DIGATHA - Bagian 9

91 52 17
                                    

🌊

Sabtu pagi, Agatha sudah bangun seperti biasa. Pukul 4 dini hari untuk membantu ibunya.

"sudah bangun kamu, nak." Sapaan itu selalu terucap dari mulut ibunya hampir setiap paginya. Namun Agatha selalu merasakan kehangatan kala mendengarnya.

Agatha tersenyum kemudian merangkul ibunya. "udah dong, bu. Hari ini ibu masak apa?" Agatha menatap Patrina yang masih meghaluskan bawang dengan blender.

"Hari ini ibu masak tumis ikan, masakan kesukaan adik kamu. Hari ini dia ada pelajaran olahraga, jadi ibu masak ini biar dia semangat." Jawabnya panjang lebar.

Agatha mengeratkan pelukannya sebelum berjalan ke lemari es. "ibu emang the best! Ibu selalu tau masakan kesukaan kita."

Agatha selalu menikmati saat-saat sederhana bersama ibunya seperti ini. Meski ia memiliki hari libur dua hari setiap minggunya, tak berarti pula hari libur untuk membantu ibunya. Ia bersyukur keluarganya tetap hangat meskipun ayahnya telah tiada dua tahun lalu.

🌊

"mau kemana?" Patrina penasaran begitu melihat putri sulungnya yang sudah rapi pagi-pagi begini.

Agatha menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "anu Gatha ada janji sama temen. Gatha kan, udah kasih tau kalo setiap hari sabtu Gatha main sama temen, atau nggak ke perpustakaan." Ucapnya dengan hati-hati.

"ooh ya sudah. Jangan sore-sore mainnya, ya."

Agatha mengangguk ragu kemudian mencium tangan Patrina. "Gatha berangkat!" setelah itu ia melesat dengan sepedanya.

Sesampainya di tujuan, ia berganti kendaraan dengan truk yang sudah berisikan gallon-galon. Iya, Agatha harus berbohong kepada ibunya soal pekerjaan ini. Demi kelancaran finansial untuk dirinya sendiri. Tapi semata-mata hasilnya bukan untuk hura-hura.

Setiap Sabtu, Agatha beralih ke truk untuk mengantarkan gallon ke tempat-tempat umum seperti rumah sakit, sekolah, dan lain-lain bersama Tio. Sift ini terkadang mendapat tempat tujuan yang cukup jauh sampai keluar kota. Membuatnya harus menggantikan peran Tio sebagai sopir. Tapi Agatha bersyukur kali ini tidak ada pesanan sampai ke luar kota. Membuatnya bisa lebih santai dan membiarkan Tio sebagai sopir.

Sekarang mereka sudah sampai di perpustakaan. Fasilitas umum favorit Agatha. ketika Agatha meletakkan gallon di lobi, ia bertemu Dion yang tengah menuruni tangga di sebelah lobi itu.

Dion tak kuasa menahan senyum begitu melihatnya. "nona gallon, boleh saya bantu?" Agatha tampak begitu manis dengan balutan kemeja pendek berwarna biru laut dengan logo "HYDROQUA INDUSTRIES" di dada kanan, berpaut dengan celana jeans hitam, serta topi hitam yang tetap tidak meninggalkan kesan pekerja keras.

Agatha mengernyit heran. "nona gallon?" Agatha teringat kata-kata Ditto tentang Dion malam itu. Dan mungkin, Agatha harus sedikit menjarak.

"iya, kamu ea. Eh, tapi kalo nona gallon, gue mikirnya lo bulet kayak gallon ya?"

"ih, apaansi!" Agatha ketus tapi tampak menahan senyum. Bibirnya terbungkam.

"hehe. Kalo gitu dewi Aqua aja deh. Yang di anime itu."

Mendengar itu, senyum Agatha sirna. "da fuq! Dewi aqua kan gak pake celana dalem!!" (Wibu pasti paham)

"emang iya? Setau gue ada, tapi transparan."

Senyum Agatha pun terlepas juga. Dan saat itu juga, segala pertahanan Agatha untuk menjarak dari Dion yang disusun semalam, runtuh.

"lo kerja hari ini juga?" tanya Dion. Agatha ingin menghindar, tapi tak bisa dipungkiri jika Dion adalah orang pertama yang tau tentang pekerjaannya.

DIGATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang