Gita membengkak matanya, dia menatap sayu keluar jendela kamarnya dan melihat pemandangan yang berada di luar sana, hanya ada jalanan dan orang-orang yang lewat, serta pepohonan hijau cerah yang berada di pinggir-pinggir jalan.
Dia menangis bukan karena apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, atau karena dia dikurung sudah beberapa hari di dalam rumah dan tak bisa apa-apa. Melainkan dia bersedih karena ternyata ayahnya dan bahkan ibunya, semua orang kini tahu tentang identitas yang dia sembunyikan.
Ayahnya memang pada awalnya berniat untuk menjodohkan Gita dengan Beyazid, namun pada nyatanya kenyataan memukulnya lebih dalam. Dia mendapatkan kabar tentang putrinya yang tak ada hentinya mengunjungi hotel, seorang teman yang menghubunginya, yang mengatakan padanya tentang apa yang dilihatnya di hotel dan memberi tahukan segalanya pada Wahid. Dan saat itu, Wahid kehilangan sesuatu yang paling berharga dari dalam dirinya.
Dia kehilangan tiga hal, didikannya, harga dirinya, dan putrinya. Dia bahkan merasa tidak becus karena gagal akan amanahnya. Dia diamanahkan untuk mendidik dua orang putri namun hanya berhasil pada si bungsu. Dia berpikir bahwa Tuhannya akan membakarnya dengan dosa yang besar ini.
Gita menatap ponselnya, menatap pesan yang sudah berhari-hari di sana, tak dibalasnya dan tak pula dia bertanya-tanya kenapa. Yang dia rasakan hanyalah dia menyukai pesan itu, dia tersenyum menbacanya, tak peduli dengan apa yang terjadi pada si pengirim pesan, hanya saja pesan itu mampu membuatnya tersenyum.
Saat memandangi pesan itu, dia mendapatkan pesan yang lainnya; "Bagaimana kabar kamu? Apa kita tetap pada rencana?" isi pesan itu.
Gita hanya membacanya, dia tak membalasnya, dia bahkan masih merasa lemas untuk membalas banyak pesan. Dia tahu satu hal, bahwa dia sedang lapar karena sudah siang, pekerja di sana belum membawakannya makan siang.
Karena tak bisa melakukan apa-apa, dia pun hanya membalas pesan dari si pengirim pesan.
Dia mengetik; "Aku sedang menyamar jadi Belle," pesannya.
Lalu dia mendapatkan pesan balasan yang bertanya; "Belle?"
"Dikurung di istana."
Terlihat seringaian di bibir pemuda yang membacanya, kini dia paham dengan apa arti pesan yang dia dapatkan. Saat ini Zigit berada di kampusnya dan membantu kakaknya untuk menyebar undangan pernikahan pada dosen-dosen yang pernah mengajarnya di universitas.
Terlihat wajahnya masih lebam-lebam, dan dia memasukkan ponselnya di dalam saku. Dia juga tak lagi membalas pesan yang dia dapatkan. Dia kini menyebar undangan pernikahan sang kakak, dan dengan ikhlas dia melakukannya, walau hatinya begitu perih.
Nyatanya, walau demikian, Zigit memiliki sesuatu yang jahat di kepalanya, dia memikirkan bagaimana dia bisa membatalkan pernikahan ini, begitu juga dengan bagaimana dia bisa memanfaatkan Gita dan bagaimana Gita akan bermanfaat di sini.
Memang dia memiliki rencana, dan Gita sudah berkata iya untuk ini. Untuk sebuah misi yang bisa dibilang cukup jahat. Zigit berdiri di hadapan pintu salah seorang dosen dan mengetuk pintunya.
Tok
Tok
Tok
Mata Gita menatap ke arah pintu yang kian terbuka, pintu itu terbuka dan masuklah Lisa yang membawakan kakaknya makan siangnya.
"Makananmu, Tuan Putri."
Gita tak menjawab, bahkan Lisa hanya keluar dari sana. Dia melangkah menjauh dari jendelanya dan duduk di atas ranjangnya, bersandar di kepala tempat tidur. Makanannya selalu saja makanan kesukaannya, jika tidak maka dia pasti tidak akan bisa bertahan di dalam sana. Di ponselnya sangat banyak pesan yang masuk, pesan yang memanggilnya, atau juga seorang teman yang ingin bertemu.
Zigit juga demikian, dia terluhat begitu sibuk menyebar undangannya, undangan untuk para dosen dan juga kenalan di kampusnya.
Beyazid tak berhenti menununggu hari, dia terus menunggu malam dan menunggu pagi, dan menghitung setiap harinya, dan tak begitu fokus dengan pekerjaannya.
Dia juga membawakan undangan untuk teman-teman di rumah sakit, dan terus bersemangat. Begitu juga dengan Lisa, dia bahkan menyilang kalender miliknya di dalam kamar untuk menghitung berapa hari lagi dia akan menikah. Kedua pihak keluarga sibuk dengan urusan pernikahan, kecuali Gita yang saat ini mengunyah makanannya.
"Aku yang akan menikah dengan Beyazid!" Gita dengan kunyahan di giginya. "Enak saja, seharusnya anak perempuan pertama yang harus diutamakan, nakal atau tidak nakal!" Dia mengunyah makanannya dengan mantap dan tatapannya bagai pisau tajam yang memandang ke depan.
Untuk pertama kalinya, gadis ini begitu bergairah untuk menikah, toh selama ini hal yang paling dia benci adalah kata pernikahan.
Nah, di sini ada Alya, dia menangis dan juga dikurung di tempatnya, tak boleh keluar rumah selain ke sekolah, dan ayahnya sendiri yang akan menjemputnya dan juga mengantarnya.
"Sampai kapan aku akan di sini Ayah?" tanya Alya, dia terbaring ke samping di atas ranjangnya dan ayahnya berdiri di bingkai pintu. Bahkan sang ayah tak bekerja dan menyerahkan semuanya pada Beyazid.
"Kau akan tetap di sini sampai kau mengatakan semuanya," kata sang ayah.
"Aku sudah mengatakan semuanya."
"Tidak semuanya, putriku."
Erkan masih berdiri di tempatnya, menunggu anaknya itu mengatakan semuanya, tentang dirinya dan kenapa dia berada di dunia malam dan terjebak di dalamnya. Erkan bukanlah tipikal ayah yang akan menghukum anak-anaknya dengan kekerasan apalagi menampar anak perempuannya, dia hanya akan memberikan penjagaan yang lebih ketat lagi untuk hal semacam ini.
"Kau mengonsumsi obat terlarang."
"Tidak lagi Ayah, aku tidak berbohong." Alya masih berbaring ke samping dan tak sanggup menatap ayahnya.
"Kapan kau memulainya?"
"Aku tidak ingat."
"Alya!"
"Baru Ayah, baru beberapa bulan lalu, aku tidak ingat tepatnya kapan, tapi aku tidak melakukannya lagi."
"Siapa yang membawa kamu ke hotel?"
"Aku sendirian Ayah, tidak ada yang.... "
"Sebutkan nama!"
Alya yang merasa takut dan mulai meneteskan air mata kini memandang ayahnya, dia berharap dengan air matanya dia bisa meluluhkan hati sang ayah, namun nyatanya, pria yang berusia lebih dari setengah abad ini sama sekali tak memedulikan air mata itu lagi, dia berharap untuk tak lagi terpengaruh dengan air mata.
Alya bangkit dan duduk di ranjangnya, menatap lekat-lekat mata tua ayahnya dan berharap ayahnya bisa luluh dan memaafkannya.
"Aku tidak tahu siapa."
"Alya!" Erkan semakin geram dengan elakan putrinya, kini tangannya yang kekar rasanya ingin memukul sesuatu, sesuatu selain manusia. Dan jika manusia, dia sangat ingin memukul sosok yang menjerumuskan putrinya masuk ke dunia malam yang mengerikan.
"Aku betul-betul tidak tahu Ayah."
"Maka tidak akan ada pintu keluar untuk kamu."
Erkan hendak pergi, tapi kemudian berhenti saat anaknya mengatakan sesuatu, "Tapi Kak Gita tahu, siapa dia, tentang Nigel Arksan." Maka langkah kaki Erkan, berhenti dan berbalik ke arah putrinya yang juga menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutemu Cinta Dalam Taatmu
Romance"Jika dia tidak mencintaiku sekarang, atau hari ini, maka dia akan mencintaiku besok, jika dia tidak mencintaiku besok maka dia akan mencintaiku, lusa. Atau setelah lusa." Gita Arfinjaya Umar Gita Arfinjaya Umar adalah anak sulung dari seorang dekan...