Pulang.

1K 129 27
                                    

Plan merupakan sasaran empuk bagi iklan. Akhir-akhir ini jadwalnya sangat padat, membintangi iklan komersil ini dan itu hingga terkadang ia melupakan bahwa dirinya masih manusia yang butuh istirahat. Bukanlah sebuah kebetulan karena ia sengaja menandatangani semua kontrak untuk mengurangi otaknya memikirkan hal-hal yang tidak perlu, misalnya, pikiran tentang keponakannya. Ia memang sengaja menyibukkan diri karena suka atau tidak, otaknya selalu memiliki tendensi untuk memikirkan Mean Phiravich secara konstan akhir-akhir ini.

"Sudah lebih dari satu minggu, Plan. Kau tidak khawatir pada keponakanmu?"

Plan membuang napas kasar. Ia melirik Saint yang tersenyum teramat lembut padanya, seolah tidak memiliki rasa bersalah sama sekali karena telah mengangkat topik yang paling ingin ia hindari saat ini. "Jangan membahas tentang bocah itu dulu, please," pintanya sembari melorotkan bahu pada sandaran jok mobil milik Saint, sementara yang diajak bicara hanya mengangkat bahu.

"Di mana mobilmu, ngomong-ngomong?" tanya Saint ketika mereka baru saja keluar dari lokasi parkir Tempt Studio.

"Di bengkel."

"Kok bisa?"

Plan menggeleng. "Entah apa yang terjadi, dua hari lalu saat menyetir tengah malam tiba-tiba saja otakku blank dan aku menabrak pembatas jalan."

Saint melirik dengan kening berkerut. "Kau sepertinya banyak pikiran," katanya, dan ia hanya mendengar kata "hum" yang keluar dari bibir Plan. "Kau butuh istirahat, Plan."

Plan mengangguk. "Bangunkan aku kalau sudah sampai, aku ingin tidur di perjalanan sebentar saja."

Saint tertawa, "Selelah itu kah?"

Plan mengangguk, "sangat."

"Kau mau menginap di tempatku saja?"

Plan kembali membuka mata, melirik pada Saint penuh tanda tanya. Agak aneh ketika mendengar Saint menawarinya menginap, semenjak ia mengenal bahwa Saint biasanya bersikap sangat primitif jika menyangkut privasi hidupnya. Apakah Saint menganggap bahwa mereka berdua sudah seakrab itu? Plan bertanya-tanya dalam hati.

"Mengapa kau menatapku dengan tatapan seperti itu?" tanya Saint dengan tawa.

"Tak apa. Hanya saja selama berteman denganmu, baru kali ini kau bersikap begitu terbuka padaku sampai mau menawariku menginap."

"Come on, aku tidak sekaku yang kau pikir," kata Saint menggerutu hingga Plan tidak mampu menahan tawanya.

"Oke-oke. Kalau begitu biarkan aku menginap untuk malam ini saja. Terlalu lelah."

Saint mengangkat tangan kirinya dan menunjukkan sign 'OK' dengan senyuman khasnya, kemudian ia fokus menyetir tanpa mengatakan apapun lagi.



***



"Aku suka...."

"Suka?"

"Aku suka memelukmu seperti ini..."

Plan terbangun dan terkesiap oleh mimpi yang membuat dirinya tidak nyaman. Jantungnya berdegup kencang dan keringat dingin membasahi pelipisnya. Visinya masih blur ketika ia menangkap siluet pria manis yang duduk di dekat jendela terbuka, dan ia terhenyak ketika ia meyakini bahwa itu adalah Saint. Oh, bukankah ia memang sedang menginap di rumah temannya itu? Namun bukan hal aneh tentang cara duduk Saint yang entah mengapa terlihat terlalu manly saat ini dan hampir menganggu alam bawah sadar Plan pada persepsinya akan pria itu, ataupun ekpresi wajah Saint yang tampak tertekan, namun karena ada setengah batang rokok yang terselip di antara jari-jemarinya. Dan masih menyala. Lalu Plan bersumpah bahwa ia melihat Saint menghisap rokok itu dalam-dalam sebelum temannya itu sadar bahwa Plan telah terbangun dan melirik ke arahnya, tersenyum.

A B I E N C ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang