9. Kita Ini Apa?

318 149 273
                                    

Perlu beberapa waktu untuk Gabriel menyadari sedari tadi ia tersenyum sendiri. Gabriel rasa hari ini kondisi hatinya sedang sangat baik, mungkin salah satunya karena keberadaan Shilla.

Mulai dari lagu yang ia bawakan, gelagat manisnya, hingga gelenyar aneh terhadap gadis yang sama.

Ia menggeleng, apa jangan-jangan saraf dalam tubuhnya mengalami disfungsi secara tiba-tiba, ya?

***

Seorang perempuan dengan pakaian santai duduk di seberang Alena. Ruangan bertembok putih itu akhirnya berpenghuni setelah hari belakangan ia tak bisa menjenguk gadis itu di malam hari.

"Terima kasih." Alena meneguk pelan segelas teh manis hangat yang baru saja Shilla seduh.

"Sama-sama," balasnya seraya mengangkat gelas miliknya.

Mengamati Shilla sekilas, Alena tersenyum merasakan aura positif darinya. "Maaf baru bisa ke sini lagi malam ini. Jadwal yang seharusnya dua kali sehari jadi agak ngawur, ya?"

Yang diajak bicara tertawa sekilas, "bukan masalah."

"Jadi bagaimana perkembangannya setelah hari ini?"

"Kami gak gimana-gimana, kok!" Terkejut bukan main dengan ucapan Alena, Shilla nyaris menumpahkan teh hangatnya.

Lucu sekali anak ini. Alena menggeleng heran. Terlalu bahagia bisa membuat orang berpikir pendek.

"Santai saja. Aku cuma tanya maksudnya gimana fobia kamu setelah sama Gabriel." Tawanya menggelegar. "Ya, kalaupun ada apa-apa gak ada masalahnya, 'kan?"

Siapa pun, sembunyikan Shilla di rawa-rawa.

Dirinya merasa sedikit lebih dungu sekarang. Rasanya ia harus menyembunyikan pipinya yang sudah semerah udang rebus. Bagaimana bisa dia mengira Alena ingin tahu tentang dirinya dan Gabriel yang-

Tidak perlu dibahas lagi! Shilla tidak mau kembali mengingat kebodohannya.

Mengatur napasnya sehabis tertawa, psikolog handal itu mengusap singkat rambut klien yang sudah ia anggap adiknya sendiri.

"Jadi gimana, Ashilla?"

Putri Minataka itu memandang lurus ke depan. Bibirnya melengkung ke atas.

Menurut Shilla, ia mulai merasa ada kedekatan yang tidak biasa antara dirinya dengan Gabriel. Lamban laun pula Shilla sadari raganya tidak bergetar, berkeringat, serta ketakutan parah karena Gabriel. Hanya sedikit sekali sisa-sisa ketakutan yang ia rasakan.

Ashilla tidak tahu jika tentang Gabriel. Tapi untuknya, mereka seperti menginginkan satu sama lain namun enggan untuk mengakui. Entah karena apapun, menurut Shilla hubungannya dengan Gabriel tidak bisa dikatakan sekedar terbiasa.

"Semakin baik, Kak." Menimang-nimang, dua kata itu Shilla pilih untuk membayar rasa ingin tau Alena.

Akhirnya.

Akhirnya, setelah lama sekali Alena mengenal Shilla, baru kali ini Shilla memperlihatkan binar mata secerah sekarang. Dulu, Shilla selalu menghindari psikoterapi bagaimana pun caranya. Lihat sekarang, gadis itu bahkan tak ragu menceritakan apapun yang terjadi dengan dirinya.

"Senang mendengarnya," sambungnya, "aku rasa kamu gak perlu lagi obat-obatan yang kamu sebut 'sialan' itu."

Ah, mengenai hal itu.

Haphephobia | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang