15. Maaf

132 22 2
                                    

"Bukan suatu kebetulan kecelakaan itu terjadi, aku bodoh karena enggak bisa nemuin dimana Reva saat aku jelas ngedenger tante Liza ngerencanain semuanya buat ngejadiin kejadian ini seolah-olah cuma kecelakaan" ucap salsa menjelaskan dengan hati-hati.

"Jadi orang yang nyekap dia, dan mobil itu—" tanya Rangga menggantungkan kalimatnya tidak bisa melanjutkan.

Salsa mengangguk, "Reva kabur dari tempat itu dan tante Liza nabrak dia tepat dihadapan aku sama.." Salsa menjeda kalimatnya, gadis itu menghela nafas pelan sebelum kembali melanjutkan.









"..Radit"

Rangga reflek menolehkan kepala kaget, Radit?

Seakan mengerti kebingungan yang jelas ditunjukan oleh Rangga dihadapannya, Salsa menggeleng.

"Radit enggak tahu apa-apa" ucapnya pelan.

"Dia kebetulan lewat, mungkin baru pulang dari rumah Devan karena kamu tahu kan posisi kecelakaan itu deket komplek perumahan Devan, aku disitu, aku ngeliat kejadian itu, tapi aku gak bisa apa-apa, aku bener-bener bodoh saat saudara kembar aku sendiri tergeletak berlumuran darah dan aku cuma bisa diem"

Salsa menangis teringat kembali saat dirinya berusaha untuk menghubungi semua orang yang menurutnya bisa membantu dia namun tidak satupun menjawabnya, Salsa sudah hampir putus asa mencari keberadaan Reva sampai nampak jauh dari pandangannya seorang gadis berlari dengan kaki yang sedikit pincang, Salsa sudah akan berlari tapi kakinya melemas begitu saja ketika tubuh saudara kembarnya tergeletak berlumuran darah setelah sebuah mobil dengan kecepatan penuh sengaja menabraknya.

Rangga langsung merengkuh tubuh gadis itu, memeluknya erat, menyalurkan kehangatan serta ketenangan lewat dekapan serta usapan lembut dipunggung gadis itu.

"Ssstttt... udah.. udah.." ucapnya menenangkan.

Salsa masih sesenggukan di dekapan Rangga, "Dia bahkan belum bisa ngungkapin apa yang sebenernya dia rasain ke Radit selama ini" lanjutnya.

Rangga diam, ia teringat akan Radit, lelaki itu pasti sangat terpukul, sedangkan dia? Justru selama ini menyimpan segala kedengkian terhadap adik kandungnya sendiri yang bahkan tidak mengetahui apa-apa.

Rangga seakan dilempar jauh dari kenyataan, hatinya sakit, pedih rasanya saat mengingat segala hal mengenai perkataan serta perilaku kasarnya kepada Radit.

Tapi Radit? Tidak pernah sekalipun Rangga melihat kebencian dimata pemuda itu, Radit selalu memberikan ketulusan kepadanya, dan Rangga selalu saja menolak mentah-mentah semua perhatian serta kasih sayang yang jelas ditunjukan oleh adiknya itu.

Salsa masih dalam dekapannya, sepertinya gadis itu sudah tenang sekarang, tapi keduanya tersentak ketika mendengar gebrakan keras dibawah.

Rangga melepaskan dekapannya pada Salsa yang kemudian keduanya saling pandang lalu kompak berlari menuju lantai bawah.

"Wanita tak tahu malu!" Bentak Radit sudah tidak bisa menahan emosinya.

"PEMBUNUH!"

Liza kaget bukan main kala Radit mengatakan kata itu, begitu juga dengan Arsya -Ayah Radit.

"Apa kamu bilang?!" Bentak Arsya.

Radit mengepalkan tangannya kuat, "PEMBUNUH!" teriaknya.

"Wanita ini? Aku enggak sudi bahkan hanya sekedar menyebut namanya" Radit mengangkat tangannya menunjuk tepat kedepan wajah Liza.

"MENJIJIKAN"

"RADIT!" Arsya maju menampar pipi Radit keras sehingga membuat kedua orang yang saat ini sedang melangkah tergesa di anak tangga sana membulatkan mata mereka.

Rasa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang