Renjun kaget. Awalnya dia kesal karena pintu rumahnya terus diketuk dan Haechan tidak masuk-masuk. Tapi apa, yang dia lihat malah seorang Han Jisung, sahabat seorang Kim Seungmin.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Renjun berubah sinis.
"Main," jawab Jisung singkat lalu nyelonong masuk ke dalam, lebih tepatnya copyan Jisung.
"Gak sopan banget sih!" Bentak Renjun marah sambil mendorong Jisung hingga kembali keluar.
"By the way, kok bau bawang, ya? Lo punya kebun bawang apa gimana?" Celetuk Jisung dengan kekehan mengejeknya.
"Pergi dari rumah gue sekarang juga! Gue gak mau terima orang aneh kayak lo sebagai tamu gue!" Usir Renjun emosi dan ingin mendorong Jisung lagi.
Tapi, badannya tiba-tiba menjadi kaku, dirinya mendadak tak bisa bergerak.
"Maaf Renjun, gue bikin lo diem dulu, ya. Hehe," kekeh Jisung senang lalu duduk di kursi dengan santai.
"Woi, lo apain gue? Lo dukun?!" Pekik Renjun panik karena dirinya benar-benar tidak bisa bergerak.
"Gue Han Jisung, si manusia tampan dan rupawan keturunan keluarga Harry Potter," balas Jisung dengan percaya dirinya.
"Lepasin gue!!!"
Sementara itu, Jisung yang asli mengendap-ngendap masuk menuju ruang tamu. Ternyata disana, Yoonbin berusaha melepaskan diri dari rantai perak yang membelengu dirinya.
"Pst, lo diem dulu, gue mau bacain mantra."
Yoonbin terkejut. Dia kira ada bisikan setan, tapi ternyata bisikan Jisung yang sedang mengarahkan tongkat dan membaca mantra.
Setelah itu, rantai yang membelengu tubuh Yoonbin lepas begitu saja. Begitu juga benda aneh yang mengelilingi dan mengikat Jinyoung.
"Ayo pergi dari sini, kita ke rumah gue," ajak Jisung.
Yoonbin mengangguk dan menggendong Jinyoung di punggungnya.
Mari kita kembali lagi keluar, dimana si Jisung copyan sedang meledek Renjun habis-habisan karena berteriak emosi minta di lepaskan.
"Mau lepas? Tidak semudah itu haha!" Jisung pun tertawa.
"Heh, gue setuju bantuin dia karena gue gak mau mati! Permainan ini berjudul dead or kill. Gue gak mau dibunuh, gue mau kalian yang mati!"
Jisung tampak tak peduli. Dia asik memandangi tongkat sihirnya yang lumayan bagus, justru paling bagus di dunia sihir.
"Ah, udah waktunya, ya," gumam Jisung sambil mangut-mangut mengerti.
Dia pun berdiri dari duduknya, lalu melambaikan tangannya pada Renjun. "Bye bye, gue pergi dulu, ya."
"Hah? Woi lo mau kemana?!"
Tepat saat itu, Jisung menghilang. Seketika Renjun sadar, kalau dia telah dibodohi.
"Sialan! Han Jisung sialan!"
Hal pertama yang Yonghee lihat begitu sampai di rumah Hyunjin adalah Jeno yang ingin menikam Hyunjin dengan pisau.
Yonghee panik, dia melesat ke arah Jeno dan merebut pisau tersebut dan melemparnya jauh-jauh.
"Ohh, jadi lo vampire juga?" Jeno terkekeh sinis. "Kenapa lo hidup di dunia ini? Lo bikin gue dalam bahaya! Kalian harus dibasmi!"
"Lo pikir gue nyamuk yang harus dibasmi?!" Protes Hyunjin tidak terima. "Nih, dengerin gue. Gue makan juga pilih-pilih. Gue gak mau minum darah lo, nanti gue ketularan emosian kayak lo."
"Argh! Gue pusing anjing!" Erang Jeno emosi.
"Daripada kalian debat disini, lebih baik kalian bantuin gue. Lindungin yang tersisa, Renjun dan dalangnya mulai beraksi," ucap Yonghee serius.
"Ayo, tapi urus nih manusia satu. Gue kesel anjing dibentak-bentak terus, emangnya gue tembok yang cuma diem aja jadi pelampiasan emosi lo!" Sinis Hyunjin.
"Udah! Ayo ke rumah Soobin, gue yakin disana aman," ajak Yonghee lalu melesat lebih dulu, disusul oleh Hyunjin.
"Woi! Kok gue ditinggal?!" Seru Jeno marah. Tak lama kemudian, Hyunjin kembali lagi dan membawa Jeno melesat bersamanya.
Ck, untung ganteng.
"Soobin, makanan di rumah lo enak-enak, ya. Di rumah gue mana ada makanan seenak ini," curhat Haechan sambil melahap sop ayam buatan Soobin.
"Jelas dong, gue kan jago ngeracik bumbu," ucap Soobin bangga sambil membusungkan dadanya.
"Lo penyihir?" Tebak Haechan, Soobin yang baru saja meneguk air putih refleks tersedak.
"Bukan! Gue bukan penyihir, yang penyihir mah Jisung, Han Jisung," sanggah Soobin seraya meletakkan gelas minumnya di atas meja.
"Tadi lo bilang racik bumbu, penyihir kan suka ngeracik-racik," kata Haechan.
"Ya elah, gue kan pernah ikutan masterchef. Gue jelas bisa masak lah."
"Widih, berarti lo ketemu chef Juna, dong? Bagi kontaknya, dong!" Pinta Haechan antusias.
"Gak punya."
"Ya elah, php lo, Bin." Haechan membanting sendoknya ke meja karena kesal.
"Udah, mending lo habisin makanan lo, terus siapin diri buat serangan mendadak nanti," kata Soobin yang berubah serius.
"Gue mah santai aja, kalo di serang tinggal kabur," celetuk Haechan yang dibalas toyoran di kepalanya.
"Dasar, jangan pengecut dong, Chan."
"Gak bakal elah, gue mah setia kawan, membantu kawan disaat dia sedang susah. Eh bentar, lo itu apa sih sebenernya? Lo pihak mana?"
"Gue pihak baik, dan gue manusia," jawab Soobin.
"Tapi, gue kok berpikir lo manusia yang spesial. Maksud gue, lo bukan manusia biasa."
"Tau dari?"
"Barang-barang yang ada di rumah lo gak pernah gue lihat sebelumnya. Apalagi disini banyak senjata, bahkan alat canggih yang belum dipublikasikan di dunia," jelas Haechan sambil menunjuk barang-barang yang dimaksud.
"Gue gak nyangka lo seteliti itu, Chan." Soobin tertawa pelan. "Yup, lo benar. Gue bukan manusia sembarangan."
"Nah kan! Lo itu apa?!" Seru Haechan tak sabaran, dan Soobin tersenyum menunjukkan lesung pipitnya.
"Gue ilmuwan, Chan. Gelar gue profesor."