Tidur Dengan Pacarku

1.5K 376 121
                                    


Mata mereka saling bertatap dalam keheningan, pintu kamar hotel tertutup rapat, dan Zigit yang tidak terbiasa menatap mata wanita kini dituntut untuk menatap mata indah milik Gita. Dia menatapnya dalam-dalam agar tetap terlihat lebih tenang.
"Kau Zigit?"
"Kenapa memangnya?"
"Dari mana.... "
"Tidak usah bertanya, aku sudah membayarmu, mengirimkan jumlah uang yang kau inginkan, dibayar di muka. Sekarang kau harus melakukan tugasmu," kata Zigit.
Bibir Gita menganga tipis, dia tidak pernah menyangka bahwa adik dari seorang pria terhormat memiliki sifat yang bertolak belakang. Oh ya, sama seperti Gita, Zigit sama saja. Itulah yang dipikirkan Gita saat ini.
"Hmm, kau mempermainkan aku kan?"
"Tidak, aku memintamu untuk bermain."
Mendengarnya, Gita malah tertawa lepas, walau dia merasa ada yang aneh dengan anak ini. Anak-anak yang berada di hadapannya terlihat keren atau berusaha untuk keren.
"Maaf, aku tidak bermain untuk anak-anak. Aku lebih cocok dengan kakak mu, bahkan juga, ayahmu." Gita tersenyum dengan jahatnya.
"Itulah yang ingin aku katakan. Bermainlah dengan kakakku, atau ayahku."
Gita terdiam, dia kehilangan tawa miliknya dan berdiri kaku di tempatnya.
"Apa maksudmu?"
"Aku tidak ingin bermain dengan mu, atau melakukan hal yang kau pikirkan, aku di sini hanya ingin menyuruhmu bermain, dan saat kau berhasil, aku akan membayarmu dengan jumlah yang banyak. Berapapun yang kau minta, akan aku berikan," ujarnya.
Gita mengernyit, "Katakan saja apa maksudmu, tidak usah bertele-tele."
Zigit menghela nafas, dia memikirkan kata apa selanjutnya yang bisa dia katakan agar membuat Gita lebih gampang untuk paham atau lebih mudah untuk mengatakan persetujuannya atas apa yang ditawarkan oleh Zigit.
"Aku ingin kau membatalkan pernikahan kakakku dengan adikmu."
Mata Gita menatap tajam pada Zigit, dan keningnya mengernyit.
"Kenapa aku harus melakukan itu?"
"Karena aku mencintai adikmu."
Suasana kembali diam, dan mata mereka kembali bertemu. Gita yang rasanya tak percaya mendengar itu langsung mengangkat tangannya.
Prak!
Dia tampar wajah Zigit dengan begitu kerasnya.
"Kau pikir aku akan memisahkan adikku dengan orang yang dia cintai? Dia mencintai Beyazid lebih dari kewarasannya sendiri! Kau ingin aku menghancurkan mimpinya. Dan kau akan menjadi pahlawan untuknya, begitu?"
Zigit yang diam kaku karena tamparan dari Gita, dan kini kembali menatap Gita.
"Memang begitu adanya."
Gita tersenyum tipis dan tidak percaya bahwa dengan bangganya Zigit masih bisa memandang Gita dengan begitu percaya dirinya.
"Katakan padaku, Tuan Yavus. Kenapa aku harus melakukannya?"
"Karena kau mencintai kakakku."
Prak!
Sekali lagi Gita menampar Zigit, kali ini Zigit merasa begitu kesal karena dia ditampar untuk yang kedua kalinya. Tapi syukurlah, pemuda ini sama sabarnya dengan sang kakak.
"Enteng sekali lidahmu itu. Aku tidak mencintai kakakmu, aku mencintai ayahmu, kejutan!" Gita tersenyum lebar dan tertawa pada Zigit yang berawajah datar. "Dasar bodoh! Kau, kakakmu, ayahmu, semoga kalian enyah! Aku membenci kalian semua!"
Lalu Gita berbalik, dia membuka pintunya dan keluar dari sana. Dia sama sekali tidak peduli lagi dengan apa yang mungkin terjadi, dia hanya berjalan lurus dan saat dia akan masuk ke dalam lift dia melihat sosok yang dikenalnya juga berara di dalam lift itu. Matanya membulat, dan dia berniat untuk kembali. Sosok yang tidak disukainya. Seorang pria yang selalu mengejarnya.
Pemuda hidung belang yang selalu memintanya untuk berhenti dengan pekerjaannya dan menikah saja dengannya. Hal itu menggelikan bagi Gita, jadi dia langsung saja berbalik, memutar dan kembali ke kamar yang tadinya.
Dia tidak ingin berpapasan dengan pria menyebalkan itu, dia membuka pintu kamar yang belum sempat dikunci itu dan melihat Zigit yang hendak akan pergi.
"Apa yang kau lakukan?" Zigit bertanya, dia keberatan dan terlihat tidak terima. Ya tentu, temannya akan segera datang, karena dia sudah memanggil temannya untuk datang, dan sebaiknya dia bersama Gita pergi dari sana.
"Kau akan pergi?"
"Kenapa memang?'
Gita terdiam, dia menutup pintu dan membelakanginya. Dia terlihat sedikit tidak nyaman, dan Zigit bisa menyadari ketidak nyamanan yang terlihat di mata Gita dan betapa gugup Gita saat ini.
"Kenapa pergi begitu cepat? Kau tidak akan menginap di sini? Astaga kau sudah mengirimkan aku uangmu untuk satu malam, aku tidak ingin melewatkan itu." Gita dengan senyum manis yang terpaksa.
"Astagfirullah."
"Astagfirullah?"
"Kau betul-betul berpikir bahwa aku memasan kamu untuk.... "
"Lalu apa? Kau ingin aku tidur dengan kakakmu? Untuk apa aku tidur dengan orang yang tidak membayarku."
"Dengar, kau tidak punya hak berada di sini. Aku mengusirmu."
Gita mengernyit, dia tidak terima diperlakukan demikian. Matanya menyipit, dan dia mengambil ponselnya, menyalakan kamera dan merekam Zigit sambil berkata, "Zigit Erkan Yavus, malam ini akan tidur denganku, jika tidak, maka akan kuberitahu semuanya pada ayahnya dan seluruh dunia!"
Mata Zigit membulat sempurna.
"Apa yang kau lakukan?!" Dia terdengar tegas dan marah, dia berusaha meraih ponsel Gita namun Gita tentu tidak membuatnya mudah.
"Izinkan aku menginap di sini, aku akan pulang besok pagi, dan kau bisa pergi dari sini."
Zigit terkekeh mendengar perkataan Gita, dia hanya menggeleng sambil dia berucap, "Jadi kau hanya ingin kamar ini? Kau ingin aku sewakan kamar saja?"
"Untuk apa kau sewakan saat kau punya kamar ini?!"
"Ini bukan kamarku."
Gita kembali dengan alis yang mengerut.
"Apa?"
"Well, ini kamar temanku, aku hanya ingin bertemu dan berbicara denganmu, bukan untuk tidur denganku, Nauzubillah."
"Jadi kamar siapa ini?"
Tok
Tok
Tok
"Ah, pemiliknya sudah datang."
Zigit maju dan membuka pintunya, maka terlihatlah seorang teman yang terlihat lebih gagah dan manis. Pemuda itu tersenyum pada Zigit dan Zigit membalas senyumnya. Sementara Gita, matanya membelalak sempurna saat melihat pemuda yang dihindarinya kini ada di hadapannya. Segera Gita berusaha untuk menoleh ke sisi lain, dan menyembunyikan wajah cantiknya.
"Makasih ya, Bro. Aku dah selesai," kata Zigit, dia hendak pergi.
"Yoi Bro, tapi kok sebentar sekali?" Pertanyaan itu menghentikan Zigit dari langkahnya.
"Memang hanya sebentar." Zigit menjawab dengan santai, dia memberi senyum dan memperlihatkan giginya yang gingsul.
Mendengar perkataan temannya, Zigit yang sudah berada di bingkai pintu menoleh pada Gita yang berusaha menyembunyikan wajahnya dengan rambut miliknya dan mengikut di belakang Zigit. Namun sayangnya, usaha Gita itu gagal. Pemuda yang dia berusaha hindari, kini mengenalinya.
"Gita?" Pemuda itu mengenalinya, dan Gita dengan pasrah sekarang memperlihatkan wajahnya. Matanya membelalak menatap Gita dan kini menatap Zigit yang juga terlihat begitu heran. Dia menatap temannya lalu kini menatap Gita yang terlihat begitu pasrah saat dia dikenali.
"Kau mengenalnya?" tanya Zigit.
"Kau tidur dengan pacarku?"














Kutemu Cinta Dalam TaatmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang