7

5.4K 487 35
                                    

Dari kaca jendela, langit terlihat cerah tidak tersaput awan. Mungkin awan tebal telah meluruh habis setelah hujan lebat tadi malam.

Terbayang kembali peristiwa semalam. Keenan yang basah kuyup akhirnya pulang setelah mendapat satu anggukkan kepala yang sangat terpaksa kuberikan.

Ya, dengan satu anggukkan kepala. Pria itu tersenyum, menggumam pelan terima kasih, lalu menghilang di tengah hujan.

Desain rumah Davina baru saja keluar dari mesin pencetak. Aku menggelarnya di meja. Memeriksanya beberapa kali. Tadinya ingin kubuatkan rumah simpel yang sepi, tapi segera kuurungkan.

Aku ingin memberi rumah yang bisa dinikmati Davina dalam kesendiriannya.  Sendirian bukan berarti harus kesepian.

Kubuat space teras sedikit luas dengan kursi gantung nyaman yang dihiasi beberapa tanaman hijau. Davina bisa melepas lelah sepulang kerja atau memandang langit bertabur bintang dari kursi itu jika malam hari tiba. Juga dua buah kursi di dalam ruangan menghadap jendela lebar, agar Davina bisa memandang taman hijau di taman sambil menikmati orkestra irama hujan.

Davina seorang dosen dan penyuka film. Me time seorang Davina tentu saja membaca dan nonton film. Satu ruangan kudesain khusus untuk hobi perempuan itu. Tempat yang nyaman sebagai ruang baca, sekaligus bisa diubah sebagai studio mini jika ia ingin menonton film favoritnya. Kamar mandi dengan bathub besar tak lupa didesain nyaman untuk relaksasi.

Davina meminta rumah minimalis modern yang didominasi warna putih, tapi sengaja kupilih satu ruang keluarga dengan corak dan warna yang lebih berani. Davina perlu warna lain selain hitam dan putih.

Mendekati jam makan siang, Rina si sekretaris cantik tiba-tiba datang dengan satu bekal kotak makan siang.

“Dari Bos,” bisik Rina sambil mengedipkan mata.

Aku celingukan. Takut ada yang memperhatikan. Untungnya semua tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

“Apaan, sih? Bilangin aku masih punya duit untuk makan di kantin.”

Rina mengangkat bahu. “Sepertinya akan datang tiap hari. Aku sudah lama kerja bareng Pak Keenan. Aku tahu dia pasti lakukan itu.”

“Besok-besok kalau dia ngasih lagi kamu makan aja. Gak usah dibawa ke sini.”

“Wah, aku gak berani. Bisa dipecat!” tolak Rina menggerakkan tangan beberapa kali.

“Kalau begitu lain kali biar aku yang ambil. Aku takut jadi bahan gosip.”

Rina mengiyakan dan lagi-lagi tersenyum manis sebelum pergi.

[Makan, ya, Kika. Bekal kita sama. Yang buat koki di rumahku. Spesial buat mantan.]

Keenan mengirim pesan. Disertai satu foto sekotak nasi yang sama persis denganku. Buru-buru kumasukkan kotak nasi itu ke dalam tas ransel.

Bekal nasi kiriman mantan? Aku menelan ludah.

Saat istirahat siang tiba, aku memilih memakan bekal nasi dari Keenan di rooftop gedung. Tempat paling tenang dan sepi di tempat ini.

Kubuka isinya setelah mendapat tempat duduk yang nyaman. Duduk di lantai, bersandar pada dinding pembatas pagar. Udang tempura dengan tumis jamur brokoli yang menggoda. Dilengkapi dengan beberapa potong buah dan sekerat puding sebagai makanan penutup. Aku bisa gendut kalau setiap hari makan begini!

Sejenak kutepis wajah Sekar yang seakan memohon agar aku pergi dari kehidupan Keenan. Mungkin satu-satunya cara adalah resign dari perusahaan Keenan. Tapi mencari pekerjaan lain bukanlah sesuatu yang mudah. Aku harus berpikir berulang kali. Apalagi tempat ini mulai kusukai, selain bosnya tentu saja. Memikirkan ini sering membuatku sakit kepala.

Mantan TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang