Beberapa hari setelah kejadian itu, kondisi Wildan mulai membaik. Ricis setia menunggu Wildan di sampingnya, semenjak Wildan di rumah sakit Ricis memutuskan untuk mengambil cuti kuliah. Ia ingin menjaga Wildan, menunggu Wildan bangun.
Dia pulang ke rumahnya hanya untuk mandi dan kembali lagi ke rumah sakit. Nafsu makannya kembali menurun, tawanya kembali menghilang. Dia kembali menjadi Ricis yg tanpa semangat.
Dia memandangi laki-laki yg masih setia dengan posisinya. Ntah sampai kapan ia bangun? Ricis mendengar ada keributan di luar, suaranya seperti adik Wildan. Ia terdengar sangat marah, ada apa ini?
Pintu kamar pasien pun terbuka, tampak gadis cantik yg masih mengenakan seragam SMA disana. Ricis melihatnya lalu ia tersenyum, namun tidak dengan gadis itu. Ia tampak sangat marah, tangannya mengepal. Lalu Ricis melihat di belakang gadis itu ada ibunya Wildan sedang berusaha meredamkan amarah putri bungsunya.
"Cindy udah yah, ini musibah nak. Jangan lampiaskan amarahmu padanya. Itu hanya akan membuat kakakmu sedih" kira-kira seperti itulah yg Ricis denger dari mulut ibunya Wildan.
Ricis pun menghampiri gadis itu "ada apa Cindy?" tanyanya setelah gadis itu ada di hadapannya
Plaaaakkkk
Satu tamparan meluncur begitu saja ke pipi Ricis, dia tidak menyangka gadis 6 tahun lebih muda darinya berani menamparnya. Air matanya langsung meluncur, lalu menatap gadis itu dengan penuh pertanyaan di otaknya. Knapa? Apa salahnya?
"Cindy ..." teriak ibunya Wildan
Ricis mencoba lebih tenang, lalu tersenyum
"Jangan disini, saya gak mau Wildan terganggu karena ada keributan disini" ucap Ricis, ia pun melangkahkan kakinya dari kamar Wildan
Ke halaman rumah sakit Ricis membawa Cindy. Ia butuh penjelasan apa salahnya sampai Cindy berani menamparnya tadi?
"Kamu denger yah, aku gak akan pernah biarin kak Wildan punya calon istri kaya kamu. Kamu fikir aku gak tau apa penyebab knapa kakak aku bisa di sini? Gara-gara kamu kak Wildan sama kak Ogund berantem, gara-gara kamu juga kak Ogund mukul kakak aku sampai kepalanya kena pohon. Aku gak terima, sekarang kamu pergi dari sini. Jangan prnah temuin kakak aku"
Ya, pernyataan Cindy bener-bener membuat Ricis kehilangan ketenangannya. Ia memandangi gadis itu, air mata terus saja lolos dari pelupuk matanya. Bibirnya terdiam, berat sekali rasanya untuk berbicara
"Dan kamu tau? Karena kejadian ini kak Ogund jadi depresi. Dan itu semu gara-gara kamu. Kamu harus bertanggung jawab"
Ricis ternganga, pantes saja Ogund tidak prnah datang ke rumah sakit. Ogund mengalami depresi berat, rasa bersalahnya pada Wildan membuat ia tidak bisa mengontrol emosinya. Dari Cindy, Ricis jadi mengetahui bahwa Ogund sempat ingin mengakhiri hidupnya.
"Cindy, kamu tenang nak. Semua ini musibah. Kamu harus sabar" ucap ibunya menenangkan
"Bu, dia jahat" ucap Cindy memeluknya ibunya
"Gak ada yg jahat disini, kak Ria juga gak tau kalo kejadiannya akan seperti ini. Ibu gk prnah ajarin kamu untuk berperilaku tidak sopan pada orang yg lebih tua dari kamu. Kak Wildan pasti akan sedih kalo kamu kaya gini. Udah yah nak, minta maaf sama kak Ria. Kasihan dia. Dia juga terpukul atas musibah ini. Jangan kamu tambah bebannya"
Ricis memahami, usia Cindy ini belum bisa mengontrol emosinya. Memang ada yg seusianya sudah bisa berfikir dewasa, tpi Cindy. Sikapnya yg sedikit manja, membuat ia tidak bisa mengontrol amarahnya.
Ricis masih terdiam di tempatnya, dia masih menangis. Lalu Cindy mendekat ke arahnya dan memeluknya
"Maafin Cindy kak, Cindy tadi sudah keterlaluan sama kakak. Sejak Cindy tau yg kenyataannya. Cindy bener-bener gak bisa nahan amarah Cindy" ucap Cindy di pelukan Ricis
Sebenarnya Ricis bisa saja marah pada gadis itu, tpi Ricis lebih memilih memaafkannya. Dan menganggapnya hal yg wajar.
"Iya Cindy, maafin kakak juga yah yg tidak bisa menjaga kakak kamu"
Mereka pun semakin mengeratkan pelukan mereka.
Ricis pun kembali ke ruangan Wildan, menghampiri lelaki yg masih saja belum membuka matanya sejak sebulan yg lalu.
"Mau sampai kapan kamu tidur terus Dan?" ucapnya "aku merindukanmu"
Ricis melihat ada cairan keluar dari mata Wildan. Wildan menangis, tpi matanya tak kunjung terbuka.
"Aku tau kamu selalu denger aku Dan, maafin aku yg terus saja menangis"
Disisi lain di kediaman Ogund, laki-laki itu tampak selalu mengurung diri di kamar. Kejadian sebulan lalu masih berputar di otaknya, bagaimana dia memukul sahabatnya sampai tersungkur dan tak sadarkan diri. Apa lagi di saat dia mendengar kabar bahwa ada keretakan di bagian belakang kepala Wildan. Rasanya ia ingin saja mengakhiri hidupnya.
"Dan, maafin gue" lirihnya dalam tangisan. Pandangannya kosong, tak ada semangat. Semuanya terasa tak ada gunanya bagi Ogund.
Ia memperhatikan sekitar kamarnya, tak ada Meira di sana. Kemana wanita itu? Biasanya dia selalu setia bersama suaminya.
"Aaaaa gue benci sama diri gue sendiri" teriak Ogund.
Mendengar teriakan Ogund, ibunya langsung menghampiri anaknya itu. Dengan langkah tergopoh-gopoh akhirnya ia sampai di kamar anaknya itu
"Gund, ada apa nak?" tanya ibunya
Ogund terdiam, bibirnya mendadak bisu. Mungkin saat ini air mata adalah jawaban untuk ibu nya bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Ogund ingin melihat keadaan Wildan, tpi ia takut akan mendapati hal paling buruk tentang Wildan. Dan dia adalah penyebabnya.
Di rumah sakit, Ricis sampai tertidur di ruangan itu. Ia tampak kelelahan, matanya selalu terlihat sembab. Ia sangat merindukan Wildan
"Cisss ...."
Kira-kira siapa yg manggil Ricis? Apa mungkin Wildan sadar. Di tunggu part selanjutnya yah. Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA
Teen FictionCerita ini hanyalah fiksi, mohon maaf sebelumnya apabila ada kesamaan dengan cerita orang lain. Karena itu adalah ketidak sengajaan.