"JAEMIN HILANG?!"
Junkyu kaget, kaget banget malahan. Dia lagi asyik makan bakso dikantin langsung heboh setelah mendengar informasi dari Sanha.
Jihoon pun sama, tangannya yang udah siap menyuap sesendok nasi ke mulutnya langsung berhenti begitu saja.
"Sumpah, cuma ada tasnya doang di kelas. Lo berdua tau dia kemana?" Tanya Sanha cemas.
Junkyu saling melempar pandang, lalu menggeleng bersamaan. Hal itu membuat Sanha pusing.
"Gue tanya Haechan aja deh, siapa tau dia tau. Dia kan temen deketnya Jaemin. Oh, atau gue tanya Jeno aja, ya?"
"Jangan!"
Sanha tersentak kaget. Jihoon berdeham pelan lalu mengusap tengkuk lehernya.
"Jeno kan lagi ngurusin ibunya yang lagi sakit, jangan nambah beban pikiran dia."
Sanha memicingkan matanya curiga. Junkyu pun sama, dia melayangkan tatapan aneh dan herannya kepada temannya yang satu itu.
"Ya udah deh, gue ke Jinyoung dulu, ya," pamit Sanha yang dibalas anggukan oleh Junkyu.
Setelah Sanha pergi, Junkyu memijat pelipisnya pening seraya menyedot jus jeruknya.
"Hoon, gue bingung deh. Jaemin kan vampire, kok bisa dia yang mati?"
Jihoon kaget. "Loh, tadi lo kaget karena Jaemin hilang. Kok sekarang lo bilang Jaemin vampire, dan lo bilang dia mati?!"
"Sst, jangan keras-keras!"
Jihoon refleks menutup mulutnya dengan tangan dan mengangguk menurut. Setelah itu, Junkyu mendekatkan diri untuk berbicara.
"Waktu itu, gue gak sengaja liat dia lagi minum darah dari kantung darah yang dia bawa. Untungnya sih gue gak ketauan, kalo ketauan darah gue yang bakal dia minum," bisik Junkyu serius.
"Terus terus?"
"Gue heran. Dia kan vampire, tapi kan waktu itu kita disuruh bunuh warewolf. Otomatis warewolfnya belum ketemu, dong?!"
Jihoon meneguk salivanya gugup, kemudian terkekeh pelan. "Hehe, kalo gitu lanjutin aja rencana kita."
"Hmm." Junkyu mengusap-usap dagunya. "Petunjuknya pirang, di sekolah kita banyak yang pirang. Maksudnya pirang yang kayak gimana dulu, nih?"
"Mungkin blonde? Pirangnya kuning kayak Felix?"
"Ngawur lo, gak mungkin Felix, lah," sanggah Junkyu sambil tertawa kecil.
"Terus siapa? Lo gitu?"
Seketika tawa Junkyu langsung terhenti, berubah menjadi datar tanpa ekspresi.
"Maksud lo nuduh gue apaan? Jelas-jelas rambut gue warnanya hitam. Lo benci sama gue?"
Jihoon bingung. Dia cuma asal bicara, tapi kenapa Junkyu semarah itu? Wah, mencurigakan.
Jeno memutuskan untuk bertemu dengan Hwall. Dia ingin berbicara empat mata dengan pemuda bermata tajam itu.
Tapi Yoonbin terus mengikuti Hwall kemanapun dia pergi, membuat Jeno geram setengah mati.
"Woi, ayo ke rooftop."
Hwall menatap Jeno dengan kesal. "Lo bisa ngajak dengan nada yang baik gak, jing?"
Jeno malah mengibaskan tangan tak peduli kemudian berjalan lebih dulu menuju rooftop.
Yoonbin ingin ikut, namun Hwall segera melarangnya, kemudian menyusul Jeno.
Begitu sampai di rooftop, Hwall menutup pintu dan berjalan menghampiri Jeno yang berdiri di depan pagar pembatas.
"Hal penting apa yang mau lo omongin sama gue?"
Mendadak atmosfer disana memanas. Entah perasaan Hwall saja atau bagaimana, Jeno seperti baru saja mengetahui sebuah rahasia besar.
"Jen, lo gak tuli, kan? Buruan ngomong, gue sibuk."
Kekehan pelan keluar dari mulut Jeno yang kini menghadap Hwall dengan seringaian aneh yang terukir di sudut bibirnya.
"Hwall, lo tau siapa werewolf di sekolah ini, kan?"
"Hah? Maksud lo apaan sih Jen-"
"Kasih tau gue atau pisau ini bakal gorok leher lo sekarang juga."
"Jeno, lo gila ya?!" Bentak Hwall marah sembari mendorong Jeno untuk mundur.
"Dead or kill, mati atau bunuh. Gue lebih baik bunuh orang yang diminta daripada gue yang harus mati! Sekarang, lo kasih tau gue siapa werewolf di sekolah ini!"
"Gue gak tau, bangsat."
"Ohh, masih pura-pura bego ya lo." Jeno mengangguk-anggukan kepalanya seraya memutar-mutar pisau lipat yang dia pegang.
"Sekarang lo pilih, lo mau werewolf itu yang mati atau Sunwoo yang mati."