Tubuh Rania terduduk lemas dan lesu. Ingin rasanya ia membanting ponselnya saat itu juga dan menangis sejadi-jadinya. Bahkan bulir air mata sudah mulai menetes di pipinya. Tangannya bergetar menahan emosi dan sakit yang terasa. Jemarinya meremas roknya kuat-kuat. Ia merasa hancur."Ada apa Ran?" tanya Satria khawatir saat menyadari ada sesuatu yang tengah terjadi dalam dirinya. Ia melirik Rania yang tampak diam membisu dan bergetar di kursinya.
Gadis itu hanya menggeleng perlahan. Cepat-cepat punggung tangannya menyeka air mata yang sudah terlanjur mengalir. Ia tak mau pria disebelahnya menyadari jika ia sedang menangis.
"Kamu yakin?"
"I-iya. To-tolong dipercepat saja mobilnya. A-aku ingin cepat sampai," katanya terbata.
"Ooh ... Oke baiklah."
Untunglah arus lalu lintas tak sepadat sebelumnya di jalanan utama tadi ketika mobil sudah berbelok ke arah lain.
Kaki Satria menginjak pedal gas makin kuat dan berusaha secepat yang dia bisa. Ia yakin gadis di sebelahnya sedang mengalami sesuatu.
Begitu mobil sampai di parkiran halaman kantor PT. Adytama Construction, dengan sigap tangan Rania membuka pintu dan segera berlari cepat ke arah pintu masuk kantor. Meninggalkan tas bawaannya di kursi. Tak mempedulikan Satria yang keheranan melihatnya dari balik kursi kemudi.
Tap ... Tap ... Tap ...
Langkah kakinya cepat setengah berlari. Ia tidak mau terlalu menarik perhatian orang lain. Tapi tetap saja menarik perhatian rekan kerjanya. Mala yang duduk di balik meja kerjanya melihatnya keheranan.
"Ada apa, Ran? Apa yang terjadi? Elu kenapa, Say?" tanya Mala menyadari telah terjadi sesuatu yang buruk pada sahabatnya itu.
Tapi wanita muda itu tak acuh. Ia terus saja melangkah masuk melewatinya. Tanpa memandangnya sedikitpun. Ia masuki kamar mandi karyawan yang kosong, lalu menutup pintu dengan cepat dan menguncinya. Tubuhnya ambruk seketika itu juga di balik pintu. Air mata yang sedari tadi ia tahan tumpah semua membanjiri wajahnya. Ia menangis tergugu sambil mendekap kedua lututnya yang sudah lemas.
Ting!
Sebuah pesan baru datang lagi dari Danar. Dengan gemetar tangan Rania mengambil ponselnya di saku baju. Sebenarnya ia enggan membukanya lagi. Ia takut membacanya akan makin menyakitinya. Tapi penasaran juga. Ingin bilang apa lagi lelaki itu.
Danar : Ran, kamu masih disana? Maafkan keputusanku yang sepihak.
Rania : Kamu tega sekali padaku, Danar.
Danar : Sudah aku bilang kan. Aku bukanlah yang terbaik untukmu.
Rania : Kamu selalu mencari-cari alasan. Selalu. Apa sebenarnya alasanmu? Apakah mantanmu kembali lagi padamu, hah?! Mencari kesempatan saat kita berjauhan?
Danar : Kali ini gak ada hubungannya dengan dia. Bukankah aku sudah berjanji tidak akan berhubungan lagi dengan mantanku atau semua cewek di masa laluku.
Rania : Oh jadi ... Ada cewek lain rupanya? Pintar kamu ya. Percuma kamu berjanji. Siapa cewek pengganggu itu? Jelaskan padaku?!
Danar : Baiklah aku mengaku. Kamu gak mengenalnya sama sekali. Bahkan aku pun sebelumnya. Dia adalah teman kantorku.
'Tuh kan sudah kuduga.' pikir Rania kecewa.
Danar : Awalnya kami hanya berteman seperti biasa. Lama-lama menjadi akrab. Karena ternyata dia satu universitas dengan kita. Bahkan satu fakultas dengan kita. Hanya beda jurusan. Dan tanpa kehadiranmu sepertinya menjadi celah untuknya mengisi hatiku yang kosong, Ran. Disaat kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu di sana. Dia sangat perhatian sekali padaku. Perasaan itu tumbuh dengan sendirinya diantara kami. Maafkan aku, Ran. Tapi jujur aku menyukainya. Bahkan... kami sudah berpacaran sejak 2 bulan yang lalu. Aku gak mau membohongimu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Rania
Romance[Proses Revisi] Ketika aku terpuruk karena cinta seorang lelaki yang berkhianat. Saat itu juga seorang lelaki lain memberikan hatinya padaku secara tulus. Aku mulai bangkit dan menyusun ulang masa depan indah bersamanya. Namun, sayangnya impian kami...