Chapter 17

1K 198 39
                                    

Si kembar beruntung kali ini karena Ibu Yuki baru saja membuat spaghetti macaroni yang menjadi makanan kesukaan keduanya. Yupiter makan dengan lahap, sedangkan Mars sudah menambah sepiring lagi. Yuki memperhatikan keduanya di sofa ruang tengah dengan keberadaan Stefan, Akio dan Becca. Jika dipikir-pikir, adik cowoknya satu ini tidak berguna sama sekali. Mirip anak perawan yang malu-malu kambing menyatakan cinta, tidak seperti Yuki dulu yang dengan santainya memanggil gebetan Bebs sesuka hati. Maklum, urat malunya sudah putus. Tahu sendiri kelakuan Yuki? Stefan kala itu sampai jengah menghadapi.

"Lo berdua ini ribet banget tahu nggak sih? Sama-sama suka tapi nggak mau ngakui."

"Aku sudah ngakui kok, Tante."

Yuki masih cantik loh, masih seksi aduhay meski sudah berojol dua kali. Itu panggilan Tante bisa dihilangkan tidak sih? Taek!

Siapa yang menduga ketika keluarga kecil Stefan datang bertandang ke rumah orangtuanya, mereka dikejutkan dengan keberadaan Becca dan Akio yang tengah berbicara berdua. Sebenarnya Akio sempat bungkam karena tidak ingin ketahuan, tapi Ibunya yang sejak tadi menguping di balik tembok langsung meluruskan situasi. Stefan menghela napas, pun Yuki juga demikian.

"Lo tuh Bec, labil banget jadi cewek. Bilang suka sama laki gue lah, bilang suka sama adek gue lah. Terus habis ini lo mau bilang suka sama siapa lagi? Anak gue?"

Mau tertawa tapi tidak etis, bagaimana sih?

"Becca tuh cuma ngefans Bang Stefan, tapi cintanya ke gue Kak." Weh, Akio berani juga.

Ngefans?

Yuki ingin tertawa sekarang. Tampang seperti Stefan ada pula yang mengidolakan, sudah seperti artis saja. Nah, suaminya kan ganteng. Wajar. Lalu, apa kabar Median yang tampangnya gelap kayak habis maghrib?

Yuki diam-diam menahan tawa selagi yang lain mulai memperdebatkan sesuatu. Becca masih mengatakan apa yang dia rasa selama ini, jujur dari dalam hatinya. Akio cukup tersentuh, lain lagi Stefan yang tampak kalem memperhatikan take gay out di televisi. Bangsattt itu kan homo! Yuki langsung merebut remot dan menekan tombol power agar Stefan bisa fokus pada pembicaraan mereka. Sebenarnya, lebih etisnya adalah pembicaraan Becca dan Akio. Tapi sebagai yang lebih tua, Yuki merasa harus turum tangan demi kelangsungan hidup keluarga mereka. Iyalah, biar tidak digosipkan diselingkuhi suaminya lagi.

"Bedanya cinta sama suka apa sih?"

"Kalau suka tuh cari senangnya saja, tapi kalau cinta tuh karena nyaman."

Yuki salah besar nih karena selama ini selalu menyebutnya Otan, pemikiran Becca bisa seperti itu. Ini nih, yang salah sudah pasti Akio. Akibat dari terlalu banyak rebahan di rumah dan hobi menghujat orang lain.

"Lo suka sama Stefan karena apanya?"

Kalau Yuki sih suka karena anu-nya gede.

"Kak Stefan kan polisi. Ganteng, keren, terus punya wibawa. Ya aku terus terang suka lihatnya. Tante Yuki juga pasti sependapat. "

Namanya juga Stefan, dipuji seperti itu sudah menjadi makanan sehari-harinya sejak doi berojol dari perut Ibunya. Becca mungkin mengatakannya dengan malu-malu, tapi Stefan pura-pura tidak dengar dan memilih bermanja di bahu Yuki seperti di ruangan ini hanya ada mereka berdua, mengelus perut rata Yuki seolah sengaja membuat kedua lajang di hadapannya panas dingin. Cok! Gak tahu malu! Astagfirullah Akio misuh mulu.

"Gak penting apa pendapat gue, yang jelas gue nggak suka ya elo ngegoda suami gue."

Becca menaikkan satu alisnya heran. Tidak ada sejarahnya loh dia pernah menggoda Stefan, tapi jika memberi perhatian lebih sih iya. Murni seperti fans ke idolanya.

Pfft idola? Sudah tua begitu.

Stefan tahu apa yang ada di kepala istrinya, jadi ia sejak tadi memilih diam tanpa mau ikut campur. Toh Yuki sedang hamil, hormon dan emosinya meningkat. Kalau salah sepatah kata saja, Stefan tidak bisa memikirkan apa pun lagi.

"Lo berdua jadian saja deh."

Mata Akio berbinar, Becca juga. Tetapi cewek itu tiba-tiba mengatakan suatu hal yang memicu perang dunia. "Tapi nanti Tante izinin aku sering ketemu Kak Stefan ya?"

Taekmu cok!

***

Seharusnya, Yupiter dan Mars sudah terlelap sejak pukul delapan. Tapi mereka berdua tidak juga masuk ke kamar, malah sibuk menyusun lego di depan televisi dengan Stefan yang menonton pertandingan bola. Besok hari senin, waktunya kerja. Yuki berkecak pinggang di dekat sofa melihat ketiganya. "Nggak ada yang mau tidur nih?"

"Sebentar yang, lagi tanggung nih."

"Papa lagi asyik lihatin Leonel Meses Ceres."

"Meses Ceres nya yang rasa cokelat ya?"

"Uuh, Mars jadi lapar." Tepok jidat.

Yuki menghela napas berulang kali. "Yang, ini sudah malam. Anak-anak besok sekolah dan kamu harus nugas."

"Sebentar, setengah jam lagi deh."

Apa senangnya menonton pertandingan bola? Yuki lebih memilih menonton video di Youtube tentang tutorial make up. Baiklah, ada cara jitu agar Stefan menurut. Yuki tersenyum simpul kemudian mendekati suaminya, duduk tepat di sebelahnya demi menciptakan jarak intim. Ini serius? Ada anak-anak di lantai, di depan mereka. Stefan langsung merasakan miliknya yang tiba-tiba diremas kuat oleh Yuki di balik celana pendek yang ia kenakan. Ketika Stefan menoleh, istrinya tampak menyeringai nakal dan melayangkan tatapan menggoda.

Ya ampun.

"Mau tidur nggak yang?"

Stefan menggulirkan pandangannya pada si kembar, lalu kembali terfokus pada Yuki. "Mau, tapi nanti susuin ya?"

Geli dengarnya, anjirrr.

"Anak-anak, ayo sudahan mainnya. Masuk ke kamar terus tidur, kalian besok sekolah!"

Tuh, langsung tancap gas. Yuki hanya perlu bersendekap tenang duduk di sofa melihat Stefan mulai mengangkut anaknya satu persatu masuk ke dalam kamar, mereka sempat merengek tidak mau tapi Stefan acuh saja. Yuki kira suaminya akan langsung menariknya ke kamar pula, tapi ternyata tidak. Lima menit kemudian dia baru muncul dari dapur dengan membawa segelas susu putih hangat. Alis Yuki berkerut, ia langsung menyadari jika susu yang dibawa Stefan adalah susu kehamilan untuknya.

"Kamu minum ini dulu nih."

Hanya dengan sebuah perhatian sederhana, Yuki merasa menjadi istri paling bahagia sedunia. Stefan membantunya meminum susu, memegang gelasnya hingga Yuki selesai. Ada cahaya yang kadang-kadang memenuhi ketemaraman ruangan karena televisi masih menyala. Stefan lantas mengambil remot dan mematikannya.

"Sebenarnya pengen makan sesuatu, tapi aku lebih pengen meluk kamu." Gembel deh Yuki.

Gigi Stefan terlihat seluruhnya saat dia tersenyum. "Ya sudah ayo."

"Ayo ke mana? Aku nggak bawa helm."

"Helmnya kan sudah ku pakai yang, ayo deh ku kasih lihat di kamar."

"Helm motor?" Ya kegedean Yuki kalau helm yang itu, ada helm lain lagi. Titttt...

Tidak terbayang jika istrinya sudah hamil besar nanti, Stefan mencoba menggendong Yuki tapi punggungnya terasa luar biasa nyeri. Dipicu faktor umur, tidak mau coba-coba lagi deh menggendongnya ala bridal style begini. Stefan menghela napas lega begitu berhasil menurunkan tubuh Yuki di tengah-tengah ranjang, dan ia langsung mengungkungnya penuh kuasa.

"Sebentar saja ya yang? Jangan lama-lama, soalnya kamu kan besok harus nugas."

Stefan mengangguk antusias. "Oke Moms."


















To be continue...

Satu chapter lagi ending, habis itu Epilog.

20 Januari 2020

Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang