12. A Cup of Coffee (Curhat)

8 0 0
                                    

Pesanan Keyla datang. Sesaat tepat setelah lagu berhenti. Baguslah. Batin Keyla senang. Dia juga tidak tahu harus mengatakan apa ketika Gilam selesai bernyanyi. Tenggorokannya juga terasa kering. Satu tegukan es dingin membasahi tenggorokan. Lega. Sebelum mulai bicara lebih serius.

"Balikin ponsel Gue." Pinta Keyla. Ia menengadahkan tangannya didepan Gilam.

Gilam melipat tangannya dimeja dan menyipitkan matanya. "Enggak!. Aku balikin kalo kita pulang."

Keyla menyenderkan kepalanya dimeja setelah mendengar respon Gilam. Kepalanya dibuat pusing oleh laki-laki didepannya ini.
"Mau Lo apasih?" Suaranya samar-samar karena menunduk.

"Kamu kenapa beda? " Tanya Gilam terus terang. Tangannya memberanikan diri mengelus pucuk kepala Keyla.

Hawa hangat menjalar dari ubun-ubun sampai hati. Apa yang barusan Gilam lakukan. Sudut mata Keyla mulai basah. Dia diam mematung. Membiarkan Gilam mengelus kepalanya.

Bibirnya benar-benar bersusah payah bicara. Suaranya serak. "Karena kamu pergi. Kamu kenapa pergi?"

Keyla masih menunduk, Gilam masih belum menjawab. Keyla bersusah payah  menarik nafas panjang, sebelum mulai bicara. Tangan kanannya menjadi sandaran saat menelungkupkan wajahnya dimeja. Tangan kirinya bebas meremas baju hingga lecek untuk menyalurkan emosi.

"Tapi sekarang aku sudah disini dan kamu enggak mau lihat aku. Kamu menghindar terus setiap kita bicara." Tangan Gilam masih setia mengelus pucuk kepala Keyla.

Tanpa sadar air matanya benar-benar sudah mengalir deras tak terbendung. Keyla mendongak menatap Gilam. Tidak tahu seperti apa rupanya sekarang,tanpa menyeka air mata.

"Itu bukan jawaban dari pertanyaan aku. Kamu kenapa pergi?"

Gilam menari tangannya dari pucuk kepala Keyla. Sadari perempuan didepannya mulai berani menatapnya dengan jujur.

"Kamu bicara soal menghindar bukan? Satu tahun yang lalu aku ketemu kamu dan kamu menghindar. Waktu itu sebenarnya kamu bisa jelasin dan aku pikir kalau saja waktu itu kamu engga menghindar mungkin aku engga akan bersikap kaya gini."

Satu tahun yang lalu. Keyla ingat waktu itu masa pertukaran pelajar. Saat dia masih duduk di tingkat satu ada pertukaran pelajar di Negeri Kincir Angin selama beberapa bulan. Sedang musim dingin di London waktu itu.

Benar-benar dingin untuk seorang yang baru merasakan winter pertamakalinya. Dan benar-benar merepotkan untuk orang timur yang enggak bisa menahan lapar. Perutnya berdering bak sirene. Aku lapar! apapun ku terjang!

Jalanan tidak terlalu ramai. Bermodal pakaian hangat tebal, sarum tangan tebal ia memaksakan dirinya untuk keluar ke supermarket. Salju sedang turun , lamat-lamat saja tidak terlalu banyak. Tapi , benar-benar dingin dengan baju setebal itu dingin masih bisa berasa sampai kulit.

Telapak tangannya digosok berkali-kali untuk mengusir dingin , sambil berjalan menelusuri jalan. Toko-toko berjajar yang biasanya ramai pengunjung ,sepi . Tulisan Closed  terpajang dihampir setiap kedai dan ruko. Minimarket yang buka masih diujung jalan melewati perempatan.

Jauh juga ternyata kalo lagi gini

Ia menarik kata-katanya waktu berdoa meminta Indonesia turun salju.

Sepertinya enggak cocok untuk orang sepertiku.

Benar-benar dingin. Sampai di perempatan akhirnya, tinggal menyebrang, minimarket ada di sebrang jalan..

Dingin lebih menusuk saat berdiri dan berdiam diri dipinggir jalan.Ada beberapa kendaraan lewat harus menunggu dulu.

Pikiran dan mata fokus pada apa yang tersedia didalam minimarket

Lapaarr

Tidak pintar menyebrang jadi ingat orang yang menggandengnya kalau menyebrang jalan saat SMP .

"Kalau nyebrang liatnya kanan-kiri bukan lurus kedepan. Bisa ketabrak nanti."

Tanpa sadar ia tersenyum. Hatinya menghangat.

Dia bakal menertawakan ku kalau lihat aku sampai sekarang masih takut menyebrang jalan.

Tapi, dia kan engga ada disi–

Tanpa sengaja manik matanya menangkap bayangan tak asing. Kalimatnya terpotong.

Enggak mungkin!

Mirip aja !

Masa iya , kalau iya berarti dia ninggalin Gue kesini.

Keyla mengernyit , akalnya masih berdebat. Bingung.

Noleh tolong Noleh.

Seperti telepati. Dia meminta dalam hati dan hebatnya Tuhan merespon. Orang diujung jalan itu menoleh menatapnya. Mereka saling menatap.

BENAR!!! Batinnya menjerit

Tangannya mengepal, ini benar-benar dingin tapi keringat ia rasa keluar dari balik telapak tangannya.

"GILAMMMMM!!!!!!!"

Itu benar Gilam kenapa dia diam.

Matanya memanas, cairan bening dipelupuk matanya mulai penuh ingin tumpah.

Mungkin dia enggak denger. Dia masih diam disana..

"GILAM LISIAZ MAHEZAR!!!!"
Teriak Keyla lagi sekuat tenaga. Tak kuasa air matanya benar-benar luruh. Ia mengabaikan semua rasa dingin yang menusuk.

Itu Gilam , benar itu Gilam!

Gilam tampak tersadar. Keyla yakin cowok diseberang sana benar Gilam. Kendaraan masih saja lewat berlalu lalang tidak bisa lewat. Keyla tak bisa berfikir jernih , kakinya terasa ringan ia lupa rasa takut tertabrak. Ia berlari kearah Gilam.

Masa bodo, Gilam tidak dengar mungkin... Dia tidak dengar. Batin Keyla yakin.

"GILAMMMMM!" Teriak Keyla lagi ditengah jalan.

Duk. Brakkkk.

Arghhhhhhhh.

Keyla terserempet sedikit, Ia terjatuh terduduk. Rasa ngilu dilutut terabaikan. Matanya menatap sendu laki-laki yang berjalan menjauh

"Gilam ....."

Dia Gilam kan?? Tapi.. tapi..

Di dia mengabaikanku...

___________

Terimakasih yg sudah mampir baca...
Motivasi terbaik adalah kamu pembaca yang luar biasa. 

Salam hangat Ayukalia


NOSTALGIA RASA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang