Pemuda di tribun keabuan tersebut mengangkat sebelah tangannya. Menyapa gadis ceria yang setiap hari selalu bersama dia.
"Hai, Sivia." Biasanya, ia akan mengusap kepala gadis itu pelan atau terkadang tersenyum untuknya.
Plak!
Gabriel memegangi pipi kanannya yang memerah. Tatapannya tidak mengerti sekaligus tidak menyangka.
"Vi?"
"What are you doing, Gabriel?"
Apa maksudnya? Masih sama, Gabriel semakin bingung dengan Sivia.
"Maksud kamu apa?"
"Apa yang kamu lakukan ke Shilla?"
Rupanya tentang itu.
Gabriel meremas poni depannya pelan dengan sebelah tangan. Sivia jelas sudah tau semuanya dari Ashilla.
"Aku beneran gak bermaksud."
Sivia berdecak keras. Dirinya mendudukkan diri di sebelah pemuda itu. Masih tidak ingin mempercayai Gabriel ada dibalik perubahan Shilla.
"Kenapa harus Shilla, sih, Yel?" Pelan, Sivia berujar pada dirinya sendiri.
Tentu Gabriel tidak dapat memberikan balasan untuk pertanyaan sayup-sayup itu.
"Shilla itu rapuh, Yel. Dia gak seperti kita."
Rapuh?
Puncak kepala Sivia ia raih guna membawanya bersandar di pundaknya.
Dengan lembut, laki-laki itu mempertemukan mata mereka.
"Ternyata kamu kenal Shilla sebelum dia di sini, ya."
Sivia tidak mau membohongi siapapun, terlebih jika itu Gabriel. Alhasil, ia mengangguk pelan.
"Iya." Sivia berkata jujur. Di kelopak matanya, tergenang sedikit air mata sisa terbawa emosi.
Banyak hal yang Gabriel tidak tau tentang Shilla. Fakta itu ... sekarang Gabriel merasa jadi laki-laki bodoh.
Secara bergantian, Gabriel mengelus lengan atas Sivia. Menenangkan gadis itu sehingga mungkin Sivia dapat menjelaskan lebih banyak.
Setelah tidak ada lagi air mata yang menetes dari manik itu, Gabriel sedikit menjauh. Tangannya berpindah ke genggam Sivia.
"Udah lebih baik?"
Aneh lagi, untuk kesekian kalinya hari ini.
Bukannya menjawab Sivia malah menatapnya serius.
"Kenapa?" Gabriel sebenarnya risih serta sedikit takut mengartikan tatapan itu.
"Untuk sementara waktu, aku minta tolong jangan dekati Shilla."
Gabriel menegakkan kakinya, berdiri tepat di depan Sivia.
"Aku bersalah sama dia, dan udah seharusnya aku berusaha perbaiki semua. Kamu yang selalu bilang gitu, 'kan, Vi?"
Ucapannya tidak digubris Sivia. Yang ada, si gadis malah menatap penuh harap.
"Kamu gak ngerti Shilla, Yel."
Dahi Gabriel mengkerut. Ia mendengkus. Kalau gitu, harusnya sekarang kamu bertugas menjelaskan semuanya, Vi.
"Kalo gitu, kita urus urusan kita masing-masing," tandas Gabriel.
Sivia menatap punggung itu nanar. Kata-kata Gabriel menusuk sekali. Belum pernah Gabriel sedingin itu padanya. Kenapa malah jadi seperti ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Haphephobia | ✔
Fanfiction[Featured in "Kisah Klasik di Sekolah" - September 2022 @WattpadRomanceID] Highest rank #1 mental (01/10/2022) #1 haphephobia (28/09/2022) #1 shilla (17/07/2022) #1 icl (07/08/2022) #1 touch (08/04/2024) #2 relation (09/08/2022) #7 phobia (06/09/20...