Merasakan bahu istrinya mulai bergetar, Gabriel memajukan tubuhnya. Ditariknya Shilla dalam dekapannya.
"Lagipula kita masih punya banyak kesempatan lain, bukan begitu?" Gabriel berujar sambil tertawa, berusaha membesarkan hati dan berpikir positif.
"Maaf." Shilla menurunkan kepala bersamaan dengan air yang mulai merembes dari kelopak matanya.
Tidak ada kata lain yang pantas untuk Ashilla ucapkan setelah melihat sendiri tawa yang sebelumnya Gabriel tampilkan tidak sampai ke matanya.
***
Hari ini adalah hari pertama Gabriel dan Shilla pergi bersama. Setelah kecanggungan tiga hari belakangan karena peristiwa malam itu, Gabriel memutuskan bahwa ialah yang harus mulai memperbaiki kondisi. Gabriel tidak tahan lagi. Akan sangat tidak nyaman baginya jika dirinya dan Shilla saling menghindari seperti ini.
"Sudah siap, cantik? Kalau begitu, ayo!"
Senyum merekah Gabriel sunggingkan ketika melihat istrinya sudah selesai bebenah diri. Jeans denim berwarna terang dan blus hijau tua itu benar-benar pas di tubuh Shilla.
Pipinya bersemu. Bagaimanapun, mereka masih tergolong baru menyandang status suami istri. Wajar saja, Shilla masih belum terlalu terbiasa. Oh iya, jika kalian penasaran, Shilla sudah menimang-nimang ajakan Gabriel. Tidak ada salahnya juga, bukan? Tidak mungkin keduanya terus merenggang di masa awal pernikahan yang bahkan belum sampai satu minggu.
Sesuai rencana, Gabriel mengajak Shilla berbelanja. Selain demi kepentingan dagingnya yang pasti membutuhkan asupan makanan, ia yakin kondisi hati Shilla akan membaik. Katakan pada Gabriel, perempuan mana yang tidak suka kata belanja? Bahkan "belanja mata" saja sudah senang sekali, walau yang dibawa pulang tangan kosong. Setuju, bukan?
"Kamu lebih suka yang mana, Yel? Pakai keju, selai buah, atau coklat?"
See?
"Yang mana aja aku suka, yang penting nanti dibikinin oleh kamu."
Shilla memalingkan wajahnya. Sial, ia merasa dipermalukan di muka umum oleh suaminya sendiri.
"Ih, gak perlu gombal, Yel! Serius ini nanyanya."
Gabriel tertawa, mengambil selai coklat dari tangan Shilla, "coklat aja. 'Kan kamu sukanya coklat."
Masih merona, Shilla berbalik terlebih dahulu. Mulai memilih sayur-sayuran hijau yang segar dan tampak menggoda matanya. Cocok sekali buat lauk besok, pikirnya.
"Wangi citrus. Ini parfum favorit kamu, 'kan?"
Tanpa izin Shilla, Gabriel memasukan dua botol parfum bermerek ke troli belanja. Didorongnya menjauhi rak kosmetik itu.
Baru saja Shilla akan menjawab, bola matanya mendelik. Apa-apaan? Setahunya, ia tidak mengambil parfum –cadangan parfumnya masih cukup dan memang tidak ada di daftar belanja yang dibacanya.
Sudah pasti ulah Gabriel lagi. Shilla mendengus pelan.
"Yel, ngapain ambil parfum aku, sih? Di rumah masih banyak, kok."
Mengulum bibirnya, ia tersenyum sebelum mengucap kalimatnya.
"Ya gak apa, dong."
"Kita harus hemat, Yel. Beli keperluan yang penting dulu. Nanti malah mubazir." Shilla mengingatkan.
Pemuda yang akrab disapa Iel ini mengendikkan bahunya.
"Gimana lagi, habisnya aku suka wanginya," jujur Gabriel, "apalagi kalau kamu yang pakai. Rasanya, ah, mantap!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Haphephobia | ✔
Fanfiction[Featured in "Kisah Klasik di Sekolah" - September 2022 @WattpadRomanceID] Highest rank #1 mental (01/10/2022) #1 haphephobia (28/09/2022) #1 shilla (17/07/2022) #1 icl (07/08/2022) #1 touch (08/04/2024) #2 relation (09/08/2022) #7 phobia (06/09/20...