18+
Si kembar tengah bermain di atas karpet bulu yang ada di lantai dua ketika selesai berganti pakaian, sedangkan Yuki sibuk di dapur menyiapkan makan sore. Dikatakan makan sore lantaran mereka baru tiba di rumah pukul setengah empat, hampir seharian Yuki berada di rumah mertuanya. Keluar untuk menjemput si kembar sebentar, kemudian kembali lagi. Yuki beruntung kali ini tidak perlu bersusah payah memasak karena Ibu Stefan sudah sangat berbaik hati membawakan chicken curry, ia hanya perlu menghangatkannya sebentar sebelum Stefan pulang bekerja. Begini nih, kehidupan berumah rumah tangga yang diimpikan semua orang. Cukup jalani apa yang ada selagi itu menjadi sumber kebahagiaan.
"Ma! Mobil hijau Mars kok nggak ada?"
"Mobil yang mana?"
"Itu, yang ban belakangnya gampang lepas."
"Loh, kan kemarin kamu minta dibenarin Papa. Mungkin sekarang ada di kamar."
"Oke deh."
Seharusnya memang begini, membiarkan mereka memiliki waktu bermain hingga dapat mengurangi angka stress anak-anak. Yuki mau pun Stefan sudah sepakat untuk tidak terlalu banyak menuntut. Jangan deh kayak Stefan dulu, seharian sekolah eh pulang-pulang baru pegang joystik sebentar langsung diomelin. Main terossssss! Lah itu tadi di sekolah dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang apa dong? Jualan cilok?
"Jangan lari-lari." Yuki sedikit meneriakinya ketika Mars berlarian keluar dapur. Selain itu, ia juga memindahkan panci berisi chicken churry ke atas meja makan.
Menjadi Ibu rumah tangga bukan suatu hal buruk, Yuki semakin terbiasa menjalani hari-harinya yang harus bangun pagi sebelum suami dan anak-anaknya bangun, menyiapkan seluruh kebutuhan mereka mulai dari hal terkecil sekali pun. Dan yang paling membuatnya bangga adalah menikah dengan laki-laki seperti Stefan. Dari mulai sekolah menengah atas hubungan mereka seringkali putus nyambung dipicu karena Yuki selalu iseng menjalin hubungan dengan beberapa laki-laki. Kebalikannya, dia akan marah tanpa sebab begitu Stefan dekat dengan perempuan lain. Sekarep udelnya!
Yuki membalikkan tubuh untuk mengambil piring, tetapi pergerakannya langsung terhenti saat Stefan yang masih berseragam lengkap tiba-tiba memeluk tubuhnya dari depan, mengangkatnya hingga kedua kaki Yuki tidak menapak lagi di lantai. "Yang! Ngapain sih? Bikin kaget saja."
"Aku pulang."
"Iya aku tahu kamu pulang, tapi turunin dulu ini. Aku mau ngambil piring."
"Nggak ah."
"Kok nggak sih? Turunin."
"Cium dulu baru aku turunin kamu."
"Kamu mandi dulu baru aku cium."
"Masa cium dikit saja harus mandi dulu?"
"Dekil kumal bau asem kayak gini bikin nggak nafsu." Stefan tidak tampak seperti yang dikatakan Yuki, wajahnya tetap tampan dan putih meski sedikit berminyak. "Turunin nggak yang? Nanti malam aku kasih jatah kalau kamu nurut."
Wah tawaran enak nih.
Stefan tersenyum lebar dan langsung menurunkan Yuki dari gendongannya. "Jam delapan si kembar sudah harus tidur loh."
"Tapi nanti aku mau kasih kamu masker."
"Lah buat apa?"
"Wajah berminyakmu bikin aku gemas, nanti pakai ya yang?"
Masker berwarna hijau lumut yang terasa adem di wajah. Stefan terakhir kali memakai itu sekitar satu bulan lalu dengan paksaan Yuki. Meski menjadi anggota polantas, suaminya tetap harus terlihat tampan. Tapi tampannya untuk dirinya seorang, bukan untuk si Otan yang masih bau kencur itu.
"Pakai maskernya besok saja deh."
"Nggak."
Taeklah!
***
Setelah membersihkan wajahnya dengan sabun, Yuki keluar dari kamar mandi sembari mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Stefan melihat itu tanpa berkomentar, karena jika tidak bisa-bisa maskernya rusak dan Yuki akan mengomel semalaman. "Nah, gitu kan ganteng kalau pakai masker."
Semenjak hamil si kembar dia sudah sering seperti ini. Masih mending dong, dari pada memintanya memakai lipstik. Amit-amit! Stefan terus memandangi aktifitas istrinya sejak keluar dari kamar mandi, duduk di depan meja rias, mengolesi tubuh dan wajahnya dengan krim, lalu berbaring tepat di sebelah Stefan. Tidak tahu ya jika perilakunya semakin bikin horny? Malam begini mengenalan lingerie seksi, tanpa dalaman hingga seluruh tubuhnya menerawang. Stefan menghela napas kesekian kali sembari melipat tangan, tubuh atasnya yang telanjang sejak tadi seperti mengisyaratkan untuk segera berperang.
Duh, Yuki. Lama amat?
"Tunggu kering ya yang? Dikit lagi kok." Yuki menyentuh dada telanjang Stefan sembrono, sengaja memancing. "Aku masih nggak nyangka kamu jadi kekar gini, padahal waktu SMA kamu kecil banget."
Gajetot asw! Maksud Yuki yang kecil itu apanya? Stefan memiliki tubuh yang cukup tinggi di usia tujuh belas.
"Dima Oktara Stefano yang jadi penegak kedisiplinan di sekolah, mukanya songong, sudah begitu juteknya astagfirullah."
Jadi ini anunya di mulai kapan?
"Kalau gini aku jadi keingat Pak Yoga." Pak Yoga menetap di Sumedang sejak pensiun, Stefan selalu menyempatkan diri mengunjungi Bapaknya di sekolah dulu jika sedang ada waktu. "Kapan-kapan ajak aku ketemu dia ya yang?"
Bacot!
Stefan langsung bangkit dari ranjang dan segera membilas wajahnya, bodo amat mendengar seruan Yuki. Yang penting sudah mau dimaskerin, seusai itu mereka harus melakukan sesuatu yang telah disepakati. Baiklah, sudah waktunya. Stefan tersenyum sesaat lalu keluar kamar mandi dengan wajah segar, kelihatan lebih putih bersinar.
"Kamu ini gimana sih?! Maskernya tadi belum terlalu kering."
"Nih lihat wajahku, sudah kinclong begini. Itu tandanya sudah nggak apa-apa." Si manusia banyak alasan. Yuki menggigit bibirnya tidak tahan karena merasa kalah telak, akhirnya jadi juga main dengan Stefan. Doi langsung naik ke atas ranjang dan menciumi leher istrinya. "Anak-anak kan sudah lumayan besar, kenapa kita nggak bikin adik saja buat mereka?"
"Yang, geli."
"Jawab dulu dong?" Leher dicium mesra, lalu pelukan di tubuhnya yang menyesakkan kian membuat Yuki terlena. "Aku mau anak cewek yang mirip kamu."
Sekarang bukan saat yang tepat untuk berdiskusi. Yuki lantas sedikit mendorong dada Stefan, membuat kepala laki-laki itu mengadah sebentar kemudian mengajaknya berciuman liar. Ini membakar! Stefan tersenyum lebar selagi istrinya mengalungkan kedua tangan di lehernya. Tidak setengah-setengah dalam bertindak, melakukan hubungan suami istri seperti kebanyakan pasangan. Yang jelas, Yuki selama ini bisa membuatnya puas. Segala keelokan paras dan tubuhnya yang diimpikan banyak laki-laki, Stefan bisa menyentuhnya di mana pun. Payudaranya yang penuh, pinggang ramping serta pantat sekalnya yang melengkung indah.
Yuki mendesah saat merasakan seluruh tubuhnya disentuh dan diremas, memancing libido Stefan semakin tinggi lagi.
"Anak cewek yang seperti kamu mungkin akan kelihatan lebih menarik."
"Terserah kamu yang!" Masih sekedar sentuhan diluar, tangan Stefan sudah berhasil membuat Yuki keluar. "Ohh.."
Satu yang ia sadari sekarang, Stefan adalah good kisser. Yuki kadang mewalahan sendiri menghadapi. "Let me fall in your arms."
Mau juga dongssssss.
To be continue...
Ya sorry anunya chap depan saja. 😂
15 September 2019
![](https://img.wattpad.com/cover/199513359-288-k512315.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Home
FanficSelama menikah dengan Dima Oktara Stefano, banyak hal yang bisa ia dapatkan dari laki-laki itu. Cinta, kasih sayang, dan juga dua anak kembar yang lucu. Yuki yang berusia kepala tiga akhirnya memutuskan untuk berhenti dari profesinya sebagai model...