25th, May

161 18 0
                                    

Hari ini, berbeda dengan hari lainnya. Mengapa berbeda? Karena aku sudah siap untuk menemui gadisku.

Tarikan nafas panjang kulakukan sebelum kaki jenjangku melangkah masuk kedalam pekarangan rumah dengan jalan berbatu dan rumput hijau yang terpotong rapi.

Namun belum sampai aku melangkah untuk ketiga kalinya, mobil hitam di garasi menarik perhatianku. Sejak kapan keluarganya memiliki mobil?

Tak lama kulihat gadisku keluar bersama seorang pria dengan setelan jas rapinya. Mereka nampak saling bertukar candaan, kakiku tak lagi mampu untuk melangkah kedepan. Tak apa aku dikatakan sebagai pecundang, aku pergi dari sana meninggalkan segala niat awal untuk menemui gadisku.

Beberapa hari sama sekali tak ada keinginan untuk menemui gadisku, jangankan bertemu rasanya hanya untuk memgirim pesan menjadi hal yang begitu memuakkan.

Kutatap koper diatas meja tak jauh dari tempatku, 4 bulan lalu aku datang kerumah gadisku dengan niat untuk menyampaikan lamaranku. Kami sudah dekat sejak bangku sekolah menengah atas, dan kini aku telah menamatkan pendidikanku di sebuah universitas.

Aku datang kerumahnya dengan niat yang begitu baik, namun tanggapan ayahnya begitu diluar dugaanku. Ia menanyakan pendapatan dan uang tabunganku. Awalnya aku tak merasa keberatan untuk menjawabnya. Sampai beliau bertannya, mampukah aku mengumpulkan uang sebanyak 10 juta won dalam 4 bulan dan membeli sebuah ruang apartement. Kuakui aku memiliki pekerjaan yang mapan.

Hanya saja semua itu akan kulakukan, selama 4 bulan aku benar-benar melakukan penghematan. Beberapa pekerjaan paruh waktu juga kulakukan untuk menambah penghasilan.

Gadisku, ia akan selalu datang dan menyiapkan makanan untukku. Hal itu membantuku untuk menghemat pengeluaran dalam belanja. Ia sangat mendukung apapun yang aku lakukan.

Beberapa kali juga aku kembali datang kerumah gadisku sekedar menyapa kedua orang tuanya. Lagi lagi tanggapan ayahnya tak memuaskan bagiku, beliau mulai menannyakan keluargaku bahkan ia sempat meragukan kemampuanku yang hanya berasal dari desa.

"Yoongi, kau ingin menikahi putriku maka kau harus sesuai standartku." Kalimat yang terus menghantuiku setiap hari.

Tapi kini saat uang yang beliau minta telah terkumpul, hal tak terduga kembali terjadi. Gadisku pergi bersama pria lain?

Lalu apa diriku dimata mereka?

Hari itu hanya kulihat mereka dirumah gadisku, namun hari ini kulihat ia berjalan bersama pria itu. Muak, aku benar-benar muak.

Kurasa maksud dari semua ini hanyalah, sebuah penolakan yang dilakukan secara halus. Tapi apa mereka sadar hal itu membunuhku perlahan.

Perlahan berusaha kulupakan, kulalui hariku seperti biasannya. Pagi ini kulihat gadisku berdiri didepan pintu apartementku dengan sekantung plastik makanan.

"Yoongi." Senyumannya yang membuatku jatuh cinta.

"Apa yang kau lakukan disini?" Berusaha ku buat raut wajah senormal mungkin.

"Tentu saja mengantar sarapan untukmu, aku akan menatakannya........"

"Tidak perlu, sebaiknya kau pulang saja."

"Wae?" Manik hitamnya menatap menuntut jawaban dariku.

"Aku tak sebodoh yang kau kira. Kau pikir aku tidak tau kau bersama seorang pria kemarin!"

"Yoongi kau salah paham......"

"Ok, tak perlu bertele-tele. Apa kau mencintainya? Apakau menyayanginya?"

"Yoongi aku....."

"Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak!"

"Ya aku mencintainya! Aku juga sangat sayang padanya!" Nampak manik bening itu mulai tertutup air. Mata itu berkaca-kaca, siap meluncurkan buliran bening air mata.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang