Gita yang sudah menghabiskan makanannya kini mendapatkan pesan beruntung dari nomor yang tidak dikenalinya, dan karena tak ada respon dari Gita, nomor itu kemudian menelpon Gita dan berderinglah dengan keras ponsel itu.
Gita yang tak suka, kini mematikan saja ponselnya dan tertidur di atas ranjangnya. Dia tertidur pulas hingga sore, bahkan hingga malam, detik demi detik, jam demi jam, dia lewati waktu yang berlalu, hingga menjelang Magrib pun dia tidak memilih untuk bangung.
Lihat dia, masih terbaring di atas ranjangnya, dia pikir sudah waktunya makan malam, padahal tidak, seseorang mencarinya. Pintu terbuka, dan mata Gita juga ikut terbuka.
"Bangun, kau dicariin."
Matanya yang sayup-sayup kini terbangun dan dia duduk di ranjangnya.
"Apa belum waktunya makan malam?"
"Perbaiki diri kamu, kita makan malam di meja makan."
Mata yang kantuk itu kini terbuka lebar, yang tadinya kantuk kini tak lagi, dia cukup heran. Tak punya waktu bertanya pintu langsung tertutup. Gita mengernyit, dan dia memperbaiki rambutnya, dia bercermin sejenak. Saat ibunya membuka pintu dan pergi, Gita tidak memahami maksud dari kata ibunya bahwa seseorang memanggilnya.
Dia hanya memperbaiki tatanan rambutnya dan mencuci wajahnya. Dia berpikir apakah sudah waktunya dia dimaafkan oleh ayahnya. Dia menyisir rambutnya, memperbaiki tatanan wajah cerahnya, dan hanya melembabkan wajahnya yang terasa dingin.
Tak memakai riasan apapun, dan dia terlihat lebih cerah dengan wajah seperti itu adanya. Dia bahkan tak menggunakan jilbabnya, dan hanya menggunakan celana yang sampai di atas lutut. Dia memakai deadoran walau dia tidak bau badan, sedikit parfum yang mengharumkan tubuhnya, walau dia tahu dia tidak akan ke mana-mana.
Dia keluar dari kamarnya dengan ceria walau dia masih tak bisa melupakan air matanya dan tak bisa menghilangkan mata yang bengkak miliknya.
Dengan langkah mungilnya dia menjauh dari ruangan kamarnya, menuruni anak tangga dan berjalan dengan bersenandung ria menuruni tangga. Kakinya yang telanjang merasakan lantai yang dingin.
Tak ada yang melihatnya hingga dia sampai di meja makan dan betapa dia terkejutnya melihat siapa saja yang ada di sana. Dia mengibaskan rambutnya dengan santai, menebar harumnya parfum di tubuhnya, dan setiap pasang mata yang ada di sana, terlihat memandang ke arahnya.
"Astagfirullah, Gita!"
Ayahnya langsung panik melihat putrinya berpenampilan seperti itu. Dengan cepat dia mencari kain, bahkan menarik garden yang ada di sana, dan melemparkannya ke tubuh anaknya. Semua orang di sana sempat memandangnya, lalu ketiga pria asing itu menundukkan kepalanya.
Namun Zigit yang duduk di sana, yang sempat menatap setengah tubuh Gita, itu hanya menyinggungkan senyum saat tertunduk.
"Pa!"
"Kenapa kau berpakaian seperti ini?" Ayahnya menariknya dari sana dengan tubuh yang tertutup garden sepenuhnya.
"Aku... Aku nggak tahu kalau.... "
"Diam, naik ke kamar kamu!"
Semua keluarga Yavus ada di sana, mereka diundang untuk makan malam di rumah keluarga Arfinjaya Umar, dan Gita tak tahu akan hal itu.
Mata dari Liandra Yavus terlihat heran dan bibirnya menganga, dia kemudian memandang kedua putranya yang menunduk, Zigit masih menahan senyumnya, dan Beyazid sesekali melirik kepergian Gita yang menghilang. Liandra lalu menatap suaminya yang juga memandang ke arahnya.
"Maafkan kami, Gita tidak tahu kalau kalian diundang untuk makan malam," kata Bu Hasni, dia terlihat berdiri di belakang putrinya Lisa dan menatap keluarga Yavus dengan mata yang bersedih.
"Tidak masalah Bu Hasni, itu bisa dimaklumi, tapi kenapa Gita tidak diberitahu?" tanya Liandra, wanita bernada suara lembut itu menatap Bu Hasni.
"Dia dihukum oleh ayahnya untuk tetap berada di dalam kamar, sampai dia mendapatkan jodoh," jawab Bu Hasni.
Lindara tersenyum, namun masih ada kejanggalan baginya, lalu bertanya ia, "Kenapa dia dihukum?"
"Dia dihukum karena beberapa masalah keluarga.... "
"Mungkin dengan alasan yang sama aku mengurung Alya, Bu," sahut Erkan, dia menatap istrinya dan tersenyum, senyum itu menandakan agar istrinya tak lagi bertanya.
Alya yang ada di sana tak berani menatap ayahnya, dia hanya menatap ibunya lalu menatap ke arah Lisa yang juga sejak tadi diam saja.
Mendengar perkataan Erkan, Hasni yang berganti bertanya-tanya. Kenapa Alya dihukum dan dikurung? Tapi dia tak bertanya, dan hanya duduk di kursinya. Menunggu kedatangan suaminya bersama putrinya ke meja makan.
Erkan menatap ke dua putranya yang hanya diam, tanpa kata. Bahkan keduanya sesekali menatap Lisa yang tak melirik pada siapapun, dia hanya menampakkan postur bak lukisan di kursinya, dia memang sangat cantik jika dibandingkan dengan kakaknya.
Kedua putranya jatuh cinta pada gadis yang sama, namun Erkan yakin bahwa hanya satu yang akan mendapatkan gadis ini, atau tidak keduanya.
Beyazid, matanya terus saja memandang ke arah jauh ke tangga, dia menatap dan menunggu kedatangan seseorang, dia bukan terburu-buru untuk makan bersama karena lapar, tapi dia bahkan tak sadar bahwa dia menunggu seseorang.
Matanya yang nakal itu tak menatap lagi ke arah tunagannya, namun kaki yang mulus yang pernah dia lihat kembali dilihatnya baru saja. Tatapan yang melirik ke arah tangga itu disadari oleh Erkan, oh ya, bahkan bukan hanya Beya yang melirik tangga, putra keduanya pun begitu, dan putri tunggalnya juga melirik ke arah tangga yang agak jauh.
Lalu tak lama kemudian, Pak Wahid datang dan di belakangnya berjalan Gita yang lengkap dengan gamis dan jilbabnya. Mereka berjalan ke arah meja makan, dan akhirnya sampai di sana. Gita duduk di samping Lisa, dan mereka berhadapan dengan kedua pemuda yang berada di sebrang meja.
"Bismillah." Pak Wahid meneguk airnya, "selamat menikmati."
Makan malam dimulai, perbincangan antara keluarga itu terlihat hangat. Lisa tersenyum, Gita murung, dia sesekali menatap Zigit dan mereka beradu pandangan seoalah mengatakan sesuatu, tapi tanpa suara, hanya dengan tatapan saja.
Untuk pertama kalinya, Beyazid bisa menatap wajah Lisa tanpa harus dari kejauhan, mereka berdua di tanyai tentang banyak hal, dan meja makan terlihat ramai, bahkan saatnya untuk makanan penutup, makanan manis dan kurma ada di atas meja makan. Mereka masih tetap berbincang.
Suasana kembali hening saat Erkan bertanya pada Gita, "Nak Gita, apa kau tahu tentang Nigel Arksan?" Kurma yang masuk ke dalam mulut Gita langsung tertelan, syukurlah bijinya tak tertelan.
Semuanya diam dan kini menatap Gita. Hanya Alya yang tak memandang ke arah Gita, dan Gita lah yang memandang ke arah Alya.
"Siapa Nigel Arksan?" Pak Wahid bertanya.
Gita mengeluarkan biji kurma yang ada di mulutnya, dia menelan salivanya yang manis.
"Nigel Arksan, aku sedang mencarinya, teman, aku kehilangan kontaknya, tapi aku dengar dia adalah guru kimia Gita sewaktu SMA," kata Erkan.
"Itu sudah puluhan tahun yang lalu, Om."
"Mungkin saja kau punya kontaknya, Nak."
"Kenapa kau mencarinya?" tanya Pak Wahid.
"Hanya masalah pribadi, dan Gita tahu masalah ini. Kan, Nak Gita?"
Setiap pasang mata di sana kembali menatap ke arah Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutemu Cinta Dalam Taatmu
Romance"Jika dia tidak mencintaiku sekarang, atau hari ini, maka dia akan mencintaiku besok, jika dia tidak mencintaiku besok maka dia akan mencintaiku, lusa. Atau setelah lusa." Gita Arfinjaya Umar Gita Arfinjaya Umar adalah anak sulung dari seorang dekan...