Part 18. A Thousand Years

1.5K 79 5
                                    

Heart beats fastColors and promisesHow to be braveHow can I love when I'm afraid to fallBut watching you stand aloneAll of my doubt, suddenly goes away somehowOne step closerI have died everyday, waiting for youDarling, don't be afraid, I have lov...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt, suddenly goes away somehow
One step closer
I have died everyday, waiting for you
Darling, don't be afraid, I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more ....

        Setelah hampir dua pekan berada di rumah sakit, keadaan Pak Hasan belum berangsur membaik. Malah Pak Hasan sering tak sadarkan diri dan sering merintih kesakitan hingga dokter harus menambah dosis obatnya. Sementara itu, Sarah masih di kampus karena ada jam mengajar dan meeting bersama rektor.  Rencananya setelah dari kampus, Sarah akan mampir sebentar ke sebuah kos putri eksekutif yang rencananya memang akan ia sewa selama di tanah air, lalu pulang ke rumah Mas Iqbal untuk mandi dan mengambil pakaian.
        Sejujurnya untuk saat ini, Sarah bingung harus tinggal dimana. Numpang lebih lama di rumah kakaknya, membuatnya sungkan dan tak nyaman. Kamar di rumah kakaknya terbatas. Walaupun sebenarnya Mbak Naya malah senang karena rumah jadi ramai, tapi ia tetap merasa tak nyaman. Pekewuh, kalau orang Jawa bilang.
       Pukul dua siang barulah ia tiba di kos putri itu. Sarah memang janjian dengan pengelola kos melalui nomor whatsapp yang tertulis di sebuah aplikasi jual beli properti. Disana ia disambut dengan seorang wanita paruh baya beserta suaminya yang memang bertugas membersihkan dan menjaga kos-kosan itu. Kos khusus putri berada di sisi timur, sementara untuk rumah tangga berada di sisi barat dan tengah. Kos berbentuk letter U itu baru berdiri sekitar setahunan, kata si ibu penjaga kost.
"Gini, Bu. Saya rencana mau sewa kos disini enam bulan saja. Saya cocok dengan kost ini, Bu. Tempatnya asri, dan desainnya saya suka. Selera saya banget lah pokoknya. Tapi setelah itu saya harus balik ke Inggris. Apakah bisa saya sewa hanya enam bulan, sedangkan menurut aturan di kost ini pembayarannya sekaligus untuk satu tahun di muka" kata Sarah menjelaskan.
"Hmmm gimana ya, Mbak. Masalahnya pak bos nya belum kesini. Apa coba kita bilang bapak dulu ya, Pak?" Tanya si ibu penjaga dengan kepada suaminya.
"Iya kita tanya dulu. Biasanya sih sore kesini, ngecek. Coba tak telponkan aja dulu, nanti biar Mbak e enak kalo ngobrol sendiri sama boss e" kata si suami ibu penjaga itu. Sesaat kemudian suami si ibu penjaga mengeluarkan hpnya, menelpon seseorang diseberang.
"Halo... Nggih. Nggih, Pak Mat. Ini ada yang mau tanya kos, tapi ndak setahun...Oo ya,,ya,,Nggih" kata suami si ibu penjaga lalu telpon terhenti.
"Ditunggu sebentar ya, Mbak. Sambil keliling juga boleh. Ini kebetulan Pak Mat yang punya kos mau dateng, sudah dijalan"
"Mari saya antar dulu lihat-lihat, Mbak. Ini yang khusus putri ada dua lantai" kata si ibu penjaga kos. Sarah lalu mengikuti si ibu itu berkeliling melihat kamar kos.
        Sarah merasa jatuh cinta pada pandangan pertama dengan kos putri itu, semua tata letak dan desain hingga cat yang dipilih ia suka. Sarah lalu teringat dengan Saravilla yang dulu sempat dibangun Dani untuknya. Kurang lebih mirip seperti kost putri ini.
"Mungkin desainer nya sama ya... jadi mirip-mirip gini bangunannya. Ah biarlah yang penting aku suka" kata Sarah dengan senyum berseri. Sarah berencana mengambil kamar di bagian hook lantai 2 yang lengkap dengan kamar mandi dalam, ac, dan furniture.
"Oh ya, Mbak sudah menikah? Kalau belum menikah, disini larangannya membawa teman pria bukan mahram masuk ya, Mbak. Aturan dari pemiliknya begitu, memang ketat" terang si ibu itu lagi. Sarah mengangguk paham, tapi juga tak menjawab pertanyaan si ibu penjaga itu.
     Tak lama kemudian suami si ibu penjaga naik keatas memberi tahu kalau pemilik kost sudah datang. Namun Sarah masih melihat kedalam kamar mandi yang bungkus klosetnya pun masih terpasang. Dalam hati Sarah berdecak, pasti pemilik kos ini berselera tinggi sebab semua tatanan di kos ini sempurna. Kloset hingga shower pun dipilih yang aesthetic dan tampak mahal.
"Mbak, ini Pak Mat pemilik kos sudah datang" suara si bapak penjaga membuyarkan lamunan Sarah. Sarah pun membalikkan badan dan tercengang.
"Hahhh???! Loh kok..." Mata Sarah melotot serasa hampir copot saat melihat Dokter Dani di depannya. Sarah bingung, yang mana pemilik kost. Apakah Dokter Dani pemiliknya?. Dokter Dani juga gak kalah kaget, melihat si calon penyewa kamar adalah mantan belahan jiwanya.
"Loh, katanya pemiliknya namanya Pak Mat?" Tanya Sarah.
"Lha iya ini Pak Mat, Mbak. Pemilik kost ini" jawab si bapak penjaga itu.
"Bener. Yang punya kost ini aku, Pak Mat. Ahmad Danial Firdaus. Masak kamu lupa nama lengkapku???!?" Dokter Dani menyahut. Sarah cengar-cengir malu, lalu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dalam hati ia membenarkan nama lengkap mantan suaminya itu. Lagi-lagi takdir mempertemukan dengan caranya yang unik.
"Anu, Pak Mat sudah kenal sama Mbak nya ini to?" Tanya Si ibu penjaga. Dokter Dani tersenyum meledek.
"Kenal banget lah, Bu. Tapi dia yang gayanya gak kenal saya. He he" jawab Dokter Dani tengil.
"Gimana saya bisa kenal kalau disini dipanggilnya Pak Mat. Idihhhh" sahut Sarah.
"Ya sudah kalau gitu, Mbak nego aja sama Pak Mat sendiri ya. Ayo, Bu, kita turun dulu" kata si bapak penjaga.
        Tinggalah Sarah dan Dani di kamar kos itu. Karena masih ingat kalo berdua-duan yang ketiga setan, jadilah Sarah melangkah ke daun pintu.
"Emang kamu mau nego apaan? Mau sewa berapa lama sih?" Tanya Dokter Dani sambil memperhatikan Sarah.
"Begini, Pak Mat. Saya cocok dengan kost ini, dan saya mau sewa 6 bulan, apa boleh? Dan harganya jadi kena berapa?" Tanya Sarah sok tegar untuk menutupi rasa malunya.
"Sebenernya harus setahun. Soalnya emang aku bikin kost an ini sewanya semua minim setahun. Hmmm tapi...buat kamu boleh lah"
"Oke, jadi aku harus bayar berapa? Aku transfer sekarang" kata Sarah sambil memgeluarkan hpnya.
"Hmmm berapa ya.. bayarnya cukup murah aja kok" kata Dokter Dani sambil berjalan mendekat kearah Sarah. Sarah malah mundur, semakin mundur sampai keluar kamar.
"Iya, murah itu berapa?"
"Setara bayar tarif KUA" jawab Dokter Dani cepat. Sarah mengernyitkan dahi.
"Maksudnya?"
"Cukup kamu bayar administrasi nikah kita ke KUA. Gimana?" Tanya Dokter Dani dengan gaya cool. Padahal dalam hati mati-matian ia berusaha menjaga diri dan menahan harunya bisa berhadapan dengan Sarah, bertemu kembali dengan belahan jiwanya yang bertahun tahun ia rindukan.
"Mas, jangan becanda deh!" kata Sarah.
"Tiga tahun aku nunggu kamu kembali. Apa kurang bukti?. Seperti janjiku ketika nganter kamu berangkat dulu, aku akan nunggu kamu kembali dan minta sama Allah agar kita jodoh lagi. Apa aku salah?" Nada bicara Dokter Dani berubah serius. Ia kini berdiri berhadapan dengan Sarah di luar kamar. Dari teras lantai bawah, ibu penjaga bersama suaminya tadi sedang menerka nerka apa yang sebenarnya sedang dibicarakan si majikan diatas.
"Tiga tahun aku menderita. Menyesali perbuatanku, mohon ampun atas segala khilafku. Tiga tahun aku tersiksa nahan rindu, rindu kamu, rindu Danisa. Aku mohon Allah tutup hukuman di dunia ini. Aku gak kuat lagi kalau harus disiksa cinta yang gak pernah mati seperti ini"
"Mas, sudahlah. Cerita kita sudah berakhir. Biar Allah yang akan hapus aku dari hidupmu. Maafkan aku. Aku gak bisa" Sarah bergerak mundur. Lalu dengan cepat ia menuruni tangga dan berlari keluar kost. Sementara itu Dokter Dani terdiam. Harus dengan apalagi ia meminta, Sarah justru pergi darinya. Tampaknya memang sudah tak ada lagi jodoh untuk mereka bersama. Dani melangkah gontai dengan pasrah.

Cinta (Tak Pernah) Salah Jalan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang