Chapter 15

1K 222 39
                                    

Akio meriang sejak pagi, oleh karenanya hari ini ia absen bekerja. Lagian sih, salah sendiri kemarin setelah pulang kerja bukannya ke rumah malah nongkrong di taman kota hingga malam, kehujanan pula. Kalau sudah begini, Ibunya yang jadi super repot. Bayi besar seperti Akio terkadang rewelnya minta ampun, itu sebabnya si Ibu mulai sering mengoceh tentang masa depan Akio yang harus segera mencari pendamping hidup.

Sabar uyy, dia kan sedang berusaha.

"Kamu paling-paling kebanyakan minum es Dek, makanya jadi gini." Mirip bocil SD dong?

"Semalam aku kehujanan Ma."

"Makanya pulang kerja tuh langsung ke rumah, bukannya main terosss!" Salah lagi.

Akio menghela napas. Ibunya mungkin mengomel, tapi dia tetap merawat Akio dengan sepenuh hati. Buktinya, dari subuh dia terus menjaganya di kamar, memijat beberapa bagian tubuhnya yang terasa sakit. Kasih Ibu sepanjang jalan, sedang kasih Akio pupus di tengah jalan. Malah jadi membahas perasaan. Akio mengambil gelas minumnya di nakas, dan Ibunya langsung membantu mengambil. Tubuhnya sudah lebih baik setelah meminum obat, tapi kepala Akio masih terasa pusing. Mungkin karena efek terlalu lama tidur di ranjang, ditemani dengan hawa dingin di luar sana yang dilanda musim penghujan. Selain itu, mendung terus memenuhi langit sepanjang hari. Kasihan jemuran, tidak kering-kering.

"Kamu tidur lagi saja sekarang, nanti waktu makan siang Mama bangunin."

Akio tidak mengatakan apa pun, ia hanya mengangguk lemah sembari meletakkan gelas minumnya kembali di nakas. "Nanti bawain buah mangga sekalian ya Ma? Kiki pengen makan itu."

"Kayak orang lagi hamil saja." Terserahlah.

Mulutnya terasa pahit, jadi ia butuh yang manis-manis. Sekarang bukan saatnya memikirkan itu, Akio harus beristirahat kembali agar tubuhnya segera pulih. Tapi lama-lama seperti ini juga bosan, baru saja bergumam ponselnya sudah menyala seperti tahu perasaannya kini. Sebuah panggilan masuk dari doi, Becca si dedek gemes. Buru-buru Akio menekan tombol hijau.

"Halo Mas Kiki, aku lihat di whatsapp story kok Mas Kiki katanya lagi sakit. Sakit apa memangnya?" Sakit hati.

"Nggak apa-apa Bec, cuma meriang biasa."

Sebenarnya, karakter asli Becca itu sangat respect dengan orang lain. Siapa pun yang menurutnya dia suka, pasti akan dia pedulikan. Akio tersenyum melihat jarum jam dinding yang mengarah pukul setengah sebelas pagi, ia rasa telah terlalu banyak menghabiskan waktu menciumi bantal.

"Maaf ya Mas? Aku nggak bisa jenguk ke rumah. Habisnya hari ini jadwalku padat banget, sudah gitu dari pagi hujan mulu."

"Nggak perlu jenguk, doain saja aku supaya cepat sembuh." Tumben Akio waras.

"Pasti dong."

"Dek!! Ada kabar bahagia!!"

Waduh, Mamake ganggu saja.

Akio terpaksa meletakkan ponselnya di dekat bantal ketika Ibunya muncul di pintu dengan wajah sumringah. "Kabar apaan?"

"Kakakmu Yuki hamil lagi Dek!"

"Wah, serius?" Sekarang Akio melupakan sesuatu. "Kok cepat banget bikin Adek buat kembar? Ngurusinnya pusing tuh nanti."

"Yang buat anak siapa?"

"Kak Yuki sama Bang Stefan."

"Ya sudah, ngapain kamu yang repot?" Iya juga sih. "Tuh, buruan nyusul. Masa kamu jones terus Dek?"

Dosanya menjadi jones itu di mananya sih?

"Katanya kamu suka sama cewek yang sering kamu ajakin main itu, Becca bukan namanya?" Dikiranya mengajak anak gadis orang menikah itu seperti meminta permen. Jangan Mak! Jangan dilanjutkan lagi ucapannya. "Kenapa nggak kamu ajak dia nikah saja? Dia Mama lihat lumayan tuh."

Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang