04

131 6 0
                                    

Zara duduk di salahsatu kursi dengan menggerutu kesal mau tidak mau ia menjahit celana milik Keenan, tanpa mesin jahit karena Keenan sendiri yang melarangnya. Dia bilang lebih baik pakai jarum biasa. Zara mendecak, sadar Keenan cuma cari gara-gara.

Kini Zara mulai dengan memasukan benang ke dalam jarum, Ia nampak kesusahan, beberapa kali membenarkan letak kacamata di pangkal hidungnya. Ekspresi itu membuat Keenan cekikikkan gak jelas.

"Kamu tuh bisa nggak sih Kei, sekali saja gak bikin orang susah?" tanya Zara sambil menjahit.

"Enggak bisa," jawab Keenan kelewat santai.

Zara memutar mata sebal. "Heran aku sama kamu, udah kelas sebelas masih aja nyebelin, ngeselin, tengil!"

Keenan Menaikan alis dan membuat Zara tersadar bahwa Keenan tahu dirinya memperhatikannya. "Aah, Zara, kamu sudah mulai memperhatikan aku?"

"Ingat umur!" sahut Zara tegas.

"Siap Rai!"

Zara menoleh seketika dan matanya menyipit. "Eh?! Sejak kapan kamu boleh memanggilku 'Rai' seperti itu?"

Sementara anak berambut terbelah itu garuk-garuk tengkuk. "Rai --Rai, ah, ya Raina maksudku." Waw, ternyata Keenan sudah mengetahui nama aslinya.

Zara kesal tanpa sengaja ditekannya ujung jarum yang lancip itu ke kulit tangan Keenan, membuat anak itu meringis. Tidak, tidak menjerit.

Namun saat Zara menyabutnya dengan satu kali tarikan barulah, "AHH ... AHHH!" Ia berteriak kesetanan.

"Oops, sorry, Kei! Nggak sengaja." kata Zara, dengan tampang polos tanpa merasa bersalah.

"Kamu sengaja!" Keenan membantah.

Zara tidak peduli, melanjutkan kembali tugasnya. Di depannya Keenan, sambil meniup-niup tangannya yang tertusuk jarum diam-diam memperhatikan keterampilan Zara. Dari mana Zara belajar menjahit kain seperti penjahit profesional begitu? Setahu Keenan, Zara tidak mengikuti ekskul Fashion Desain.

Keenan masih menahanan perih di tangannya, tapi ia tidak bisa menyembunyikan cengengesannya. Keenan cengar-cengir berhasil mengerjai Zara. Ia harus berterima kasih pada Audrey, berkat cewek itu celana seragamnya robek. Bisa saja ia mengganti dengan membeli yang baru di koperasi sekolah. Tapi ya seperti yang dikatakan barusan Keenan memang menggunakan itu sebagai alasan untuk berlama-lama dengan Zara, meski ia sempat sebal karena Zara sudah mengotori sepatunya tadi pagi.

Raina Mentari Azzara.

Gadis yang ia temui Tiga minggu lalu di salah satu kompleks perumahan elit di Bogor. Keenan sudah menyadari kehadiran cewek itu, rumah mereka berhadapan hanya berjarak lima meteran. Namun, yang dipikiran Keenan kenapa Zara tinggal dirumah temannya, Kevin? Mereka punya hubungan apa? Omah Nara --Neneknya Kevin juga tidak bercerita apapun pada Mamanya Keenan. Uh! Kenapa kepikiran sih?

Lalu, dua minggu lalu Zara masuk ke Green School, satu kelas dengan Keenan. Ia senang bukan main. Zara bukanlah cewek cantik kebanyakan yang memanfaatkan pesona meski bisa dibilang ia cantik. Tapi yang membuat Keenan tertarik adalah cewek itu galak, judes, selain itu Zara adalah type cewek yang kebal sama cowok cakep. Enggak jauh berbeda, sebelas dua belas dengan teman kelas sebelah, Audrey sama-sama galak. Tapi toh Keenan juga suka.

Perasaan Keenan mulai terganggu. Dia sudah lama mendekati Audrey ia mengaku suka, tapi kenapa saat ada Zara ia tertarik sama cewek ini. Jadi, Keenan sukanya sama Audrey atau Zara? Lebay? Kenapa juga ia memikirkan cewek.

Keenan mengeram mengepalkan tangan. Ia menoleh lagi ke hadapan Zara. Memperhatikan ekspresi Zara. Serius. Sibuk berkutat menyatukan kain kiri dengan sebelah kanan. Jahitannya rapi banget.

Mentari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang