07-

83 4 0
                                    

Dulu mencintai diam-diam adalah kebiasaanku. Di Sanalah aku merasakan jingga sang senja sambil menikmati aroma merdu sang rindu.
-lima detik satu rasa-

Namaku Raina Mentari Azzara. Kerap dipanggil Zara. I have twin male named Rakana Kevin Azzkara. Aku dan kembaranku just different a minute, ia lebih dulu. But there are many differences between us.

Meski begitu kami sangat dekat dan selalu bersama sudah seperti bulan dan bintang walaupun tak jarang terjadi pertengkaran diantara kami.

Sampai akhirnya dia hadir.
Namanya,.. Alvian. Lengkapnya Alvian Revanza Putra. Semua orang memanggilnya Ian. Kecuali aku, Al. Sengaja ingin berbeda dari yang lain. Hanya aku yang boleh memanggilnya seperti itu. Kak Al.

Pria bertubuh jangkung tegap, dengan rambut sewarna dengan oli yang sedikit ikal di bagian depan. Mata dengan retina hitam yang menyorot tajam, alis tebal dan bulu mata lentik turut menghiasi wajahnya. Jangan lupakan lesung pipit di pipi kiri yang membuat ketampanannya bertambah lipat.

Aku ingat betul bagaimana pertemuan pertama kami. Hari itu di sisi Pantai Anyer, Banten. Hari di mana kisah itu bermula. Sepertinya adalah salah satu dari hari terbaik yang pernah ada di hidupku.

Aku ingat warna langit sore itu.
Jingga dengan semburat merah kebiruan yang merona hingga tenggelam senja. Ombak yang mencoba menyapu permukaan.
Juga semilir angin yang bedesir membawa kehangatan. Sungguh merupakan keserasian.

Sore itu, aku setia menunggu dan menemani kakakku bermain salah satu olahraga favoritnya, bola volley pantai bersama teman-temannya. Sedangkan aku terduduk di bawah pohon kelapa sambil sesekali menyemangatinya.

Dari sekian banyak teman lelaki Kakakku ada satu yang menarik perhatian. Entah dari caranya bermain, mengoper bola, dari tawanya yang ringan tanpa beban atau dari senyumnya yang menyihir membuatku semakin tertarik padanya.

Aku terus menatapnya walau tak kunjung ditatap olehnya. I wanna tell you how handsome you are from where im standing.

Aku yang hampir mati kebosanan itu akhirnya memilih menyusuri pesisir pantai berjalan di sepanjang pasir yang sedikit gersang sambil menikmati senja yang akan jatuh di sudut samudera rasa.

Namun tiba-tiba semilir angin bertiup kencang sehingga membuat kain blanketku melayang ke -arahnya.
Entah Semesta sedang berpihak kepadaku, kain itu berpindah tangan di genggamannya. Lalu ia mengedarkan pandangan seperti sedang mencari pemiliknya.

Matanya dan mataku bertemu dan perlahan tapi pasti Ia berjalan ke arahku. Aku merasakan semua yang berada di sekelilingku bergerak slow montion seolah bumi juga ikut memelankan putarannya.

Fokusku hanya satu lelaki di hadapanku kini.

Dan yang paling kuingat suara berat nya. "Ini punyamu?" tanyanya setelah berjalan ke arahku, aku mengangguk.

"Lain kali jangan sampai terbang lagi ya kainnya, Azzara!" ia membaca bordiran di kainku terukir nama 'RM.Azzara' sambil menyerahkan kain itu padaku. Mungkin bagi sebagian orang yang belum mengenalku akan memanggil demikian. Aku menggeleng.

"Namaku Raina Mentari Azzara, panggil saja Zara. Dan makasih udah ngembaliin kainku." ucapku sambil menerima kain itu. Ia mengangguk. Lalu tersenyum, senyumnya seperti mengandung zat adiktif membuatku ingin menatapnya.

"Oke Zara, udah sore nih sebaiknya kamu segera kembali ke rumah... emmm tapi kamu balik bareng siapa?" tanyanya sambil mengedarkan pandangan.

"Kakakku!" jawabku cepat dan menunjuk lelaki yang sedang terduduk di bangku kayu. Ia mengikuti arah telunjukku.

Mentari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang