7. Apa yang Telah Ia Lakukan?

357 162 322
                                    

Bagian ini mengandung konten sensitif. Jadilah pembaca yang bijak, ya!

***

Meringis sedikit, Shilla memilih memejamkan mata. Kesadarannya yang baru kembali menyebabkan ia tak bisa berpikir terlalu keras.

Gadis itu sendiri tidak yakin, setelah mengetahui sepintas tentang Gabriel dan Sivia, apakah kondisinya bisa dikatakan baik-baik saja?

***

Seperti tekadnya, Gabriel memutuskan menemui Shilla setelah sebelumnya dia tidak bisa menjenguk Shilla. Percobaan Gabriel sore ini menjadi percobaan ketiganya. Atau keempat? Atau ke-

Tidak perlu dihitung, yang pasti Gabriel tidak akan berhenti pada Shilla sebelum gadis itu memaafkannya.

"Shill," katanya kembali mendekati Shilla.

Gabriel lagi.

Ashilla membuang napas berat. Seharian ini, bahkan sejak dirinya keluar dari ruang perawatan, pemuda itu bertahan melakukan hal yang sama berulang kali.

Sebenarnya, ada perasaan tidak enak hati melihat Gabriel yang seperti sekarang. Belum lagi Shilla ingat betul tamparan yang sempat ia layangkan ke pemuda itu. Sah-sah saja melakukan itu, Shilla tidak menyalahkan Gabriel.

Masalahnya, perlu selama apa?

"Maafin aku, Shill."

Sepatu olahraganya menapak di depan ruang kelas. Masih dengan kaku, tubuhnya ia hadapkan ke sang lawan bicara. Memutuskan mengambil jalan tengah.

"Aku udah maafin kamu, kok." Ia meremas jemari seraya berusaha berhenti menunduk.

Intonasi yang baru saja didengarnya tulus sekali, Gabriel bersyukur mengetahui hal tersebut. Tapi kenapa, ya, Gabriel masih merasa ada yang ganjal? Gadis itu tidak sedang memaksakan diri, 'kan?

"Kalau gitu, liat aku."

Shilla menyerah, matanya masih tidak bisa fokus ketika menatap Gabriel. Rasanya canggung sekali.

Menyadari Shilla belum bisa menatapnya, Gabriel kembali membuka suara.

"Tidak apa kalau harus perlahan. Kasih aku kesempatan, ya? Jangan menjauh, coba beri ruang untuk aku mencoba."

Demi apa pun, Shilla tidak terlalu banyak berpikir ketika ia menganggukkan kepalanya. Mungkin ia lelah dikejar oleh Gabriel, atau mungkin mempersingkat durasi pertemuan mereka.

"Terima kasih."

Perlahan, lengan kekar Gabriel terangkat untuk melingkari bahu gadis itu. Berharap dengan sebuah dekap dapat menenangkan Shilla.

"Hei, Yel."

Gabriel dengan cepat menyilangkan kedua lengan di belakang punggung. Sontak ia tercenung. Bukan karena panggilan Shilla, tapi karena terkejut akhirnya putri Mina itu membuka percakapan lebih dahulu.

"Ah, maaf," sambungnya, "kenapa?"

"Aku-"

"Hai, Shill! Aku cari kamu di kantin gak ada. Rupanya … kamu … di sini."

Sivia menatap Gabriel lama. Keberadaan lelaki itu tidak mengejutkan buatnya. Namun, kebetulan bertemu di saat seperti ini, sebuah pemikiran terlintas di benak Sivia.

Berusaha mewajarkan suasana, Shilla mengusap tengkuknya yang tak gatal.

"Sorry gak bilang kamu, Vi." Matanya tertuju pada Gabriel. Usaha menjelaskan lebih.

Haphephobia | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang