22. Hug

96 14 0
                                    

Resa berjalan tergesa meninggalkan koridor kelas 12, gadis mungil itu menujukkan raut kekhawatiran yang tercetak sangat jelas diwajah bulatnya.

Nesya mengernyit, gadis tinggi itu maju ikut melangkahkan kaki menyusul Resa, "Ada apa sih? Kak Salsa ngomong apa?" tanyanya saat akhirnya berhasil menyamai langkah berada disebelah Resa yang masih berjalan tergesa.

Jun mengambil ponsel Resa dilantai yang tadi refleks terbanting dengan Devan yang masih melongo ditempatnya tak mengerti tapi kemudian kedua pemuda itu melangkahkan kaki menyusul kedua gadis yang sudah tidak terlihat keberadaanya itu.

Jeni ditempatnya juga mengernyit, gadis cantik berwajah bulat pemilik gummy smile itu kembali memutar otak mengingat kejadian kemarin saat dengan tiba-tiba Salsa beranjak dari duduknya lalu berjalan cepat meninggalkan rumah gadis itu setelah sebelumnya berpamitan.

Gadis itu mengedikkan bahu bergumam pelan semoga tidak terjadi sesuatu hal yang buruk mengenai sahabatnya itu.

Resa menghentikkan langkah setelah kakinya sudah menapak diarea parkiran, gadis itu menoleh kebelakang menatap Jun juga Devan yang masih berada dikoridor kelas 10, gadis itu mendecak kesal dengan keleletan kedua pemuda itu.

"JUNAIDI CEPET! ATAU GUA SUNAT DUA KALI" teriaknya tak sabaran kepada Jun yang terlonjak reflek menggerutu tapi menurut saja mempercepat langkah.

"Apasih Res, mu—"

"Anter gue kerumah Radit sekarang!" ucap gadis itu memotong ucapan Jun.

Pemuda itu menegak, "Radit kenapa? Ada sesuatu?" tanyanya mulai khawatir.

Melihat Resa yang bungkam, pemuda itu tidak ambil pusing dan langsung bergegas mengambil motornya yang diikuti Resa dibelakangnya.

Meski belum paham dengan apa yang terjadi, kedua sejoli yakni Nesya dan Devan berpandangan yang kemudian keduanya kompak berjalan kearah kelasnya dilantai dua untuk mengambil tas mereka.

Masa bodo sama pelajaran Pak Ujang, guru narsis yang selalu mengajar bahasan sama ditiap pertemuan.

Selalu tentang manusia purba.

Antara terobsesi atau emang dia ini mau balik jadi manusia purba kali ya, bodoamat enggak perduli.









***









Jun mengendarai motor besarnya dengan kecepatan penuh, pemuda tinggi berkulit sawo matang itu tidak bertanya lagi kepada Resa diboncengannya padahal dalam hati sudah kepo luar biasa.

Perasaannya juga tidak enak.



Sesampainya dirumah Radit, Jun tertegun, tersentak begitu saja dengan mata yang langsung membulat tak menyangka saat melihat bendera kuning bertengger di depan rumah Radit dengan ramainya para tetangga yang berdatangan.

Resa langsung turun dari boncengan Jun kemudian langsung bergegas menghampiri Arsya diantara teman-teman kantornya yang memberikan bela sungkawa atas kematian istrinya.

Gadis itu menyalimi Arsya yang langsung menyuruhnya masuk.






Resa terlambat.

Pemakaman sudah dilakukan satu jam yang lalu.

Gadis itu menyesal karena tidak peka sebelumnya, tentu saja alasan kemarin Radit ingin cepat pulang adalah mamanya.

Tapi Resa tidak menyadarinya.

Gadis itu menatap Salsa yang masih berusaha menenangkan Rangga disofa ruang tamu, Resa tahu benar bagaimana perasaan pemuda itu, Rangga baru saja mengetahui fakta bahwa Raina adalah ibu kandungnya tapi pemuda itu kini sudah harus kehilangan ibu kandung yang selama ini ia abaikan untuk selamanya.

Pemuda itu memejam lemas dengan sisa-sisa air mata membasahi pipinya.

Resa menoleh kesana-kemari mencari dimana keberadaan Radit tapi nihil. Gadis itu langsung berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar Radit dilantai 2, Resa menduga pemuda itu pasti berada disana.

Resa membuka pintu kamar bercat putih yang menjulang tinggi didepannya, gadis itu menghela nafas berat, matanya langsung mengembun menatap pemandangan dihadapannya.

Dugaannya benar.

Radit disana.

Pemuda itu terduduk lemas dipojokan samping tempat tidur dengan kepala tertunduk menumpu pada kedua tangan yang ia lipat dilututnya, keadaan pemuda itu berantakan dengan kamar yang sudah hancur.

"Dit.."

Radit mengangkat wajahnya, pemuda itu menatap Resa yang masih berdiri dipintu kamar.

Gadis itu kini meneteskan air matanya, Resa tidak tahan melihat mata merah Radit yang lurus menatapnya tanpa gairah, sesak rasanya melihat seseorang yang amat ia sayangi terpuruk seperti itu, keadaan Radit tak terurus, rambut berantakan, serta kantung mata yang terlihat jelas.

Gadis itu berjalan cepat dan langsung membawa Radit kedalam dekapannya.

Tidak ada isak tangis yang keluar dari mulut pemuda itu, Radit hanya diam dengan pandangan kosong.

"Keluarin" Ucap Resa pelan mengusap punggung Radit yang masih diam.

"Jangan ditahan, keluarin semuanya" lanjutnya.

Pada akhirnya pertahanan yang selama ini Radit tahan ambruk juga, isak tangis keluar dari bibir pemuda itu terdengar pilu penuh sesak.

"Kenapa Res... Kenapa mama ninggalin gue secepet ini?" tanyanya melirih.

Resa menggigit bibir bawahnya kuat menahan untuk tidak terisak, gadis itu memejamkan mata kuat-kuat sebelum akhirnya makin mengeratkan pelukannya.

"Karena tuhan tau kamu kuat"

Radit diam, pemuda itu masih terisak.

"Tuhan sayang sama kamu, karena itu dia ngasih kamu ujian buat ngeliat seberapa kuat kamu bisa ngehadapin ujian itu, hanya orang-orang terpilih yang tuhan kasih ujian buat ngangkat derajat orang itu.." Resa menjeda kalimatnya sesaat masih mengelus punggung pemuda didekapannya.

"... Dan kamu salah satu orang terpilih itu"








***








Nesya baru saja tiba bersama Devan yang langsung mengedarkan pandangan mencari Radit yang tidak terlihat, pemuda itu sangat mencemaskan sahabatnya itu, bahkan sedari baru saja keluar gerbang sekolah tadi Devan langsung melajukan motor dengan kecepatan penuh, pemuda itu sampai melupakan Nesya yang memejam takut terus dan terus merapalkan doa diboncengannya.

Nesya menolehkan kepala menatap Jun yang memejamkan matanya disofa, gadis itu menarik Devan agar ikut duduk disebelah pemuda itu.

"Radit mana?" tanya Devan to the point.

Jun membuka mata, "Dikamarnya" ucapnya tak menatap Devan yang langsung berdiri hendak menuju kamar Radit tapi tertahan saat tangan Jun dengan sigap menariknya cepat.

"Udah ada Resa"

Devan menipiskan bibir, pemuda itu kembali mendudukkan diri disamping Nesya.








-RaSa-










Part sedih-sedihan terakhir ni, yeayyyyy~

Part sedih-sedihan terakhir ni, yeayyyyy~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iya dong.









Rasa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang