01-rain

249 13 2
                                    

Bogor. Hujan. Aku. Kamu
_____________________________

Pernah mendengar kalau Kota Bogor itu dijuluki dengan Kota Hujan?

Mungkin hal itu sudah tidak asing lagi bagi sebagian dari kita.

Tentu saja karena Kota Bogor ini sering sekali hujan. Curah hujan di Kota Bogor cukup tinggi rata-rata mencapai 50mm. Secara tidak langsung, hal itu membuat Bogor menjadi lebih sejuk ketimbang kota besar lainnya.

Itulah salah satu alasan mengapa dikenal dengan sebutan Kota Hujan.

Aku tidak perlu memulai ceritaku dengan awalan yang wah seperti kisah cinta romantis lainnya misalnya kisah tentang hujan dan rindu, romantis hujan di bulan Juni, atau bahkan kisah tentang hujan yang membawa kenangan.

Mulai saja dari suasana yang hampir terjadi setiap hari, Hujan.

"Zaraaaa, kaktus kamu kena hujan!" Kakakku berteriak tepat sekali di gendang telingaku. Teriakannya seakan membuat kamarku hancur oleh gemuruh suara itu, cicak yang berjalan di dinding bahkan sampai jatuh dari pegangannya, atau teriakannya mampu mengalahkan emak-emak yang sedang membangunkan gadis-nya setiap subuh, pada akhirnya si emak mengambil segayung air dari kamar mandi. Sudah cukup-cukup.

Kembali lagi ke masalah tadi, aku yang mendengar itu terancam serangan shock yang tiba-tiba, dilanjut bangkit dari tidur dengan sekali hentakkan, lalu akan berlari keluar dengan segala kekuatan yang kupunya demi menyelamatkan kaktus.

Namun sekarang tidak lagi. Aku sudah belajar dari pengalaman. Mengapa? Karena semua itu hanyalah akal-akalan kakakku supaya aku terbangun dan membuatku merasa kesal lalu berakhir dengan perang antar saudara. Setelah itu dilanjut dengan mendengarkan ceramah dengan satu tarikan nafas dari sang Ibunda. Terpaksa si Bapak geleng-geleng kepala.

Ah tidak seru, hal itu sudah biasa terjadi dalam hubungan keluarga.

Atau dari sini aku memulai ceritaku.

Setiap kali turun hujan me and my brother akan berubah menjadi bocah-bocah gembira yang sedang bermain dengan hujan. Seperti menantang petir, menantang dingin. Hal itu pun membuat sang Bunda ceramah pula.

Ah, cerita seperti itu pun sudah sering dilakukan banyak orang.

Atau menyaksikan beberapa orang dewasa yang di luaran sana mencoba menghindar dari hujan. Memakai jas, berlindung di bawah payung bahkan atap, bersembunyi dari dinginnya cuaca. Ah munafik sekali, mereka bilang suka hujan tapi tidak sedikit yang memaki akibat hujan yang tidak berhenti.

Baiklah aku mulai ceritaku di sini saja.

Pagi-pagi sekali awan hitam mengapung di udara, sang surya tidak menampakkan sinarnya, gerimis yang tidak berhenti ikut serta membasahi jarak jalanan Kota Bogor. Aspal, trotoar, genteng, tiang lampu, pepohonan menggigil kedinginan, perlahan mengibaskan tetes-tetes air hujan. Rintik-rintiknya diiringi laju angin yang membuat udara dingin menusuk ke tulang.

"Padahal aku sudah memakai hoodie yang tebal." batinku.

Alat bagian kaca mobil bergoyang perlahan ke kanan dan ke kiri menyisakan embun.

Aku tengok situasi ke sana ke mari dari balik jendela mobil. Beberapa kali sisa air hujan menubruk kaca menghalangiku untuk dapat melihat toko serta bangunan yang warna catnya kian memudar terkena hujan dan mulai ditumbuhi lumut. Sebagian orang sibuk dengan kegiatannya. Sesekali terlihat bocah-bocah dari pantauanku. Kedai serta ruko yang berjajar di pinggiran belum sepenuhnya buka.

Tiba-tiba saja mobil yang kutumpangi berhenti di jl. Green Residence, Bogor. Padahal belum memasuki kompleks sekolahku Green School. Kukira berhenti karena lampu merah, ataupun kecelakaan.

Mentari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang