"Tidak mungkin! Jadi selama ini kau juga tidur dengan seorang wanita malam?" Matanya membulat menatap Zigit yang kebingungan.
"Ouh jangan sampai ke sana, aku bahkan tidak menyentuh sehelai rambut pacar kamu ini, astagfirullah," balas Zigit.
"Siapa bilang?" Gita menyahut, "teman kamu ini sok suci, dia menghubungiku dan memintaku untuk menemaninya semalaman, toh kita baru mau pindah kamar."
"Loh loh loh, apa maksud kamu?"
"Zigit? Apa Om Erkan tahu soal ini?"
"Kemarin kakaknya, sekarang adiknya, mungkin besok bapaknya." Gita menampilkan senyum manis. Zigit menatap dengan tajam.
"Hei, kau ini, jaga mulut kamu!"
"Hmm, ya, kau seharusnya jaga sikap kamu!"
"Dari mana kau dapatkan nomor Gita?"
"Dari Ali."
"Ali siapa lagi sih?!" Gita mengernyit.
"Ali juga pernah tidur sama kamu, Ta?"
"Ya enggaklah, oh iya, mungkin pernah tapi.... "
"Aku nggak nyangka sama kamu. Aku kira kau sudah berhenti selama ini," katanya, Randi, dia adalah pemuda berwajah tegas dengan tubuh yang gagah dan lebih tinggi dari Zigit.
"Astagfirullah, jujur aku nggak tahu soal ini semua, kalian mau tidur atau pacaran, atau apalah, pokoknya aku mau pulang," ujar Zigit, hendak pergi namun tangannya ditarik oleh Gita.
"Mau kabur ke mana kau!?"
Zigit menatap tangan Gita yang menarik tangan Zigit, dan Gita sadar akan hal itu.
"Hei, tanganmu!"
Gita langsung melepasnya.
"Aku nggak nyangka sama kamu, Zigit, kupikir kau orang baik-baik." Randi menggeleng kepalanya.
"Aku memang orang baik-baik, aku memanggilnya bukan untuk.... "
"Lalu untuk apa?"
"Aku tidak bisa menjelaskannya, aku hanya ingin pergi, okey?" Zigit niat pamit tapi Gita tidak membiarkannya, sementara Randi terlihat begitu sedih dan hanya menatap Gita dengan raut wajah cengeng.
"Randi dengar, kami tidak melakukan apa-apa, kami hanya bertemu dan berbicara, dan aku tidak menyentuh pacar kamu ini.... "
"Aku bukan pacarnya!" Gita memotong.
"Baiklah, tapi Randi, jangan kau berpikir kalau aku melakukan sesuatu yang buruk dengan Gita," kata Zigit lagi, untuk menenangkan temannya itu.
Randi hanya menggeleng dan tidak peduli, dia duduk dengan lemas dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan Zigit.
"Randi?"
"Pergilah dari sini, jangan muncul di hadapan aku lagi," balas Randi. Gita dan Zigit saling memandang.
"Randi dengar.... "
"Aku bilang pergi!"
Maka saat itulah, Gita yang kejam merasa iba pada Randi. Dia memang tidak menyukai pria ini, tapi dia masih merasakan rasa kasihan karena kepedulian Randi padanya dan rasa suka Randi pada Gita. Walau demikian, Gita hanya ingin Randi menjauh, tapi rasa-rasanya, saat ini, dia ingin Randi untuk tidak marah dan kesal.
"Sebelum kami pergi, aku akan katakan, kalau aku dan Zigit tidak melakukan apa-apa," ujarnya, lalu dia menarik tangan Zigit untuk keluar dari kamar hotel itu. Zigit yang tak terima ditarik, kemudian menghentakkan tangannya.
"Apa yang kau lakukan? Berhenti menyentuhku!"
Gita tak membalas, dia diam dan hanya berjalan terus, berhenti di hadapan lift dan mereka bagai pasangan yang sedang bermasalah, ya, Gita yang cemberut dan Zigit yang hanya diam membuat suasana saat mereka berada di dalam lift hanya diam, suasana yang dingin dan kaku.
Pintu lift terbuka dan mereka keluar dari sana, keluar dan berjalan beriringan. Mereka berjalan berpapasan tanpa sadar dan keluar dari lift, dua manusia yang tampak layaknya seorang pasangan ini tak sadar bahwa ada sebuah kamera yang menghadang di kejauhan sana.
Mereka tidak menyadari itu, di gelapnya malam, siapa yang akan menyadari kamera paparazi yang selama seharian ini mengikuti Zigit ke manapun pemuda ini pergi.
"Aku akan menemukan taksi untuk kamu," kata Zigit, mereka berdiri di pinggir jalan.
"Tidak perlu, aku bisa memesan mobil sendiri," balas Gita.
"Aku laki-laki, dan kau perempuan, aku akan mengantar kamu pulang hingga rumah, dan aku akan pulang sendiri," ujar Zigit lagi.
Perhatian Zigit membuat Gita menoleh pada pemuda semester akhir ini, dia melihat Zigit dengan tatapan yang terlihat heran.
"Selama ini aku pulang sendiri, dan tak ada yang berbahaya bagiku."
"Belum, itu karena Allah masih melindungimu."
"Apa bedanya, Allah akan tetap melindungiku denganmu atau tanpamu. Kecuali kalau aku mendengarkan apa yang kau katakan dan membatalkan pernikahan adikku, maka Allah akan menghukum aku melalui papa ku!" Gita dengan tegas dan lincah.
"Papa? Aku pikir Om Wahid dipanggil dengan sebutan Abi?"
"Aku tidak mau, sejak kecil aku lebih suka memanggilnya Papa," jawab Gita. Dia tampak diam, dan menyadari sesuatu, dan berkata lagi, "astaga, bagaimana kau tahu panggilan yang diberikan pada.... " Gita diam sejenak, mereka saling memandang, Gita dan Zigit.
"Aku memperhatikan selama ini," katanya.
"Astaga, sejak kapan kau menyukai adikku?"
"Sejak ayahmu membawa Lisa bertemu dengan ayahku, saat itu aku juga bersama ayah. Lisa pikir aku adalah yang dijodohkan untuknya, dan dia dengan senang mengatakan iya, tapi ternyata dia semakin senang saat mengetahui bahwa kakakku yang dijodohkan untuknya," jelas Zigit.
"Wow, hmm, well, aku harus berkata apa? Bagaimana jika keluarga kamu tahu soal ini?"
"Aku harap mereka tahu, dan pernikahan tidak perlu terjadi. Dan aku ingin kau membatalkan pernikahan mereka," jawab Zigit.
"Aku harap perenikahan mereka juga tidak terjadi."
Seketika Zigit menoleh ke arah Gita dan menatap dengan tatapan menyipit, lalu singgungan senyum muncul di bibirnya, dia terlihat senang saat Gita mengatakan itu. Dan tak lama kemudian sebuah taksi muncul di malam hari. Zigit dan Gita naik ke taksi itu, keputusan Zigit mutlak, dia akan mengantar Gita untuk pulang.
"Jadi bagaimana, apa kau setuju?" tanya Zigit saat Gita akan keluar dari mobil taksi itu.
"Aku tidak ingin mengacaukan kebahagiaan adikku, hanya karena kau menyukainya," jawab Gita, dia keluar dari sana dan tak menoleh lagi ke kiri dan ke kanan, dia bahkan tidak menatap ke arah taksi yang menghilang dalam gelapnya malam. Gita pulang dan berharap bahwa semua orang sudah tertidur. Memang beginilah rutinitasnya.
Sementara Zigit, dia akhirnya sampai di hadapan rumah besar Yavus, dia berjalan masuk ke dalam rumah itu dengan santai dan bahkan tak ada beban. Itu karena dia sudah mengatakan pada ibunya bahwa dia akan pergi mengurus organisasi yang dia pimpin.
Sangat jarang dia berbohong pada ibu dan ayahnya, dan kali ini dia harus berbohong untuk selamat.
Saat dia berada di dalam rumah, dia ruang utama, terlihat ayahnya yang duduk dengan menyilangkan kakinya, meminum segelas jahe hangat dan membaca koran di malam hari. Sangat jarang seseorang membaca koran di malam hari. Zigit melihat itu, dan dia terlihat terkejut saat melihat ayahnya berada di tempat itu.
"Zigit?" Ayahnya menoleh pada Zigit dan berhentilah pemuda itu dari jalannya.
"Iya, Ayah," Zigit berhenti dan menatap ke arah sang ayah.
"Kemari lah, Nak."
Maka berjalanlah Zigit ke arah ayahnya dan dia duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang diduduki oleh sang ayah.
Lalu Erkan Yavus, dia menaruh sesuatu di atas meja, sebuah lembaran kertas foto yang ditemukan oleh Beyazid.
"Kenapa foto calon adik ipar kamu ada di kamarmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutemu Cinta Dalam Taatmu
Romance"Jika dia tidak mencintaiku sekarang, atau hari ini, maka dia akan mencintaiku besok, jika dia tidak mencintaiku besok maka dia akan mencintaiku, lusa. Atau setelah lusa." Gita Arfinjaya Umar Gita Arfinjaya Umar adalah anak sulung dari seorang dekan...