Prolog

10.8K 611 16
                                    

Gadis yang tengah memakai gaun pernikahan itu terhuyung kebelakang ketika dirinya didorong oleh seseorang. Kepalanya membentur ujung meja dan meninggalkan bercak darah disana. Ia tergeletak naas di bawah meja kaca yang barusan ia hantam. Banyak sepasang mata yang memperhatikannya tanpa membantunya. Apa begini cara mereka memperlakukan seseorang yang sedang diambang mati?

"Arghh kepalaku sakit sekali,"

"Nona Yeri, kau sudah bangun!"

Yeri menoleh ke samping dan menemukan budak cantik dengan gaya kuno ala china. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Matanya meneliti pakaian yang ia kenakan. Pakaian ini sangat kuno! Apa dia benar-benar melakukan perjalanan waktu ke Dinasti Qing?

"DIMANA AKU? KAU-KAU SIAPA? KACA MANA KACA?" Yeri terbangun dari tidurnya dan menggeledah kamar kunonya. Cukup luas memang, tapi ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan kamar mewah Yeri di era modern.

"Kaca? Apa maksudmu cermin, nona?" tanya budak mungil itu bingung. Karena di jaman ini, mereka memanggil 'kaca' dengan sebutan 'cermin'. 'kaca' adalah sebutan kasar dari kata 'cermin'. Maka dari itu, di dunia Dinasti Qing ini, semua orang selalu berbicara dengan bahasa yang benar. Bukan asal-asalan.

"Tentu saja cermin! Cepat ambilkan!"

Budak cantik tadi mengangguk cepat, takut membuat nonanya menunggu terlalu lama. Ia memberikan cermin kuning kepada Yeri dan menunduk.

"Kenapa cermin ini sangat blur? Ash yang benar saja. Bahkan aku tidak bisa melihat wajahku dengan jelas. Kalau begini, aku tidak bisa menghias wajahku. Huaaaa," Yeri mengguling-gulingkan dirinya di atas kasur. Berharap setelah ini dapat kembali ke jaman modern.

Bahkan hampir setengah jam ia melakukan itu, tetap tidak ada yang terjadi. Pinggangnya pun sudah mulai linu. Yeri berhenti dan memutuskan untuk keluar dari kediamannya.

"Aku harus keluar dari tempat ini. Aku akan menemukan bagaimana cara untuk pulang ke jaman modern lagi," gumam Yeri pelan. Ia segera membuka pintu dan terhenyak sebentar.

Kediaman ini begitu besar. Bagaimana ia bisa mencari pintu keluarnya? Apa ia harus mengendap-ngendap agar tidak diketahui oleh siapapun?

"Nona, nona mau kemana? Nona tunggu aku!" budak cantik bernama Shiye itu mengejar nonanya yang tengah lari terbirit-birit sambil mengangkat pakaiannya sampai lutut. Itu sangat tidak sopan jika dilihat oleh orang lain. Dan yang patut disalahkan adalah budaknya karena tidak bisa menjaga nonanya dengan baik.

Yeri terus berlari tanpa mendengarkan teriakan budaknya itu. Ia menemukan dinding yang cukup tinggi untuk ia lewati. Gadis itu dengan cepat memikirkan cara agar bisa melewati dinding setinggi itu.

Tangannya mengambil tumpukan batu dan menyusunnya menjulang keatas. Tumpukan batu yang ditumpuk itu tidak terlalu tinggi memang, sehingga Yeri dapat berdiri diatas tumpukan batu tersebut. Dia menjangkau ujung dinding menggunakan kedua tangannya, dan melompat agar bisa melewatinya.

Tapi hasilnya sia-sia, dia justru terperangkap dengan kaki yang menggantung di sisi dinding.

"Arghh, tidak adakah nasib baik yang bisa kutrima hari ini?" Yeri menatap ke arah belakang, melihat budaknya yang berlari menyusulnya.

"Hei anak kecil, bisakah kau membantuku sebentar? Bantu aku melewati dinding ini. Aku berjanji akan membalas budi!" tawar Yeri.

Shiye menggeleng dan memegang kaki Yeri, "Nona tidak apa-apa kan? Apa ada yang sakit? Nona adalah permaisuri, kalau ada selir lain yang melihat permaisuri dengan keadaan dan posisi seperti ini, nona akan dipermalukan. Cepat turun nona,"

"Tidak bisa, aku harus pergi dari sini. Aku bukan berasal dari jaman kuno ini. Tolong aku dan bantu aku pulang, aku mohon."

"Tidak bisa nona, aku harus menjagamu. Aku harus berada di sisimu agar bisa memastikan keamananmu,"

"Tapi itu sungguh tidak diperlukan. Aku hanya ingin pergi dari sini. Bantu aku, please."

"Please? Apa artinya?"

"Ah sudahlah lupakan,"

"Nona, tolong cepat turun. Kalau kau kenapa-napa, aku yang akan dimarahi."

"Jika kau tidak ingin membantuku, maka aku akan berusaha sendiri. Lebih baik kau pergi saja sana,"

Yeri menaikkan kaki kanannya ke atas dinding, kemudian kaki kirinya pun menyusul. Ia sudah sepenuhnya di atas dinding tinggi itu sekarang. Langkah terakhir yang harus Yeri ambil adalah melompat.

"Selamat tinggal anak kecil. Usiamu terlalu muda jika kau dijadikan budak. Lebih baik aku memanggilmu anak kecil saja ya? Byeee," Yeri melambaikan tangannya ke arah Shiye sebelum ia benar-benar menghilang dari balik dinding.

"Bye? Apa itu bye? Eh—Nona!!" Shiye histeris. Ia tidak tau harus kemana dan tidak tau harus menemui siapa. Ia ingin sekali menolong nonanya yang sedang sakit. Tapi mereka diberi hukuman selama 1 minggu karena kesalahan yang tidak mereka perbuat, malah justru difitnah oleh orang lain. Sungguh kejam dunia ini, percaya dengan satu kalimat tanpa mendengarkan ratusan kalimat penjelasan.

"Cih, segampang inikah memanjat dinding? Itu mudah bagi seorang Xiao Yeri!" Yeri membersihkan pakaiannya dan berjalan riang tanpa tau tujuan.

Ia melihat-lihat beberapa barang yang dijual di pasar kuno tersebut. Sangat menarik. Binar matanya berubah datar ketika orang-orang mulai riuh untuk berbaris. Berbaris seperti menyambut petinggi negara. Tubuh kecilnya pun ikut terdorong-dorong oleh rakyat yang lain.

"Sialan, kesini salah kesana salah. Mana jalan yang harus kutempuh agar tidak mendapatkan kesialan lagi?" Yeri melihat kesekelilingnya. Ia melihat rakyat-rakyat yang tadinya berlalu lalang di pasar, langsung berbaris dan menunduk hormat.

Ia heran. Sekaligus penasaran dengan situasi seperti ini. Tanpa babibu, ia melangkahkan kakinya di antara barisan rakyat tersebut. Sampai suara langkah kuda menyapa telinganya.

"Berani sekali kau menghalangi jalanku!"

Yeri tersentak. Kemudian ia mendongak untuk memberi pelajaran kepada orang yang membentaknya barusan.

"Kau membentakku? Memangnya ini jalanmu? Hei tuan, kalau berkuasa jangan sampai seperti ini! Mengambil hak orang untuk berjalan. Memangnya itu tidak ditulis dalam norma kalian? Cih aku lupa, aku baru saja melakukan perjalanan waktu ke Dinasti Qing. Jadi aku lupa kalau di jaman ini belum ada aturan norma seperti itu. Makanya orang-orang sepertimu sudah sering berkeliaran disini," Yeri berdecih lalu pergi begitu saja. Jika ia tau siapa sebenarnya lelaki yang berhadapan dengannya kali itu, ia pasti akan berlutut dan segera meminta maaf padanya.

"Permaisuri, berani-beraninya kau mempermalukanku. Apa hukuman selama 1 minggu ini kurang bagimu? Ck, baru saja ingin ke kediamanmu untuk mencabut hukuman itu. Tapi sepertinya aku akan menarik ucapanku kembali,"




























To Be Continued







TIME TRAVELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang