Yang kangen Keenan dan Kika boleh merapat 😊😊.
*
*
*
Langit malam membentuk kubah setengah bola. Bintang berkelap-kelip membentang dari ufuk ke ufuk. Dengan bulan sabit menggantung di angkasa, semakin menyempurnakan keindahan malam itu.
Setelah jalan-jalan sebentar mencari makan, kami kembali ke vila. Keenan membeli beberapa jagung bakar beraroma menggoda yang banyak tersebar di sepanjang ruas jalan raya.
"Duduk dulu, yuk, Kika! Aku ingin coba jagung bakarnya," ajak Keenan sebelum masuk.
Kami duduk di bangku yang terbuat dari kayu tanpa sandaran punggung di bawah pohon pinus. Keenan memberiku jagung bakar yang masih hangat dan langsung kunikmati dengan lahap. Vila ini berada di wilayah dataran tinggi. Malam hari, daerah pemukiman di bawah sana terlihat indah menyerupai bukit berbintang yang dipenuhi titik-titik cahaya.
Aku merapatkan jaket. Udara malam pegunungan yang berembus terasa dingin menusuk hingga ke dalam tulang.
"Kamu kedinginan? Sini biar aku hangatkan."
Kedua tangan Keenan membentuk gerakan menggesek beberapa kali, lalu ditempelkan memberi kehangatan sesaat di kedua pipiku. Keenan melakukannya berulang-ulang.
"Makasih," gumamku pelan.
Keenan hanya tersenyum sambil mengacak kepalaku. Dia bergeser duduk di belakang, merapati tubuh. Kedua tangannya memeluk erat, dengan dagu yang menempel di atas pucuk kepalaku.
"Begini baru hangat," bisik Keenan.
Aku menyandarkan kepala di atas dada bidangnya.
"Terus aja nyari kesempatan," sahutku yang dibalas lelaki itu dengan tertawa kecil.
"Habis istriku itu gemesin. Sayang-sayang kalau cuma dianggurin."
"Gombal!”
"Tapi faktanya perempuan itu senang digombalin. Apa mungkin kalian menganggap gombal itu saudaraan sama cinta dan masih sepersusuan dengan romantis? Sehingga para perempuan mengira lelaki yang suka menggombal itu akan terlihat lebih romantis? Padahal bagi laki-laki, untuk menggombal itu tidaklah mudah dan kadang butuh keterampilan khusus."
Aku memasang telinga baik-baik. Keenan memang sering menggombal akhir-akhir ini. Walaupun terdengar receh, entah kenapa Keenan jadi terlihat lebih manis.
"Keterampilan khusus apa?" tanyaku melihat Keenan belum juga melanjutkan ucapannya.
"Keterampilan bersilat lidah untuk melakukan hiperbolis dan kadang-kadang harus mengenyampingkan fakta yang sebenarnya."
Keenan menyeringai lebar. Aku mencubit punggung tangannya sekuat tenaga hingga sekejap kemudian Keenan melepaskan kedua tangannya.
“Sakit, Kika.” Keenan mengusap-usap tangannya.
"Maksudmu keterampilan berbohong?" Aku membalikkan tubuh, menghadapnya. Tak kuhiraukan tangan Keenan.
"Tidak selalu seperti itu, Sayang. Yang sering aku bilang sama kamu itu jujur, kok."
Wajah Keenan kembali memelas. Dia meraih tanganku, menciumnya beberapa kali. Seakan tak cukup, kurasakan kecupannya di seluruh wajahku.
"Aku gendong ke dalam, ya. Di sini mulai dingin. Ayo naik ke punggungku!"
Ah, Keenan! Bagaimana aku bisa marah kalau dia selalu bersikap manis begini? Tanpa ragu aku meloncat ke atas punggungnya. Menyandarkan pipi di atas bahu lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Terbaik
RomanceDear, Kika. Kamu percaya kalau Tuhan itu Maha Mendengar? Dulu, aku pernah berkata pada-Nya. Kalau suatu saat Dia mengirimmu kembali padaku, itu artinya aku masih diberikan kesempatan. Sebulan itu adalah waktu yang terlalu singkat bagi pernikahan...