Malam itu Rania tidur di kasur yang biasa dipakai Satria tidur. Sementara Satria sendiri tidur di kamar sebelahnya. Andai keduanya tahu bahwa mereka sama-sama tidak bisa memejamkan matanya karena memikirkan satu sama lain. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 02.34 dini hari.
Akhirnya Satria memilih bangun dan pergi ke dapur untuk minum. Saat ia kembali didapatinya Rania juga hendak masuk ke dapur juga.
"Ran, kok belum tidur sih? Mau ke dapur juga?"
"Iya aku mau minum mas."
"Ya udah kamu balik aja ke kamar nanti aku bawain kesana."
"Makasih ya mas." Ia balik badan kembali masuk kamar.
Beberapa saat kemudian Satria kembali membawa segelas air mineral dingin. Diberikannya gelas itu pada Rania yang menunggunya di pinggir ranjang tidur. Setelah puas meminumnya sampai tandas Satria hendak kembali lagi ke kamar sebelah. Tapi tangan Rania meraih lengan Satria.
"Jangan pergi! Temani aku disini ya! Gak bisa tidur." Pintanya.
"Tapi..."
"Gak apa-apa mas. Gak akan terjadi apapun. Aku cuma minta ditemani." Pintanya sekali lagi. Matanya mengiba membuat Satria tak kuasa menolaknya.
Akhirnya ia ikut duduk di pinggir ranjang.
"Aku temani kamu sampai tidur Ran. Setelah itu aku balik ke kamarku ya."
Rania mengangguk paham. Tubuhnya direbahkan lagi di kasur. Sementara Satria duduk bersandar di kepala ranjang. Tangannya mengusap-usap kepalanya dengan lemah lembut.
"Mas..."
"Hhmm..."
"Andai aku bukan anak mama dan papa. Apakah kita bisa menikah?"
"Ngomong apa sih kamu?"
"Aku kan cuma berandai-andai aja mas."
"Ya pastilah bisa menikah Ran jika kita bukan saudara kandung."
"Mas yakin gitu kita saudara kandung?"
"Kok kamu ngomongnya ngelantur gitu sih?"
"Ya andaikan saja mas. Namanya juga lagi ngekhayal."
"Sudah lah kamu cepat tidur. Seharian ini kan capek."
Rania mendengus kecewa. Sejenak keduanya diam sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tak ada komentar apapun lagi hingga...
"Peluk aku mas!"
"Apa?!"
"Tolong peluk aku lagi!"
"Sudahlah Ran. Aku lelah."
Rania menarik paksa tangan Satria agar memeluknya sambil tidur. Satria pasrah mengikuti apa maunya. Kini mereka tidur bersama saling berpelukan.
"Aku ingin ini menjadi pelukan terakhir kita mas. Aku ingin mengenangnya sebagai sesuatu yang tak terlupakan." Nada suaranya bergetar.
"Sayang... Apa maksud kamu sih?" Dilihatnya mata Rania yang mulai berkaca-kaca lagi. Wajah Satria menegang.
"Aku ingin kita putus. Aku tidak akan sanggup jika harus berlama-lama denganmu dalam satu atap. Perasaanku akan makin dalam. Dan justru itu akan makin memperbesar sakit hatiku mas."
Hati Satria kecewa mendengar permintaan Rania. Ia merubah posisinya menghadap Rania. Mereka tidur menyamping saling berhadapan. Tapi mata Rania terpejam menahan air matanya.
"Lihat aku Ran!" Serunya kesal. Rania acuh.
"Lihat aku Ran!" Serunya sekali lagi. Nadanya meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Rania
Romance[Proses Revisi] Ketika aku terpuruk karena cinta seorang lelaki yang berkhianat. Saat itu juga seorang lelaki lain memberikan hatinya padaku secara tulus. Aku mulai bangkit dan menyusun ulang masa depan indah bersamanya. Namun, sayangnya impian kami...