11

78 53 6
                                    

Vana's pov
Aku dan Mas Sheva masih berada didalam mobil, selama perjalanan aku dengannya hanya diam saja. Huh, tapi gak papalah dari pada aku harus senam jantung lagi, iya gak?.

Aku sempat terkejut tadi, ternyata Mas Sheva dan Ica sudah kenal lebih dulu. Mas Sheva adalah teman Kak Raffi, Kakak kandungnya Ica. Jadi, secara otomatis mereka sudah mengenal satu sama lain sebelum aku.

Ketika Mas Sheva datang menjemputku, Ica langsung teriak histeris dan mencium punggung tangan Mas Sheva. Katanya, Mas Sheva ini dulu suka main kerumahnya dan selalu main bersama Ica dan Kakaknya. Mungkin karena itu, Ica jadi sangat senang ketika melihat Mas Sheva datang. Waktu tadi, aku sempat bingung harus bagaimana. Masa iya, aku harus mencium tangannya? Gak mungkin, nanti ada saatnya. Alhasil, aku hanya memberi senyuman canggung saja.

Sedari tadi aku hanya melamun saja melihat keramaian jalanan Ibukota dari jendela mobil, huh. Mau bicara juga bingung, apa yang harus dibicarakan? Tidak ada yang penting. Bosen tau.

"Mau sampai kapan kamu diam dimobil?" suara bariton itu membuatku tersadar dari lamunanku.

"Eh, iya Mas."

Aku dan Mas Sheva keluar dari mobil lalu langsung berjalan masuk kedalam butik, kalau dilihat dari luar. Butik ini tampak mewah. Bangunannya pun ala ala Prancis.

Akun pun masuk kedalam butik ini lalu terlihatlah tiga wanita paruh baya mengenakan hijab tengah duduk manis diatas sofa. Mereka adalah, Bunda, Tante Aurel dan pemilik butik.

"Eh, calon menantu udah dateng." Kata Tante Aurel antusias, aku pun mencium punggung tangannya lalu ia memelukku hangat.

"Kamu udah makan sayang?" tanyanya sambil melepas pelukan.

"Udah kok Tan," balasku dengan senyuman.

"Eh, panggil Mamah aja. Oke?" Tante Aurel mengacungkan jari jempolnya.

"Oke, Mah." Aku pun mengacungkan jari jempolku.

"Nah gitu dong, makin cantik deh." Mamah Aurel mencubit pipiku gemas.

"Anakmu juga makin ganteng deh. Jeng. " Kata Bunda sambil mencubit gemas pipi Mas Sheva.

Aku dan Mamah Aurel hanya tertawa kecil.

"Dari dulu Bun." Mas Sheva dengan percaya dirinya.

Kalimat syukur sudah berulang kali aku ucapkan dalam hati dan, Ya Allah, Alhamdulillah. Aku akan mendapat calon mertua sebaik dan secantik Mamah Aurel, semoga kedepannya aku bisa menjadi menantu yang baik. Amin.

Aku pun bergantian mencium tangan bunda lalu bersalaman dengan pemilik butik.

"Sudah tiga minggu yang lalu Mamah pesan gaun buat kamu sayang," kata Mamah Aurel memberi tahu.

What!?, tiga minggu yang lalu. Padahal, Bunda baru memberi tahu berita lamaran tadi malam. Wah, berarti benar. Pernikahanku ini memang sudah direncanakan, entah. Dari kapan.

"Oh, gitu Mah." Balasku masih dengan rasa terkejut.

"Mbak Din, tolong bawakan gaun yang saya pesan." Kata Mamah pada pemilik butik.

"Baik, sebentar. Saya ambilkan dulu." Pemilik butik itu pun beranjak pergi untuk mengambil gaun pesanan Mamah. Kami pun duduk diatas sofa yang sudah disediakan.

"Gimana jadi guru anak-anak Tk, seru gak sayang?" tanya Mamah padaku namun yang menjawab pertanyaan itu bukan aku, malah Mas Sheva dengan jawaban ngawurnya.

"Seru lah Mah, nanti aku bakal punya anak sebanyak anak-anak Tk. Iya gak beb?" Mas Sheva dengan perkataan ngawurnya sambil mengedipkan mata kepadaku, aku hanya dapat menelan salivaku. Pipiku mulai panas. Haduh, kenapa harus begini lagi sih.

Secret Of Heart (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang