14- next moment

47 2 0
                                    

Pukul 13.00 kegiatan bercerita bersama anak-anak selesai. Lalu digiring oleh pengurus ke asrama.

Didepan ada tukang pempek lewat, kakak-kakak mengajak kami untuk membelinya. Aku sampai lupa belum makan siang, hanya roti dan susu waktu sarapan. Aku menurut, Ren ikut, Lang juga. Jadilah kami berlima turun beriringan.

Cuaca masih sangat panas namun terasa sejuk oleh banyak pohon, selain itu lokasi tempat ini dekat pedesaan jauh dari keramaian lalulintas kota.

Setelah makan kami kembali ke atas, ruangan tadi. Ada karpet lesehan cocok untuk tiduran, aku dan Ren berebut bantal untuk rebahan. Lang pergi keluar berdiri bersisian dekat pagar memandang kejauhan. Sejak dibawah anak itu tidak banyak bicara, hanya bersuara jika ditanya. Mirip hukum I newton.

Ren lebih dulu mendapat bantal itu, tidak mau mengalah meski susah payah kubujuk. Kepala batu! Aku mengikuti kata hatiku, ingin menyerang dengan menjewer telinganya. Ren sudah waspada menjadikan bantal sebagai tameng. Aku menggelitiki pinggangnya Ren berguling melemparkan bantal menghantam mukaku, mataku bahkan berair.

"Ren ... aduh!" Ren memanfaatkan kesempatan, memungut bantal saat aku menghapus air mata terang-terangan. Ren tertawa menanggapinya.

Saat aku kembali ingin menyerang, Ren sudah menyusup kebawah bantal. Pura-pura mendengkur, gemash sekali ingin memitingnya.
Jadilah aku juga ikut merebahkan diri, penat menjalar dan akhirnya tertidur juga.

Pukul 15.00 aku terbangun, astaga suasana sepi. Aku beranjak menatap sekeliling tidak ada siapa-siapa kecuali Ren yang masih tertidur pulas. Langit mendung sepertinya akan turun hujan.

Aku buru-buru membangunkan Ren harus cepat pulang sebelum hujan turun.

Astaga harus bagaimana lagi aku bangunin kamu, Ia tidur bagaikan pohon tumbang. Sleep like a log. Hujan sudah turun, aku ikut Shalat dulu di mushola diantar mbak Dahlia.
Ren masih belum bangun juga. Kakak-kakak sudah pulang tidak sempat pamit karena kami sedang tidur, begitu katanya.

Ren baru terbangun pukul 16.00. Kebo!

"Kamu tidur kayak batang pohon, tau?" Ren nyengir kuda.

Baru setelah Ren selesai Shalat, aku mencecarnya.

Seharusnya kami pulang sedari tadi, karena memang matahari akan tenggelam beberapa jam lagi. Ada masalah cuaca, hujan deras kembali membasahi Kota Bogor. Kami terpaksa menunggu sampai hujannya berhenti. Lama, makin deras seolah langit sore memintaku untuk tetap di sini. Tidak sesuai harapan, bikin aku akaran. Lihat tugasku dirumah menunggu majikannya, siap-siap menghafal 100 vocab dan menyetornya ke Miss. Kathy. Uhh ... hari senin yang indah.

"Kita tunggu sampai hujan nya reda, kalau makin deras dan ujan gak berhenti terpaksa kita pulang. Kecuali kalo memang kamu mau nginep." kata Ren sambil tersenyum jahil.

"Enak saja aku nggak mau nginep!" Ren beranjak memunggungi belum sempat kucegah Ia melompat ke kusen yang jendelanya terbuka duduk dengan posisi yang Ia atur senyaman mungkin.

"Kalo begitu kita tunggu saja."

Aku mengerang, bergerak gelisah. "Sampai kapan? Lihat sudah sore, Ibu pasti ngomel-ngomel. Tugasku baru separuh."

Ren tergelak, "Astaga, selain soudzon kamu bawel juga ternyata. Cepat atau lambat hujannya pasti berhenti." Jawabnya tanpa menoleh ke arahku, pandangan lurus menembus keluar jauh ke awan langit. Satu meter ke pagar jaraknya terhalang oleh ubin teras jauh terkena air hujan. Anak itu kalau saja tidak hujan sudah kutebak tempat yang Ia naiki saat ini pastinya pohon kersen atau kalau nekat bisa jadi benteng, pagar tembok tinggi bahkan genteng.

Mentari [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang