Rasanya baru beberapa jam tertidur, Plan terbangun oleh suara pintu yang terbuka dan tertutup. Ayuka tengah sibuk mengumpulkan baju kotor dari kamar mandinya seperti biasa. Dia tetap berbaring untuk beberapa saat hingga kekosongan pada perutnya menyadarkan bahwa ia telah melewatkan sarapan pagi.
"Jam berapa sekarang, Onee -chan?"
Ayuka meletakkan keranjang baju kotor yang ia pegang kemudian melangkah mendekat. Ia duduk di tepian ranjang Plan, menatap adiknya beberapa detik sebelum membuang napas melalui hidung. "Sudah hampir jam dua belas."
Plan mengangguk satu kali. Ia bangkit untuk duduk dan mengayunkan kaki ke tepi ranjang, dan lega karena melihat kakinya telah berhenti gemetaran. Ia telah melalui malam-malam sulit belakangan ini, dan tidur telah menjadi prioritas utamanya. Meskipun tidak mudah, sepertinya tidur memang adalah cara yang ampuh untuk memulihkan tenaga dan pikirannya yang kusut untuk segera pulih.
"Apa yang terjadi padamu sebenarnya, Plan–kun?"
Plan menatap lututnya sendiri. 'Apa sejelas itu?' pikirnya.
"Kau tahu? kau bisa menceritakan apapun padaku," Ayuka bersikeras.
Plan menarik senyum simpul. "Jangan khawatir. Aku baik-baik saja," ucapnya menenangkan kakak perempuannya.
"Bercerminlah dan katakan itu pada dirimu sendiri," sahut Ayuka gusar. "Lingkaran di bawah matamu telah menghitam seluruhnya."
Plan tertawa. "Sudah kubilang jangan khawatir," candanya.
Ayuka mendengus. "Kau satu-satunya yang paling berharga dalam hidupku, Plan. Jika kau sedang berada dalam situasi sulit, bawa aku. Meskipun aku tidak bisa mengeluarkanmu dari masalah, aku masih bisa menggenggam tanganmu dan menemanimu melewati semuanya bersama-sama agar kau tidak sendirian."
"Cheesy."
"Sialan!" Ayuka mengumpat sembari memukulkan bantal tepat pada wajah adiknya, sementara Plan tertawa terpingkal-pingkal karena telah berhasil membuat kakaknya kesal. "Aku serius, Plan!"
"Oke-oke!" sahut Plan menyerah. "Pokoknya jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja."
Ayuka memicingkan mata, tak yakin.
"Aku serius," Plan bersikeras.
"Baiklah," kata Ayuka menyerah. Wanita itu bangkit dari duduknya dan menyambar keranjang kotor yang sempat ia tinggalkan di lantai tadi. "Cepat mandi dan turun. Perutmu harus segera di isi."
Plan mengangguk.
Ayuka berlalu dari hadapannya menuju pintu keluar. Lengan kecilnya terlihat kepayahan membawa keranjang besar pakaian kotor yang ukurannya bahkan lebih besar dari tubuhnya sendiri.
"Onee –chan!"
Ayuka menoleh sebelum tubuhnya lenyap di balik pintu. "Ya?"
Plan membuka dan menutup mulutnya ragu.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" Ayuka menunggu Plan berbicara dengan sabar.
"Umm..." Plan meremas selimutnya, gelisah. "Apa...apa Mean berada di bawah?"
"Mean?" Ayuka mengerutkan dahi.
Plan mengangguk samar.
Ayuka melirik arlojinya. "Kurasa Mean masih di sekolahnya."
"Oh." Plan kembali menganggukkan kepalanya.
"Ada lagi yang ingin kau tanyakan?"
"Tidak ada." Plan melemparkan senyum pada kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A B I E N C E
FanfictionPaman Plan? Yang benar saja. Sampai matipun Mean tidak akan pernah mau mengakui Plan sebagai pamannya! Tidak pantas, dan tidak bisa diterima. Dan meskipun Plan berusaha keras hidup dengan memegang teguh pada norma-norma yang ada, toh ia tidak mam...