Seorang gadis berambut orange tua pendek menyenandungkan lagu Kataomoi dari Aimer. Meskipun ia adalah gadis dengan wajah yang imut dan mata yang besar, ia mengenakan sebuah celana jeans hitam panjang yang ketat dan sebuah jaket denim yang membuatnya terlihat seperti seorang preman. Ia juga memakai sebuah kacamata hitam khas yakuza berframe emas. Ia keluar dari gerbong kereta dan berjalan keluar dari stasiun.
Saat menyadari seorang pemuda berambut hitam yang menunggunya di dekat stasiun itu, ia tersenyum tipis. “Kau baik sekali, Patsuan, mau menjemputku di sini!” ucap gadis itu.
Shinpachi menoleh, lalu tersenyum juga. “Lama tidak bertemu, Pirako-san,” sapanya.
Pirako menghela napas, kemudian dengan cepat dan kasar memiting leher Shinpachi dengan tangan kirinya. “Sudah kubilang panggil aku Pirarin, kan?” tanyanya dengan suara imut.
“Iya! Iya, Pirarin-san...”
“Pirarin.”
“Pirarin...”
Pirako melepaskan pitingannya dan memperbaiki jaket denimnya yang kusut. “Nah, Patsuan, ayo temani aku belanja baju. Aku datang dari Kyoto tidak bawa barang apa-apa selain ponsel dan dompet soalnya!”
‘Benar-benar seperti Pirako-san,’ batin Shinpachi.
“Iya, iya, kau kenal aku, Shinpachi. Jirochon sebenarnya tidak mengijinkanku pergi, jadi aku kabur!” jawab Pirako dengan suara imut lagi.
“Ah, aku sudah bisa membayangkan pedang ayahmu mengarah ke tenggorokanku...”
“Tapi kan Patsuan lebih kuat dari Jirochon,” ucap Pirako polos.
Shinpachi menatap Pirako datar. Tidak banyak yang tahu memang, kalau kemampuan beladiri Shinpachi saat ini bahkan lebih kuat daripada ketua Yakuza terbesar di Kyoto itu. Tapi bahkan Shinpachi masih belum bisa mengalahkan Gintoki, jadi seperti yang orang bilang, masih ada awan di atas awan. Sekuat apapun dirimu, pasti ada yang lebih kuat darimu di luar sana.
“Ah, Patsuan, kau tambah tinggi lagi, ya?” Pirako saat ini memakai sebuah sepatu kulit berhak tinggi, namun ia juga masih lebih pendek dari Shinpachi.
“Mungkin?” Shinpachi tersenyum menatap Pirako yang perlahan melepaskan kacamata hitamnya.
“Hmmm,” Pirako meletakkan tangan di dagunya, seperti sedang berpikir. “Ah, ayo kita kencan, Patsuan,” ajak Pirako tiba-tiba.
Ajakan Pirako membuat Shinpachi sweatdrop. “Eh?” apa hubungannya dengan tinggi badan Shinpachi?
“Patsuan, bukankah aku pernah bilang, kalau kau sudah tumbuh lebih tinggi dariku, aku akan mengijinkanmu kencan denganku?” ucap Pirako datar, dengan suara imut pula.
“Ah,” Patsuan ingat.
“Kalau begitu kemana kita pergi? Love Hotel?”
“Tunggu sebentar, Pirarin.”
“Bukannya kencan di Tokyo itu pasti ke Love Hotel, ya?”
“Kita melewatkan banyak tahap saat ini.”
Pirako menghela napas. “Sudah kuduga,” gumam Pirako.
Shinpachi melebarkan matanya menatap Pirako yang tersenyum hambar dan berkata-kata tanpa gaya imut seperti biasanya.
“Percuma, tahu, kau memintaku datang ke Tokyo jika di pikiranmu masih ada wanita lain,” ucap Pirako datar, dengan suara yang dalam.
Ia tahu sejak tadi Shinpachi terlihat tidak berselera dan terlalu dingin. Pemuda itu juga terlalu datar meskipun ia repot-repot menjemputnya. Ia menjawab ucapan Pirako sekenanya, dan sepertinya hanya menggunakan Pirako sebagai pelarian saja.
Shinpachi tidak menjawab Pirako karena itu memang kebenarannya. Ia masih menyukai Kagura, dan ia bukan pria yang bisa memasang topeng seolah ia mencintai wanita lain.
“Tapi mumpung aku sudah sampai di sini, dan karena kita sudah lama tidak bertemu, meskipun percuma, ayo kita kencan, Patsuan,” ucap Pirako.
Shinpachi diam-diam mengepalkan tangannya erat.
Tapi Pirako meraih tangan Shinpachi yang menegang itu dan menggandengnya. Shinpachi agak tersentak, lalu menatap Pirako heran. “Kau tahu? Kudengar gaya hidup gadis yang menjadi ‘orang ketiga’ di Tokyo itu cukup menarik. Aku jadi merasa seperti itu, sekarang.”
Shinpachi menunduk. “Maafkan aku.”
“Aku maafkan, kok. Tapi tentu saja ada bayarannya,” ucap Pirako, lalu menarik Shinpachi mendekat. “Orang ketiga itu, bisa dibilang, kau bisa menjadikan mereka pelarian, atau pelampiasan nafsu. Bagaimana kalau aku menjadikanmu pelarian dan pelampiasan juga?” tanya Pirako.
Shinpachi tercekat, saat tiba-tiba Pirako menangkap dagunya. “Aku tidak peduli siapa yang kau sukai, tapi saat ini kau membutuhkan aku, kan?” tanya Pirako.
Shinpachi perlahan menyentuh pinggang Pirako dan memeluknya. “Ya, aku membutuhkanmu.”
“Pirarin, jadilah milikku.”
.
Kagura jatuh terduduk di kursi kerja Gintoki. Di tangannya ada sebuah berkas tumpukan informasi rahasia. Sekarang ia mengerti mengapa tiba-tiba ayahnya memintanya untuk segera kembali ke China, padahal Kagura sudah dari jauh hari jelas-jelas menolaknya.
Saat ini, badai akan menghempas Yorozuya.
.
Mulai serius nih konfliknyaa~
Bagi yang di rumah dan ga ngapa-ngapain selama karantina ini, Author persembahkan lanjutan Kataomoi~
#staysafe ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kataomoi
RomanceOkita Sougo-senpai. Adalah seorang Senpai yang Kagura sukai. Senpai yang sekarang akan lulus kuliah dan Kagura kagumi sejak SD. Masalahnya, jarak umur mereka 4 tahun dan jarak tinggi mereka lebih dari 20 cm. Kagura jauh lebih muda dan lebih pendek...