ㅡ04

1.1K 170 63
                                    

Note: Disarankan untuk mengganti warna latar menjadi warna krem.

Note: Disarankan untuk mengganti warna latar menjadi warna krem

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam posisinya, Irene tercekat. Rasa-rasanya sudah tak sanggup lagi menanggung sakit yang kini menyerangnya tepat di hati untuk kesekian kali. Kedua pundak sempitnya itu bergetar sementara ia menggigit bibirnya guna meredam suara isakan yang perlahan mulai lolos dari mulutnya.

Tangan yang masih menahan sekotak kue itu nampaknya seperti kehilangan dayanya. Irene putuskan untuk meletakkan kue hasil jerih payahnya itu tepat didepan pintu kamar tersebut.

Satu persatu bulir bening itu nampak berebut untuk terjun, membentuk anakan sungai yang kian deras mengalir dikedua pipi putihnya. Berjongkok menatap kue itu dengan mirisnya. Mengapa Tuhan memberinya ujian semacam ini?

Dihapusnya air mata itu kasar, Irene bangkit. Berlari begitu saja meninggalkan tempat. Sudah tidak ada lagi yang bisa ia harapkan. Sekedar membuktikan dengan mata kepalanya sendiri pun Irene tak kuasa, lebih memilih pergi dan menganggap semua tak pernah terjadi.

“Selamat ulang tahun, Sehun. Terima kasih atas kejutannya!”

“Mas, suara tvnya kecilin dikit lah! Aku tuh nggak bisa tidur tauk!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mas, suara tvnya kecilin dikit lah! Aku tuh nggak bisa tidur tauk!”

Pemuda tan yang sibuk memisahkan kacang dan kulitnya itu tak pelak menoleh kearah sumber suara. Disamping kulkas, adik perempuannya berdiri dengan raut wajah kesal. Bibir mengerucut sedang alis saling bertaut.
“Lah kirain Mas kamu udah amblas!”

“Tvnya berisik, Mas! Aku nggak bisa tidur!”, protes gadis mungil berpiyama pororo itu.

“Ya, ya, dikecilin nih! Hehe...”

𝙋𝙧𝙚𝙩𝙩𝙮 𝙎𝙚𝙡𝙚𝙣𝙖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang