9

32.1K 4.1K 246
                                    

Zhao hampir tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari suster. Secepat mungkin beranjak ke ruang kerja kakaknya. Hoshi sedang mengamati hasil ronsen salah satu pasien saat Zhao memasuki ruangannya.

Sembari mengerutkan kening, Hoshi menurunkan lembar foto ronsen. "Apa yang—"

"Apa yang Kak Hoshi pikirkan? Meminta perawat khusus untuk menjaga Iris?" sela Zhao, benar-benar tidak habis pikir.

Hoshi menghela napas, "Itu solusi termudah saat Pascal harus kembali bekerja."

"Bekerja?" ulang Zhao, bersedekap sembari geleng kepala. "Iris penting untuk Pascal, dan dengan keadaannya sekarang, enggak mungkin bagi Pascal bisa memikirkan—"

"Pascal berjuang untuk mencapai posisinya sekarang," sela Hoshi, memilih kembali ke tempat duduknya. "Iris penting untuk Pascal, tapi hingga bulan depan, enggak banyak yang bisa Pascal lakukan ... Iris bahkan belum bisa bangun dari tempat tidur."

Zhao menatap kakaknya lekat.

Hoshi mengangkat tangan, menghentikan kalimat tanggapan yang ingin diucapkan adiknya itu. "Situasi yang menimpa mereka memang enggak mudah, baik Iris atau Pascal harus realistis ... Pascal perlu bekerja, Iris perlu menghadapi dirinya sendiri."

"Meninggalkan Iris bersama perawat, enggak akan membuat keadaan jauh lebih baik."

"Itu masih lebih baik dibanding membiarkannya sendiri."

"Kak Hoshi ... Pascal adalah alasannya bertahan selama ini." Zhao tak habis pikir dengan sikap kaku kakaknya ini. "Kak Hoshi enggak kasihan? Kita mengenal Pascal, sekaligus mengenal Iris... mereka hanya korban dari—"

"Kamu yang paling tahu bahwa seorang disabilitas enggak mengharap perhatian karena kasihan."

Kalimat itu membuat Zhao terkesiap, "Iris sudah dipindai ulang? Dia benar dinyata—"

"Dia harus belajar menghadapi kondisinya saat ini," pungkas Hoshi lalu mengulurkan berkas berisi data perawat yang bisa dipekerjakan untuk pengawasan pribadi. "Pascal akan membutuhkannya."

"Pascal enggak akan meninggalkan Iris sendirian, terlebih dalam keadaan sekarang!"

"Dia akan melakukannya."

Zhao menyipitkan mata dengan nada keyakinan dalam suara kakaknya itu. Hoshi memilih menatap foto keluarga di mejanya.

"Pascal akan melakukannya, karena dia sadar akan tanggung jawabnya. Itu juga yang kulakukan saat Jasmine sakit, saat kamu sakit, saat Mama sakit... aku tetap bekerja, meninggalkan kalian dalam pengawasan orang lain," kata Hoshi.

"Tapi ini berbeda, Kak Hoshi sendiri yang bilang, kalau Iris enggak stabil ... Jika, Pascal enggak ada bersamanya juga—" Zhao kehilangan kata, tak bisa membayangkan betapa kalutnya Iris jika ditinggalkan Pascal. Kedatangan Byakta Pasque kemarin, sekaligus ultimatumnya cukup membuat gadis itu tertekan.

Hoshi mengamati adiknya, mencondongkan tubuh sembari melipat tangan di atas meja. "Aku enggak tahu, kalau kamu sepeduli ini pada adik Pascal..."

"Pascal sahabatku."

Hoshi menatap lebih lekat. Zhao menghela napas karena menyadari arti tatapan itu. "Ini enggak seperti yang Kak Hoshi pikirkan," kata Zhao mengambil berkas di meja lalu beranjak ke pintu.

"Ada seseorang yang ingin kukenalkan padamu," ucap Hoshi tepat sebelum adiknya keluar.

Zhao menoleh, "Ya?"

"Putri tunggal dr. Mulawarman, Rashi."

Itu nama yang tidak asing di telinga Zhao, Rashian Mulawarman tidak hanya putri tunggal, namun juga pewaris lima belas klinik kecantikan yang tersebar di Indonesia. Mula Beauty Clinic sering bekerja sama dengan HW-Hospital dalam kegiatan donor darah atau lelang amal untuk aksi kemanusiaan.

FLAWSOME #PasqueSeries ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang