Part 4 - Show Must Go On

216 18 1
                                    

Sebelumnya terimakasih yang sudah membaca sampai tahap ini. Semoga terhibur. ^_^
.
.

***

Rania menatap sebal ke arah Danar yang tiba-tiba datang ke kantornya sore itu. Menanyakan kabarnya seolah tak pernah terjadi apapun di antara mereka berdua.

"To the point aja deh. Mau apa kamu kesini menemuiku?"

"Maaf Ran, kalau kamu gak suka. Aku ke sini karena ada perlu denganmu," ujar Danar tenang.

"Tadinya aku berencana akan mengirimi ini lewat pos, tapi rasanya aku perlu bicara langsung padamu, Ran."

Tangan kanannya menyerahkan sepucuk kartu undangan pada Rania. Kartu undangan pernikahan berwarna silver. Dengan hiasan emboss yang indah. Terukir di sana nama Danar Prasetya dan Widia Kinarsih. Matanya terbelalak tak percaya.

"Aku harus menikahinya segera, Ran. Dia sudah mengandung anakku," ucapnya lirih menatap Rania dengan sorot mata merana.

Tapi Rania tetap melihatnya sinis. Tak iba sama sekali. Ia malah mendengus mengejeknya.

"Untung saja aku tidak sampai seperti nasib selingkuhanmu itu. Jika iya kamu sudah menghancurkan masa depanku, Danar."

Lelaki itu tertunduk lemah. Ia menghela napas.

"Sebenarnya sih aku masih mencintaimu, Ran."

Rania mendengus lagi. Kata-kata yang selalu dilontarkan Danar saat mereka ribut. Klise.

"Aku terbawa suasana saat bersamanya saat itu. Dia selalu mencari perhatianku. Aku seperti terjebak."

"Jangan mencari-cari alasan lagi! Aku sudah muak. Apa yang kau tanam itu juga yang akan kau tuai."

"Maafkan aku, Rania. Andai waktu bisa kuputar aku tidak akan menyakitimu terus," harap Danar.

"Ah ... omong kosong!"

Rania membuang muka ke arah lain ia malas sekali melihat laki-laki brengsek itu. Laki-laki yang selama 5 tahun pernah ia cinta dan puja begitu hebat kini terlihat seperti pecundang.

"Kalau sudah selesai silakan pergi. Aku masih banyak kerjaan di dalam. Aku harus lembur," usirnya.

Kemudian kakinya tertahan oleh cengkeraman tangan Danar di lengannya ketika hendak melangkah pergi, pria itu masih ingin berbicara lagi.

"Tunggu, Ran!"

"Ada apa lagi sih?" Rania menepis lengannya.

"Apakah kamu masih suka coklat?"

Rania memicingkan matanya keheranan.

"Sekarang aku gak suka lagi." Ia melengos pergi meninggalkan Danar begitu saja. Tak peduli lagi ketika Danar memanggilnya berkali-kali.

Dadanya terasa sesak. Nyeri hingga ke ulu hati dan berdenyut-denyut. Air matanya sudah siap menetes di sudut matanya.

'Kamu masih saja tega menyakitiku Danar. Bahkan di saat hubungan kita sudah selesai. Lebih baik aku gak tahu soal undangan pernikahan ini.' Batin Rania nelangsa.

Sesampainya di meja kantor, ia lemparkan surat undangan itu sembarangan hingga jatuh ke lantai. Diambilnya juga batangan coklat yang masih tersisa sedikit tadi. Dipandanginya terus. Bertanya-tanya sendiri apakah ia akan membuangnya juga atau tidak. Mungkinkah selama ini yang selalu meletakkan coklat itu adalah Danar sebagai permintaan maafnya? Ada rasa sesal dihati Rania karena telah memakan coklat itu.Coklat uang ia pikir dari seseorang yang diam-diam peduli padanya.

"Habiskan saja coklat itu! Besok aku akan memberikanmu dua coklat besar sekaligus." Suara Satria mengalihkan pandangan Rania.

'Sejak kapan dia ada di belakangku?' tanyanya dalam hat begitu menyadari keberadaan atasannya di belakangnya.

Takdir Cinta RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang