Part 6. Inikah Cinta? (21++)

6K 116 0
                                    

Yang masih piyik, harap minggirYang jomblo, kuatkan hatiYang udah halal, cusssss ajak ke kamar yaks 🤪🤪🤪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang masih piyik, harap minggir
Yang jomblo, kuatkan hati
Yang udah halal, cusssss ajak ke kamar yaks 🤪🤪🤪

Sudah seminggu Sarah mendiamkanku. Rumah yang biasanya lebih hidup sejak kehadirannya di rumah ini, kini terasa suram. Setiap kali aku ingin mengajaknya bicara, ia selalu menolak. Bahkan ia memilih tidur di kamar lain. Bahkan ia sengaja tidak sarapan agar tidak berpapasan denganku meski, segelas teh hangat dan roti sandwich masih ia siapkan di meja.
Aku tak tahu apa nama perasaan ini. Aku rindu senyumannya dan tutur katanya yang santun, serta ditengah kesibukannya sebagai dosen ia masih tetap mengutamakan rumah tangga. Kupikir sederhana saja, bila memang tidak cinta tak mungkin Sarah mau menjalankan perannya sebagai istri. Begitu pula diriku. Kalau bukan memang aku ingin menjalani kehidupan normal sebagai suami istri, tak mungkin rasanya di usia pernikahan yang baru 3 bulan ini aku percaya Sarah mengelola hartaku. Hanya untuk menyetubuhinya saja aku belum berani.
Sarah memang cantik, juga pintar. Banyak orang bilang kami pasangan yang sempurna dan aku beruntung mendapatkan Sarah. Ingin kupeluk tubuhnya saat ia menangis, tapi aku belum bisa memeluknya dengan hatiku. Aku tak yakin aku mampu melaksanakan kewajiban utamaku sebagai suami. Bayang-bayang Farid beserta kenangan kami masih kerap berlompatan di benakku beserta kenangan-kenangan di masa lalu yang kerap membuat kejantananku tegang mendadak.
Malam ini kulihat ia sibuk di depan macbook nya. Sejak seminggu kami tak saling menyapa, Sarah selalu memakai jilbab di depanku. Padahal ia terlihat jauh lebih cantik saat tak memakai jilbab dan memakai homedress pendek, aku suka. Tampaknya ia sibuk mengoreksi tugas-tugas mahasiswanya. Kuberanikan diri, kudekati ia. Sungguh aku tak betah seperti ini, hidup dalam kekakuan ini.
"Lagi ngerjain apa?" Tanyaku.
"Nih, saya lagi ngetik gugatan cerai saya ke Mas Dani. Besok mau saya bawa ke pengadilan agama" jawab Sarah dengan nada datar tanpa berpindah matanya dari depan laptop. Aku terperanjat kaget. Tidak. Tidak boleh! Kupikir ancamannya minta bercerai hanya gertak sambal saja, ternyata Sarah berani sungguhan.
"Nggak! Sampai kapanpun aku gak akan ceraikan kamu" sahutku sambil menutup paksa laptopnya. Sarah melihat sikapku, tampak ia takut. Aku tak pernah bicara dengan nada tinggi padanya, namun kali ini aku sedikit marah.
"Tapi aku menggugat, aku berhak menggugat!"
"Aku berhak menggugat, Mas! Dan tidak ada yang jadi pemberat kita. Anak pun tak ada, aku masih suci!" Balas Sarah. Sarah mengambil dompet dari laci mejanya, ia keluarkan kartu kredit berserta ATM berwarna hitam. Dibukanya tanganku dan ia letakkan kedua benda itu ditelapak tanganku.
"Aku kembalikan semuanya ke Mas! Selama tiga bulan jadi istrimu baru kupakai sedikit kok, terimakasih" ujarnya dengan kedua mata mengembun.
"Gak ada ceritanya cerai saat suami istri saling mencintai!" Kataku dengan nada setengah keras. Sarah menatapku, begitu pula aku yang berusaha menelusuri isi hatinya dari kedua mata bening yang kini berkaca-kaca itu.
"Apa... Mas bilang tadi, cinta?" Ia menunduk pilu.
"Percuma. Semua omong kosong....." sambungnya lagi.
"Jangan suka mengumbar, Mas. Sudahlah, lepaskan aku, Mas. Ceraikan aku sekarang juga!"pintanya. Ia menutupi wajahnya yang telah basah dengan kedua tangannya.
Aku tak bisa menjawab lagi, segera kutarik tubuhnya dan kupeluk erat. Ada rasa rindu bercampur hangat yang menjalar tubuhku, berbeda saat aku memeluk Farid dulu. Kubelai kepalanya dengan lembut. Aku takut kehilangan gadis ini. Sungguh.
"Jangan tinggalin aku, Sarah. Kamu lah rumahku, aku cinta kamu, hanya kamu" bisikku. Masih kupeluk erat tubuhnya hingga bahunya terguncang. Basah airmatanya hingga menetes ke pakaianku.
"Mas sungguh cinta sama aku?" Sarah melepaskan pelukannya dan mencari jawaban lewat netraku. Kuusap airmatanya dengan jemariku. Kudekatkan wajahku, kukecup lembut bibirnya. Sarah masih diam tak membalas. Kuperdalam ciumanku hingga nafasku mulai memburu.

Cinta (Tak Pernah) Salah Jalan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang