk kenyamanan harem Anda, tapi sesuatu yang berkaitan dengan kehendak Anda bukan sesuatu yang bisa saya putuskan." Sakura menjawab dengan lugas.

"Mengapa kau begitu membela mereka, selama ini kau mengurus mereka dengan baik dan adil?"

"Untuk menghindari cemburu antar istri, rasa cemburu seorang istri bisa membuat saling membunuh dan aku tidak mau dimasa kekuasaan ku itu terjadi. Aku tak pernah membedakan nafkah mereka sekali pun Selir Ino hanya dari kelas dayang, begitu pula dengan nafkah batinnya. Mereka sama, sama-sama istri Anda." Sakura tidak bermaksud untuk mengasihani diri sendiri, tapi itu kenyataannya, Sakura dan Sasuke sejak awal sudah memiliki kesepakatan, segala resiko sudah harus dipikul sejak saat itu dan kehadiran selir ketiga jelas merubah susunan dalam harem.

"Dan kau salah satu orang cemburu itu?" Sasuke mencemooh rendah. Memang Sasuke akui jika ia brengsek dengan menyimpan banyak istri, termasuk untuk memanasi Sakura yang dulu ia anggap sebagai orang angkuh. Nyatanya semua baik-baik saja. Pola pikiran yang Sakura maksudkan tidak terjadi selama ini.

"Saya terlalu lelah jika merasakan itu." Balas Sakura secepat pertanyaan itu terlontar. "Lebih baik saya melakukan hal bermanfaat daripada menunjukkan sisi melankolis yang menjijikan." Jawab Sakura mantap. Sasuke memandang Sakura dengan tatapan yang sulit didefinisikan. Setegar itu. Atau memang masalahnya sejak awal Sakura ingin pada posisi itu, bukan posisi istri. Sialan.

My Heart, My KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang