Renjun geram. Dia ingin pulang, tapi pintu kelasnya terkunci secara tiba-tiba. Dia sudah berusaha untuk mendobraknya, tapi Haechan bilang ada lemari di depan pintunya.
"Liat kan, gara-gara lo nyuruh kita diskusi dulu, kita gak bisa pulang!" Teriak Renjun marah. Dia ada janji dengan ibunya untuk membuat kue bersama.
"Siapa sih yang berani iseng kayak gini? Gue capek, gue mau rebahan," sahut Sanha yang sama kesalnya dengan Renjun.
"Daripada ngoceh gak jelas kayak gitu, mending kalian perhatiin papan tulisnya," kata Hyunjoon yang membuat semua pandangan fokus kesana.
"Angka 3? Maksudnya apa? Ada 3 vampire?" Soobin garuk-garuk kepala bingung dan Sanha bertepuk tangan heboh.
"Bisa jadi! Pinter banget kembaran gue."
Soobin mendelik. "Sembarangan, kembaran dari mana coba," cibirnya kesal.
"Eh, jangan-jangan angka 3 itu tanggal lahir? Bulan lahir? Tanggal dia jadian?"
Soobin langsung menoyor kepala Sanha yang mulai mengoceh ini itu. Ternyata ini alasan dia diam sejak tadi, dia mengeluarkan semua energinya sekarang.
"Bulan ke-3 itu bulan Maret, maksud lo yang lahir bulan Maret, gitu?" Tanya Haechan, Sanha mengangguk membenarkan.
Sontak mereka semua menatap Jinyoung yang berdiri di pojok ruangan dengan badan bersandar ke tembok dan kepala tertunduk.
"Dead or kill, mati atau bunuh," desis Jeno sambil mengeluarkan cutter dari dalam tasnya secara diam-diam.
Poni Jinyoung menutupi matanya, tapi terlihat jelas dia sedang menggumamkan sesuatu, entah apa itu.
"Bukan Jinyoung!" Seru Sanha. "Dia lahir bulan Mei. Lagipula gue sering lihat dia makan, kok. Vampire kan gak makan."
"Jangan gegabah! Game ini bertujuan untuk hancurin persahabatan kita, lo nyakitin temen lo, gue gak akan maafin kesalahan lo." Hyunjoon pun angkat bicara ketika Jeno hendak menghampiri Jinyoung.
"Lo belain temen sebangsa lo itu?" Jeno terkekeh sinis, membuat Hyunjoon terbelalak.
"Lo nuduh gue, Jen? Lo gak liat gue makan kayak kalian?"
"Bisa aja makanan yang kalian makan dicampurin sama darah. Who knows?" Jeno mengedikkan pundaknya.
Sanha langsung ingat dimana Jinyoung makan sandwich dengan saos berwarna merah pekat dan cukup kental. Apa benar itu darah?
"Stop! Sekarang gue tanya, ada yang tahu siapa yang bikin game ini? Gue mohon jujur, gue gak mau ada korban lagi!" Bentak Renjun frustasi.
Tidak ada yang menjawab. Renjun mengusak rambutnya, dia benar-benar bingung sekarang. Siapa sih dalang dibalik semua ini?
"Yonghee yang bikin gamenya."
Suara dingin Jinyoung mengejutkan mereka semua. Suasana yang awalnya tegang berubah mencekam.
"Tapi, game yang dia buat gak kayak gini. Ada yang merubah semuanya dan sengaja memainkan gamenya di kehidupan nyata."
Sanha tergagap-gagap sambil menunjuk temannya itu. "Ta-tapi, lo tau siapa dalangnya?"
"Lo sengaja mengulur waktu supaya lo gak dibunuh, kan? Vampire sialan, gue gak mau mati ditangan makhluk kayak lo!"
"Jeno, jangan!!!"
Soobin dan Sanha langsung maju menahan Jeno. Mereka memegangi tangan temannya itu sambil berusaha menariknya menjauh dari Jinyoung yang hanya diam saja.
"Dia vampire! Kulit dia pucat, suhu badannya dingin, dan dia selalu makan sendiri," ucap Jeno mengutarakan pendapatnya.
Disela perdebatan mereka, Haechan bergelut dengan pikirannya. Dia sibuk memikirkan clue yang dimaksud.
"Jangan-jangan Hwang Hyunjin temennya Jisung? Dia lahir bulan Maret, tapi dia gak pendiem," gumamnya, bingung.
"Kalian berdua mau hidup atau mati?"
Sontak Sanha dan Soobin memperat pegangan mereka pada Jeno agar tidak terlepas. Jeno yang amarahnya sudah mencapai ubun-ubun dengan sekuat tenaga memberontak agar dilepaskan.
Jinyoung geleng-geleng kepala sambil terkekeh. Dengan santai dia berjalan ke arah jendela, menggesernya, lalu naik ke atas meja dan melompat keluar.
Haechan langsung menepuk jidat. Kenapa nggak kepikiran dari tadi?!
Jinyoung berjalan santai menyusuri koridor sekolahnya yang sepi. Awalnya dia sendirian, tapi tak lama kemudian dia melihat seseorang sedang mengendus-ngendus sesuatu.
"Yonghee?"
Orang itu bergeming. Badannya yang membelakangi Jinyoung membuatnya ragu apakah dia adalah Yonghee atau bukan.
"Lo Yonghee, kan?"
Oke, Jinyoung mulai ragu. Kalau dia Yonghee, seharusnya dia menoleh kepadanya dong, tidak diam seperti itu. Dan rambut orang itu berwarna pirang, sementara rambut Yonghee berwarna coklat.
Sinyal bahaya pun menyala, Jinyoung mengambil posisi waspada. Orang itu tertawa pelan, sebelum akhirnya berbalik badan menghadapnya.
"Kenapa sih vampire harus dibunuh? Mereka kan juga mau hidup."
Dia terkekeh pelan. Sebagian wajahnya diterangi sinar lampu yang remang-remang. Matanya merah menyala.
"Kaget ya? Gue kan vampire setengah manusia, jadi gak ada yang bakal curiga sama gue."
Jinyoung mendesis. "Lo ngapain disini?"
"Cari makan. Oh ya, di kelas lo banyak makanan, kan? Kayaknya darah mereka enak."
Jinyoung mengepalkan kedua tangannya erat. Kemudian dia mendongak, menatap orang di depannya dengan tatapan tajamnya.
"Gue bakal bunuh lo kalau lo sentuh mereka."
"Aduh, serem banget, sih. By the way, gue udah nyicipin darah salah satu temen lo, enak banget. Namanya Park Jihoon, anak polos yang gampang banget gue tipu."
Orang itu berhenti tertawa. Senyumannya sirna digantikan dengan seringaian kecil yang membuat Jinyoung semakin waspada.
"Jinyoung, ikut gue, yuk."
Keesokan harinya, Jinyoung tidak kembali. Dia menghilang.
