08. Khawatir

146 26 1
                                    

Jun berlari kencang menaiki tangga rumah berniat menghindari kejaran kedua adik kembarnya, pemuda berhidung mancung itu dengan cepat masuk kedalam kamar dan menutup pintu segera.

Radit yang sedang memakan cilok yang barusan ia beli itu langsung tersedak karena kaget begitu pula dengan Devan yang refleks mengumpat memandang kesal kearah pintu.

"APA ANJING! DIKEJAR KUNTIL ANAK LO?!" gas pemuda itu.

Radit menepuk-nepuk dadanya sesak karena cilok bulat yang reflek masuk kedalam tenggorokannya itu tidak mau turun kedalam perut.

"Bentar dulu itu bantuin jir temen lo sekarat" ucap Jun mengalihkan perhatian Devan dan langsung menghampiri Radit, pemuda itu dengan cepat menepuk punggung Radit keras sampai akhirnya cilok bulat itu keluar.

Radit bernafas lega dengan cepat menarik minuman yang dipegang Devan dan langsung meminumnya sampai tandas.

"Heh minum gue"

Radit tidak perduli, yang penting dia minum.

"Sialan banget ya lo! Ngapain sih ngedrama sama pintu? Ha?!" ucap Radit kesal sebelumnya menendang Jun yang berada disampingnya.

"Ngehindarin duo kelinci"

"Lagian punya adek banyak amat sih, ribet kan lo" saut Devan.

"Bokap gue jir nafsu"

"Makanya bilangin bokap lo dua anak lebih baik, lah ini empat" kata Radit yang kembali memakan ciloknya dengan tenang.

"Maaf bokap gue bukan pengikut pil kb"

Radit mengumpat beserta tangan yang menjulur menabok Jun yang juga langsung memgumpat membalas tabokan Radit dengan keras.

"Heh gue mau cerita" ucap Radit mulai menunjukan ekspresi seriusnya.

"What?" saut Devan.

"Masa waktu gue chat Kak Salsa dia nanyain Reva"

Devan melotot kaget, "Kok bisa?"

"Dia kenal Reva?" tanya Jun.

Radit mengangguk, "Justru Kak Salsa kayak nya tau gue kenal Reva"

"Wahh ada sesuasu ni pasti"

Devan mengangguk membenarkan ucapan Jun barusan, pemuda itu memutar bola mata berfikir sejenak sebelum kemudian menjentikkan jarinya.

"Apa mungkin Reva punya hubungan sama Kak Salsa terus dia pernah curhat tentang lo makanya Kak Salsa tau lo kenal Reva" ucapnya.

Radit mengernyit mendengar penjelasan Devan barusan, cukup masuk akal fikirnya.

"Mu—"

Ucapan Radit terpotong karena bunyi ponsel disakunya, pemuda itu kembali mengernyit saat membaca nama penelpon kemudian langsung memencet tombol dial.

"Hallo ma, ken—"

"Rangga..." suara bergetar diseberang telephone terdengar sangat jelas.

Rasa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang